TIGA PULUH LIMA

1.8K 147 3
                                    

Jay bermain golf sendirian sore ini sebelum akhirnya Kakek dan Kanaya datang menghampirinya. Sebenarnya Jay tidak benar-benar sendirian. Hari ini Kakek mengajaknya bermain, tapi ternyata tanpa sepengetahuannya Kakek juga mengundang Kanaya yang kebetulan sama-sama menyukai olahraga ini. Karena itu, Kakek sengaja membawa Kanaya sekaligus sebagai penghargaan karena Kanaya sudah bekerja keras beberapa hari ini.

Kakek tersenyum pada Jay yang sudah berdiri tegap memandang ke arah mereka. Sedangkan di sisi lain senyuman Kanaya tampak memudar saat melihat tatapan Jay yang amat tajam padanya.

Seketika ia mengingat kejadian kemarin, dimana Jay tiba-tiba datang mencengkram tangannya dengan amat erat. Tatapan sendu yang biasa ia lihat, berubah menjadi amat tajam. Bukan kebencian tapi kebingungan yang tersirat di manik hitam pekat itu.

*

"Siapa kau?" tanya Jay tegas.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku tanya, SIAPA KAU?! Kenapa kau melakukan..."

Pertanyaan Jay terhenti saat Dokter Merissa datang melihat semuanya. Kanaya menghembuskan napas pelan saat Dokter wanita itu mendekat ke arah mereka.

"Apa yang terjadi?"

Jay yang saat itu juga tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, segera melepas cengkraman tangannya dengan pelan. Dahinya mulai berkeringat saat itu, entah kenapa ada rasa sakit di dadanya, yang Jay sendiri tidak tahu apa penyebabnya.

"Sorry." Hanya sepatah kata itu yang diucapkan Jay, sebelum lelaki itu berlalu meninggalkan rasa penasaran yang begitu besar untuk Kanaya sendiri.

*

"Kenzo belum datang?" tanya Kakek.

"Ada, dia sedang mengganti pakaiannya tadi." Jay menoleh ke kanan, dan menaikkan sebelah alisnya sebagai kode pada Kakek, jika disana Kenzo baru saja datang setelah mengganti pakaiannya.

Namun di sisi lain, Kanaya yang justru melebarkan mata dan menggenggam tangannya gugup. Dengan jelas Kanaya mengingat wajah lelaki itu. Lelaki yang mengejarnya saat ia hampir melukai Ray di gedung Photoshoot.

Kanaya mengalihkan wajah cepat, mencoba untuk menghindar dari Kenzo. Namun, sialnya hal itu malah tertangkap oleh Jay yang kembali menatapnya dengan tajam. Kanaya mencoba menarik napas panjang, dan berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

Ia menegapkan kembali tubuhnya, menurunkan tangannya yang saling menggenggam , lalu menatap Kenzo yang semakin mendekat.

"Baiklah. Kita lihat, apa kau masih mengenaliku atau tidak."

Tidak bisa dipungkiri jika dada Kanaya berdebar kencang saat ini. Kenzo datang dan menyapa Kakek serta Jay. Seperti biasa para lelaki itu saling bersalaman layaknya seorang rekan sekaligus keluarga.

"Kenalkan dia Kanaya." Kenzo beralih menatap Kanaya yang mencoba tersenyum padanya. "Dia Donatur baru di yayasan Penyandang Kanker."

Kenzo menatap Kanaya sejenak, begitupun Kanaya yang menatapnya dengan tujuan untuk menantang ingatan kenzo apakah masih ingat padanya atau tidak. Senyum sinis Kanaya terlihat saat Kenzo tidak bereaksi apapun dan justru mengulurkan tangannya sembari memperkenalkan namanya.

"Kenzo."

"Kanaya," jawab Kanaya tegas sembari membalas uluran tangan lelaki itu.

#

Jay memesan Kopi di Coffe shop teratas gedung ini. Dimana hampir seluruh dinding di lapisi dengan kaca yang memudahkan untuk melihat orang-orang yang sedang bermain golf di bawah.

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang