Vio menghentikan mobilnya di depan sebuah pagar besar, perumahan Cempaka, Blok A, No. 412. Ia menatap Kanaya di sampingnya, yang sudah sangat cantik dengan gaun berwarna coklat dan rambut ikalnya yang sudah ditata rapi. Gadis itu menatap keluar jendela, terpaku tanpa suara menatap rumah besar bak istana berada di dalam pagar besar itu.
"Kau ingin aku mengantarmu sampai masuk ke dalam?"
Mendengar pertanyaan itu, barulah Kanaya tersadar. Ia tersenyum menatap Vio. "Makasih sudah mengantarku," ucapnya.
"Aku tidak akan pergi. Aku akan menunggumu disini."
"Kau memang temanku yang paling setia."
Kanaya beranjak, membuka pintu dan keluar.
"Vi," panggilnya lagi sebelum pintu kembali tertutup. Vio menatapnya dengan alis yang terangkat.
"Kau bisa pergi kemana saja dulu. Aku akan menghubungimu nanti. Jangan, terus disini. Takutnya, orang-orang kira kalo kamu mantauin mereka."
"Kau lupa siapa aku? Jangan khawatir tentang itu. Khawatirkan dirimu sendiri. Aku tidak tahu, kenapa kau bersikeras untuk datang kesini. Jangan lupa, kalo mereka adalah musuh kita. Jangan lupa, apa yang pernah kau lakukan sama Ray dulu. Disana juga ada Kenzo. Mereka mungkin tidak mengenalmu saat pertama kali bertemu. Tapi, tidak untuk kedua dan ketiga kalinya, kan?"
"Aku akan mengingat itu. Vi, kau memang yang terbaik." Kanaya mengedipkan mata sebelum menutup pintunya kembali. Ia memasuki pagar besar itu, bersama dengan para tamu yang lain.
#
Hari ini ada sebuah perayaan kecil di rumah keluarga besar Ganendra yang sudah lama sekali tidak mereka tempati. Hirawan mengundang semua anak-anak dan pengurus Yayasan, karyawan-karyawan di kantor, Ia juga meminta Ray, Jay dan Kenzo datang menghadiri acara ini.
Sebuah acara untuk anak-anak di Yayasan sebenarnya. Sekaligus bertepatan dengan hari ulang tahunnya Herman, Ayah Ray dan Jay. Karena itu, ini adalah hari yang sangat penting. Untuk pertama kalinya, Ray harus menghilangkan ego dan datang ke acara ini bersama dengan Anjani.
Meskipun rasanya harus bertemu dengan Jay, berkumpul dengan orang-orang dalam keramaian bukanlah hal yang biasa Ray lakukan. Bahkan dia sangat malas berada dalam keadaan itu. Biasanya jika ada acara-acara besar. Ulang tahun perusahaan misalnya yang sudah menjadi agenda setiap tahun. Ray akan datang, tapi ia hanya duduk diam di suatu tempat, menikmati suasana dalam sepi sendiri. Seperti itulah Ray selama ini.
Ray yang sedang berdiri bersama dengan petinggi-petinggi perusahaan lain yang di undang sang Kakek, menoleh mengikuti arah pandang yang lain. Beberapa mobil datang memasuki area parkir. Memperlihatkan anak-anak polos yang penuh dengan senyuman. Tidak perduli dengan bibir pucat mereka, mereka tetap tersenyum, memeluk Hirawan saat Hirawan menyambut mereka.
Ray memicing saat melihat seorang gadis berada di antara anak-anak itu. Melihatnya membuat tubuh Ray benar-benar berputar menatap gadis itu. Ia tersenyum, tertawa bahkan menggendong salah satu anak. Binaran di mata Ray menunjukkan jika ada rasa rindu di balik tatapan itu. Ray terus menatapnya, gadis yang sama seperti di rumah sakit waktu itu. Gadis yang ia kejar, sedangkan gadis itu terus berlari dan akhirnya menghilang.
Saat anak-anak sudah mulai memasuki taman belakang, tempat acara di laksanakan, tatapan Kanaya barulah tertuju pada Ray yang berada di teras. Keduanya saling menatap dalam diam, sesaat Kanaya terhanyut, ada kehangatan yang perlahan mengalir di dadanya, seperti ada sebuah pintu yang ingin Kanaya buka, tapi pintu itu terkunci rapat.
Ray tersentak saat Anjani menyentuhnya, tatapannya beralih sebentar, lalu kembali menuju ke depan, namun Kanaya sudah berbaur dengan yang lainnya.
"Kenapa?" tanya Anjani.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...