Vio memarkirkan mobilnya di pelataran rumah Andito. Kedua tangannya menggenggam erat, ia sudah benar-benar membulatkan tekadnya kali ini. ia selalu menunggu kesempatan yang baik untuk memberikan Cheryl kepada keluarganya, dan menurutnya hari itu adalah saatnya. Ia memilih untuk berpihak kepada Andito bukan untuk mengkhianati Cheryl. Justru ini adalah caranya untuk bisa melindungi gadis itu dari Andito maupun anak buahnya. Vio tahu, jika seandainya ia terlalu memihak Cheryl maka hanya perpisahan yang akan terjadi. Andito pasti tidak akan tinggal diam, dan mungkin akan melenyapkannya dengan cara apapun.
Tatapannya tajam saat berjalan masuk menuju ke ruangan dimana Cheryl dan Anjani berada. Kedua tangannya kembali menggenggam erat saat disana tengah berkumpul anak buah Andito yang sedang menyeringai satu sama lain. Mereka menatap kedatangan Vio dengan acuh, tiidak sadar jika di sisi lain, Vio menatap mereka dengan penuh kemarahan. Ditambah lagi, saat ia mulai memasuki ambang pintu, sudah ada beberapa laki-laki yang tampak bermain menyentuh tubuh Anjani.
"Jangan sentuh Kakakku!!! Kalian tidak dengar? Singkirkan tangan kotor itu." Cheryl terus memberontak saat tubuhnya saat ini tengah dipegangi oleh Jessica yang terus saja tertawa melihat aksi teman-temannya.
"Sampai kapan kalian akan melakukan ini?" pertanyaan Vio menginterupsi mereka untuk berhenti, membagi fokus mereka yang sekarang tertuju pada Vio. "Apa menyentuhnya membuat kalian sesenang itu?" tanya Vio lagi dengan nada yang semakin dingin.
Vio melipat kedua tangannya kini. "Kenapa tidak sekalian saja kalian tiduri dia? Satu persatu. Hmm? Dia tidak akan bisa lari kemanapun."
Beberapa dari mereka mendesis. Di tempatnya Anjani sudah melebarkan mata dengan air mata tergenang, begitupun dengan Cheryl yang sama sekali tidak percaya dengan pemikiran Vio barusan.
"Tapi, mungkin Pak Andito akan membunuh kalian." Vio berjalan mendekat, memblokir posisi teman-temannya untuk bisa menyentuh Anjani dengan cara berdiri di depan gadis itu. "Jadi, berhentilah. Aku bisa memberikan kalian banyak wanita yang lebih cantik dari dia. Kalian bisa melakukan apapun kepada wanita-wanita itu sepuas yang kalian mau. Aku janji, akan membayar mereka mahal."
"Kau sedang mempermainkan kami?" tanya seseorang membuat Vio menghentikan ucapannya. Mereka saling beradu tatapan untuk beberapa menit. Hingga seseorang diluar ruangan menghentikan perseteruan di antara mereka.
"Ini saatnya kita pergi, Jeck."
Untuk terakhir kali, lelaki yang dikenal Jecky itu melontarkan tatapan setajam mungkin kepada Vio yang masih sangat tenang di posisinya. Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan tempat ini, menyisakan Anjani, Cheryl dan Vio, hanya bertiga. Anjani menangis saat itu juga yang langsung dipeluk oleh Cheryl. Vio menghembuskan napas pelan, dan berniat untuk meninggalkan keduanya tanpa mengatakan apapun.
"Apa menurutmu benar mengatakan hal itu?"
Pertanyaan Cheryl mampu menghentikan langkah Vio tanpa membuat lelaki itu berbalik.
"Semakin hari, kau semakin menjadi orang yang berbeda, Vi. Aku bahkan tidak mengenalmu lagi."
Vio mulai berbalik saat mendengar getaran suara lirih itu.
"Aku tidak memintamu untuk berharap padaku."
"Tapi, kau pernah berjanji padaku. Kau lupa?! Aku bahkan masih mempercayaimu."
"Karena itu jangan percaya padaku. Mulai sekarang, aku tidak ada bedanya dengan mereka. Benci aku seperti kau membenci mereka."
Vio langsung berlalu setelah mengatakan hal itu. Meninggalkan Cheryl yang masih terdiam dengan rasa tidak percaya. Ingin rasanya ia membenci Vio saat itu juga, tapi entah kenapa hatinya sulit melakukan itu. Cheryl hanya bisa menangis saat ini. Memikirkan Vio, dan memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya dan Anjani setelah ini, jika seandainya Ray dan Jay tidak dapat menemukan keberadaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...