Suasana kembali sangat meriah, bahkan lebih meriah saat dua pasang cincin sudah terpasang di jari masing-masing dari pasangan Ray-Anjani dan juga Jay-Divya. Tawa bahagia yang mungkin adalah palsu terlihat di kedua pasangan tersebut. Semua orang memberi selamat, entah hanya sebuah ucapan formalitas atau justru sebuah ketulusan yang benar-benar nyata.
Jujur saja, sampai saat ini pun, Anjani seperti merasa ini adalah mimpi. Bagaimana bisa ia akhirnya terikat bersama dengan seorang lelaki yang ia temui di pesawat beberapa waktu yang lalu. Bagaimana akhirnya ketidaksengajaan itu berubah menjadi takdir tanpa alasan.
Adel yang sejak tadi berdiri di samping Anjani, segera memeluk sahabatnya itu dengan mata berkaca-kaca. Tampak pedih dan sedih, saat akhirnya keputusan Anjani berakhir pada hubungan palsu penuh kebohongan di depan semua orang.
Prof Andreas yang juga datang, tampak langsung memeluk Anjani. Lalu menatap anak gadisnya itu dengan teduh. Ada kepedihan, tapi ada juga ketenangan yang ia perlihatkan. Tangan besarnya, terangkat untuk menghusap pelan puncak kepala sang putri. Memberikan restu meskipun dengan hati yang sangat berat.
Anjani tertunduk, lalu menatap Ray di sampingnya yang terlihat biasa saja, tidak seperti dirinya yang terlihat cukup resah. Sesekali tatapannya tertuju pada Jay yang berada tidak jauh darinya. Mencoba tersenyum dan memberi selamat dalam senyuman itu.
#
Anjani berjalan sendiri, keluar dari aula menuju ke arah balkon yang masih terhubung dengan aula tempat pesta di adakan. Ia sedikit menjauh saat Ray kini tengah sibuk berbicara dengan rekan-rekan Kakek. Bukan karena Ray tidak mengajaknya bersama atau bukan juga karena Ray meninggalkannya bersama rekan-rekan penting yang datang. Bukan karena itu.
Hanya saja, tadi Anjani baru saja mengantarkan Papa keluar dari aula ini setelah pamit pergi untuk meninggalkan acara karena ada urusan penting yang harus Papa selesaikan di rumah sakit. Setelah, kepergian Papa. Anjani dan Adel sempat berbicara sebentar. Anjani menceritakan tentang perasaannya saat ini yang sangat dimengerti oleh Adel. Tapi, bagaimanapun saat ini sahabatnya itu hanya bisa mendukung dan siap mendengar keluh kesah yang akan dialami Anjani.
Selang beberapa menit, Adel pun ikut permisi pergi, karena ada barang yang akan datang ke tokonya dan Anjani tidak mau Adel membatalkan urusan penting itu hanya karena dirinya. Setelah memastikan Papa dan Adel pergi, barulah Anjani kembali masuk dan mendapati Ray yang sudah sangat sibuk menyambut tamu yang datang.
Melihatnya membuat Anjani ingin menjauh sebentar. Setidaknya ia perlu menarik napas untuk kembali masuk ke dalam sana dan memasang senyum palsu kembali.
Namun, sejujurnya balkon ini tidak juga membuatnya tenang, karena banyak dari para tamu terutama pasangan-pasangan yang datang tengah minum bersama di balkon yang berukuran tidak kecil ini. Mereka mendekat saat melihat Anjani, memberi ucapan selamat yang belum sempat mereka ucapkan secara langsung, dan untuk kesekian kalinya pula, Anjani kembali tersenyum seolah-olah dia sangat bahagia saat ini.
"Pertemuan ketiga. Iya kan?"
Anjani berbalik ke asal suara saat ia tengah berdiri di sisi pagar pembatas, cukup jauh dari orang-orang yang kini juga berada di balkon yang sama.
"Jay." Matanya berbinar senang, saat ia melihat lelaki itu berjalan ke arahnya.
"Pertama di kantor. Kedua di rumah sakit, dan ketiga di acara pertunangan yang sama. Aku sangat terkejut," ucap Jay lagi yang kini sudah berdiri di hadapan Anjani.
"Jadi, kalian benar-benar menjalin hubungan?" tanya Jay saat Anjani belum sama sekali membuka mulutnya. "Sulit di percaya," gumamnya terakhir kali seraya tertunduk, mengalihkan wajah dari Anjani yang kini masih menatapnya lekat.
![](https://img.wattpad.com/cover/90890892-288-k916292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...