DUA PULUH - 1 (Satu)

2.6K 193 9
                                    

"Banyak yang bilang kalo Ray kecil itu pintar tapi nakal. Bener nggak?" Anjani menoleh, menatap Ray yang mendelik di sampingnya. Gadis itu lalu terkekeh kecil, memandang Kyle yang sedang duduk di deretan tangga jalan paling atas, sembari asyik dengan alat lukisnya.

'Rumah Teman' adalah tempat paling utama yang terlintas di benak Anjani, saat Ray bilang dia akan mengikuti kemanapun Anjani membawanya. Jika beberapa waktu yang lalu, mereka datang di malam hari, dan saat itu Ray juga terlihat tidak menyukainya. Namun sekarang, Ray sendiri yang bersedia, karena itu Anjani meminta Ray untuk mengosongkan jadwalnya, lalu menghabiskan waktu disini untuk saling mengenal, dan berharap Ray bisa berkomunikasi dengan anak-anak.

Untuk saat ini, Anjani sengaja membawa Ray dan Kyle keluar, berjalan-jalan hingga berakhir di sebuah taman yang sangat indah dengan deretan tangga-tangga yang mengelilinginya. Anjani dan Ray duduk di bawa rimbunnya beberapa pohon yang berjajar rapi, sedangkan Kyle duduk di deretan tangga paling atas, untuk bisa melihat pemandangan yang ingin dia lukis.

"Siapa yang mengatakan itu?" Ray menaikkan sebelah alisnya.

"Hmm, aku hanya membaca. Tidak, jika aku melihat fotomu saat kecil dulu, itu sangat terlihat jika kau pasti sangat nakal."

"Tidak sangat, tapi sedikit." Ray mengernyit dengan anggukan ragu. "Saat SD aku pernah masuk ruangan BK 3 kali."

"Saat SD masuk ruangan BK?" Anjani melebarkan mata dengan gelengan pelan. "Luar biasa."

"Itu bukan salahku. Jadi dulu, anak cupu juga suka di bully saat SD. Ada satu anak cewek, yang memang sangat cupu, dan kutu buku. Jadi, kerjaannya setiap hari dia itu selalu jadi bahan bullyan. Karena kesel, aku tempelin lem kayu di tempat duduknya Gio, anak yang super berkuasa di sekolah dan raja bully. Dia itu provokator."

"LOL! Terus ketahuan?"

"Iyalah orang di kelas ada CCTV, terus ada satu orang anak juga yang lihat. Tapi orang kayak dia emang perlu di kasih pelajaran."

"Oke, yang kedua?"

"Tidak sengaja mukul temen pakek bola basket waktu olahraga. Dia itu temen yang cukup dekat. Tapi, waktu aku pertama kali masuk BK karena lem kayu, dan terlebih lagi dia tahu alasan aku melakukan hal itu. Dia dan grup barunya seringkali membicarakan orang lain di belakang, dia juga sering menyindirku. Saat itu aku hanya kesal, dan melempar bola basket sembarangan. Salah dia karena berdiri di tempat yang salah."

"Itu kesengajaan namanya."

Ray terkekeh kecil.

"Lalu yang ketiga?"

"Buat anak guru jatuh dari tangga lantai 2. Ini yang benar-benar tidak sengaja. Tapi, cukup untuk menjadi kesalahan yang paling besar. Karena, anak itu sampe patah kaki."

"What?! Kok bisa?"

Ray sedikit menarik napas. "Aku lari dari lantai bawah, dan dia lari dari lantai atas. Terus kita tabrakan, dan dia jatuh. Gelinding ke bawah." Ray terkekeh kecil, dipastikan dengan Anjani yang kini menatapnya sendu. "Sebenernya itu sangat lucu, sudah jelas-jelas dia punya tubuh yang lebih besar, tapi tabrakan gitu aja udah jatuh. Harusnya kalau dari posisi, aku yang jatuh saat itu. Tapi, justru malah kebalikannya. Untung saja dia tidak gegar otak. Jadi, aku tidak terlalu merasa bersalah."

Anjani menggeleng tidak percaya.

"Setelah itu aku di skors 1 minggu untuk tidak sekolah. Bukan karena guru sih, tapi Papa yang memutuskan."

"Entah kau yang terlalu aktif, atau kau memang sangat nakal dulu."

Ray mengangkat kedua bahunya pelan. "Dua-duanya mungkin. Tapi, aneh ya. Aku mengingat semua itu, tapi tidak dengan hal yang lainnya."

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang