SATU

5.5K 373 76
                                    


"Anda benar-benar akan pulang sendirian kali ini?" tanya seorang pemuda sembari memberikan sebuah tiket pada seseorang di hadapannya yang tengah sibuk merapikan jasnya di depan kaca.

Seseorang itu berbalik, dan tersenyum tipis namun terkesan dingin bagi siapapun yang melihatnya. Ia menyambar tiket tersebut dengan tatapan sinisnya.

"Ini bukan tempat dimana kau bisa berbicara formal padaku. Itu menjijikan!" desisnya lalu berjalan meninggalkan pemuda yang berdiri di hadapannya.

"Ray!" pemuda itu berbalik setelah berhasil menghentikan langkah seorang Raiden Hershel Ganendra.

"Tunggulah satu hari lagi. Kita bisa pulang bersama. Kakek pasti akan menyalahkanku jika terjadi sesuatu padamu," ucap Kenzo, pemuda yang saat ini sedang mengutarakan kekhawatirannya.

Kenzo Julian, Ia merupakan sekretaris pribadi Ray. Orang yang sangat mengetahui bagaimana Ray sebenarnya. Orang yang sangat mengerti keinginan Ray, tanpa Ray memberitahunya. Sekretaris sekaligus orang kepercayaan Hirawan Ganendra – Kakek Ray.

Pemuda itulah yang selalu mengurus semua kebutuhan Ray, yang selalu menerima sikap dingin Ray tanpa ada bantahan. Ia mengenal Ray lebih daripada orang tuanya sendiri.

Kira-kira seperti itulah hubungan mereka. Teman? Mereka berada di kedudukan yang sangat jauh untuk dikatakan sebagai teman. Lalu bawahan? Ray bahkan sangat membenci jika ada seseorang yang membicarakan Kenzo di belakangnya.

Mereka saling terkait. Hubungan yang tidak biasa. Ray mempunyai hutang besar pada Kenzo, itulah kenapa dia sama sekali tidak ingin Kenzo memperlakukannya seperti seorang atasan. Seperti yang dia katakan 'Itu menjijikan!'

"Kau sangat tau apa yang paling ku benci? 'KERAMAIAN'. Jadi tidak ada alasan untukku menghadiri acara itu." Ray mengangkat sebelah alisnya. Ia menatap tajam Kenzo lalu berbalik saat Kenzo hanya diam tanpa menjawab apapun pernyataannya.

"PASTIKAN KAU BAIK-BAIK SAJA!" ucap Kenzo setengah berteriak saat Ray sudah hilang dari balik pintu kamar hotelnya. Kenzo mendengus, tidak ada yang bisa menahan ataupun menghentikan Ray, jika keras kepalanya itu muncul.

Ray – dia dingin, sepeti itulah dia. Dia orang yang sangat keras kepala, orang yang hampir tidak mempunyai perasaan apapun. Dia adalah orang yang sangat buruk dari banyaknya orang buruk di dunia.

Kejadian kelam itu benar-benar sudah mengubahnya. 17 tahun, Ray berusaha untuk melupakannya. Tapi kenangan buruk itu terus hidup di dalam dirinya, tumbuh bersama dirinya, dan hidup selagi dia bernapas.

***

Anjani tersenyum kecil, terkekeh tanpa perduli orang-orang sekitar di bandara ini yang sedang memperhatikannya kini.

Ia menggeleng pelan dengan tatapan yang tidak beralih sedikitpun dari layar ponselnya. Memperlihatkan sebuah foto seorang gadis yang tengah mengedipkan matanya dengan rambut ikal miliknya.

Adella Callista Indrani: Gimana penampilan gue? Bagus nggak?

Anjani Balqis Damara: Nggak buruk.

Adella Callista Indrani: Gitu doang?

Anjani Balqis Damara: Terus? Ahh – siapa lagi kali ini? Bartender malam itu? Dancer yang lo temuin waktu ulang tahunnya Max? Atau Penyanyi di Cafe Ariston? Lo udah dapet kontak dari salah satu dari mereka kan?

Adella Callista Indrani: Kayaknya sebelum lo ngobatin pasien lo. Lo harus ngilangin kadar kegilaan lo dulu deh. Di antara 3 orang yang lo tebak. Semuanya nggak ada yang bener gitu? Misalnya, kayak seorang CEO pemilik perusahaan besar. Itu kan lebih enak di denger!

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang