Alunan lagu milik Celine Dion, mengalun indah di restoran mewah ini. Seperti biasa, lirik demi lirik tentang cinta sampai pada hati yang hancur terselip pada bait demi bait lagu yang mengalun. Keempatnya cukup menikmati, meskipun dengan suasana yang sangat canggung bahkan terkesan menegangkan untuk dua wanita yang kini duduk berhadapan, Anjani dan Divya.
Ajaib memang, bisa membawa seorang Ray makan bersama di satu meja dengan Jay, dimana Kakek pun mungkin tidak bisa melakukannya. Jangan tanyakan bagaimana, karena Anjani benar-benar berjuang dengan tetes keringatnya untuk membujuk pria batu ini menerima ajakan Divya. Rayuan demi rayuan, ancaman demi ancaman, dilakukan Anjani untuk bisa sampai disini. Meskipun hasilnya, Anjani masih tidak yakin ini akan jadi hal baik, atau bahkan menjadi hal yang sangat buruk.
Divya tersenyum pada waiter yang kini sudah selesai mencatat semua pesanan mereka. Tatapannya kembali pada Anjani yang merasa serba salah dengan kedua lelaki yang kini tengah menatap dingin di samping mereka.
"Apa kalian akan seperti ini?" tanya Divya hati-hati, diiringi dengan anggukan pelan dari Anjani.
"Kita mau makan, bukan mau bertengkar. Kalian boleh melakukan apapun di luar sana, tapi aku mohon hilangkan semua itu disini. Ray, kau bisa kan?" Divya menatap penuh permohonan. Karena lebih dari apapun, Ray lah yang membuat suasana menjadi sedingin ini. Jay tampak biasa. Sedangkan Ray, dia tampak marah dengan semua orang karena sudah membawanya duduk berhadapan dengan Jay. Hanya saja, kali ini ia memendamnya dalam diam.
"Tentu," timpal Anjani dengan senyum lebar. "Ray, makanan juga akan sedih kalo kau terus menekuk wajahmu seperti itu."
Ray beralih cepat menatap Anjani dengan tatapan yang sangat tajam, membuat Anjani menunduk seketika. "Ha .. Ha.. ini lucu. Sangat lucu!"
"Kau menyindirku."
"Bagus kalau kau tahu!"
"Hmm. Kami juga tidak ingin mendengar pertengkaran kalian disini," sahut Divya yang kini berhasil menghentikan tatapan tajam Ray.
"Ray, ini untuk pertama kalinya. Aku tahu kau tidak ingin melakukannya, tapi bisakah sedikit saja kau menerima kami? Lagipula ini tidak lama kan?"
Ray menatap dingin Divya, cukup lama, sampai akhirnya menaikkan sebelah alis tanda setuju. Divya tersenyum membalasnya tepat saat makanan pesanan mereka datang.
"Tentu, ini tidak akan lama," gumam Ray. "Habiskan makanmu dan kita akan segera pergi," lanjutnya yang kini tertuju pada Anjani. Membuat gadis itu mendengus kesal meliriknya. Bagaimana Tidak? Makanan baru saja datang, dan Anjani baru saja ingin menyentuh makanan itu, tapi Ray? Lelaki itu menyuruhnya untuk cepat menghabiskan makanan itu dan pergi? Ray bukan hanya pria batu, lebih dari itu, Ray sangat egois.
"Aku yang menginginkan ini, Ray. Aku yang bilang pada Divya jika aku ingin makan bersamamu. Karena itu kami datang menemui Anjani, agar dia bisa membujukmu. Tapi, ternyata kau juga ada disana. Hanya untuk hari ini. Kau bisa marah padaku. Tapi, jangan bersikap seperti ini sama mereka."
"Jay,"
"Kau sudah banyak menutupi semuanya, Div." Jay tersenyum, lalu kembali menatap Ray yang sangat tidak suka dengan pernyataan Ray barusan.
"Aku tahu. Kau puas?" Ray mengalihkan tatapannya, dan kembali menyantap makanannya. "Bagaimana sikapku dengan mereka, itu bukan urusanmu. Lagipula, mereka yang berhasil membawaku kesini. Aku duduk di sini pun untuk mereka. Bukan, karena dirimu. Jadi, kau bisa menikmatinya. Kau bisa makan di meja yang sama denganku, dan juga bisa duduk di hadapanku, berada di dekatku, dan melihatku sepuas yang kau mau. Aku akan mengizinkanmu untuk kali ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...