Adel berhenti di depan pintu rumah, membuka tasnya untuk mengambil kunci. Ia memasukkan kunci tersebut tanpa merasa curiga sedikitpun. Sampai ia menyadari, jika pintu rumah sedang dalam keadaan tidak terkunci. Adel mengernyit dalam, lalu masuk dengan keadaan rumah yang masih sangat gelap. Ia ingin melangkah, namun terhenti saat rasa takutnya menjalar.
Seketika bayangan-bayangan film yang pernah ia tonton berputar di memorinya. Bagaimana jika ada seorang lelaki di dalam rumah mereka sedang bersembunyi? Bagaimana jika ada pencuri yang baru saja memasuki rumah mereka? Bagaimana jika ia masuk, maka ia akan terbunuh oleh orang di dalam sana?
Adel menggeleng dengan jantung yang berdebar keras. Langkahnya kembali mundur, tangannya kembali menutup pintu secara perlahan. Dalam hitungan detik, Adel berlalu pergi. Mencoba untuk menelpon Anjani seraya berjalan menuju klinik temannya itu.
Ia mendesis berulang kali, saat nomor Anjani tidak dapat di hubungi karena sedang tidak aktif. Ia memasukkan kembali ponselnya dan berjalan semakin cepat. Memasuki pagar klinik yang sudah terbuka lebar. Napasnya berhembus lega saat ia melihat Ray sedang berdiri di depan pintu, dan Kenzo yang tengah bersandar di pintu mobil.
Tanpa menunggu lama, gadis itu langsung berlari mendekati Kenzo yang langsung menegapkan tubuhnya. Memegang Adel yang kini bernapas tidak beraturan.
"Bagaimana jika terjatuh? Kenapa harus lari?" tanya Kenzo cepat. Ray yang melihat kedatangan Adel pun langsung mendekat dan menjauh dari pintu.
"Ada seseorang di rumah kami."
"Seseorang? Siapa?"
"Pencuri."
"Kau serius? Lalu bagaimana? Tidak ada yang terluka, kan? Apa dia menyentuhmu?"
Adel menggeleng pelan. "Aku belum masuk ke dalam. Tapi, rumah kami tidak terkunci. Karena itu aku langsung kesini. Bagaimana jika sesuatu terjadi saat aku masuk?"
"Syukurlah. Lalu, dimana Anjani?" tanya Kenzo lagi setelah merangkul Adel, menenangkan kekasihnya itu.
"Anjani? Dia tidak ada di klinik? Aku datang kesini untuk menemuinya."
"Mungkinkah dia ada di rumah?" terka Ray pelan.
"Tidak mungkin. Anjani tidak pernah mematikan lampu saat di rumah. Dia juga tidak pernah membiarkan pintu tidak terkunci bahkan saat dia di rumah. Aku menghubunginya tapi tidak aktif. Sudah coba menghubungi rumah sakit?"
Ray tampak berpikir, sebelum akhirnya ia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi rumah sakit. Aneh memang, Anjani tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia selalu tepat waktu, meskipun sesibuk apapun dia. Jika lembur, atau ia sedang tidak bisa meninggalkan pekerjaan, pasti Anjani akan memberi kabar. Tidak membuat orang-orang mencarinya seperti ini.
'Hallo. Saya Ray. Apa Anjani ada disana?'
"Dokter Anjani?"
"Hmm. Apa dia ada disana?"
"Dokter Anjani sudah pulang sejak tadi siang."
Ray menatap Adel dan Kenzo secara bergantian. Tatapannya mulai risau dan Kenzo menyadari hal itu. Seseorang memanggilnya di seberang sana saat Ray berniat untuk menutup panggilannya.
"Ray. Aku Fredi. Kau ingat aku? Anjani tidak ada di klinik sekarang? Apa dia tidak menemuimu tadi?"
"Tidak," jawab Ray pelan. "Dia menghubungiku tadi siang, tapi setelah aku menghubunginya kembali, nomornya sudah tidak aktif lagi."
"Kau bisa menungguku di rumahnya? Ada sesuatu yang ingin kukatakan."
Tatapan Adel dan Kenzo masih penuh kebingungan saat Ray hanya terpaku diam. Bungkam bahkan setelah ia menutup panggilannya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...