DELAPAN

2.9K 243 6
                                    

Kenzo menghentikan mobilnya sesuai dengan instruksi yang diberikan Ray padanya. Sekilas ia hanya menatap Ray yang tampak kosong menatap ke luar jendela.

Kenzo hanya memperhatikan lelaki itu tanpa berniat untuk mengatakan apapun. Ia membiarkan Ray berkutat dengan pikirannya saat ini. Tidak ada niatnya untuk mencampuri atau bahkan mengganggu Ray yang sedang nyaman di tempatnya.

"Aku bisa meminta bantuanmu?" tanya Ray membuka pembicaraan di antara mereka.

"Sejak kapan kau bertanya tentang hal itu?"

Ray tersenyum kecill seraya menopang dagunya dengan tangan di jendela mobil. "Carikan aku infomasi tentang gadis itu. Siapa namanya? Keluarganya, pekerjaannya, temannya, sudaranya, tempatnya tinggal, dan bagaimana kehidupannya. Kau harus mencari tahu tentang itu bahkan hal-hal kecil tentangnya. Pastikan kau tidak menyisakan apapun."

Kenzo tertegun, ia diam lalu mengangguk pelan meng'IYA'kan tanpa bantahan sedikitpun. Menurutnya, jujur saja Kenzo sedikit tidak setuju. Apa yang dilakukan Ray sungguh di luar batas dari apa yang biasa lelaki itu lakukan.

Menjadikan Anjani tunangan bukanlah hal yang baik tentunya. Ray adalah seorang pewaris sedangkan Anjani hanya seorang gadis biasa yang tidak dikenal oleh siapapun. Ini pasti akan menjadi bahan pembicaraan yang sangat panas di kalangan masyarakat yang mengenal seorang Raiden Hershel Ganendra.

Di sisi lain Ray masih terpaku, bahkan ketika Kenzo sudah kembali melajukan mobilnya, ia masih sibuk berkutat dengan ingatannya beberapa waktu yang lalu. Dimana saat itu pertama kali Ray melihat Anjani menatapnya marah, penolakan Anjani yang sama sekali tidak dipikirkan oleh Ray sebelumnya. Ray mengingat semua itu, tanpa tersisa sedikitpun, bahkan ia sangat mengingat apa yang dikatakan Anjani sebelum gadis itu pergi meninggalkannya.

#

"Apapun itu, aku setuju. Aku ingin kau menjadi Dokterku. Tapi, aku punya syarat untuk itu."

Anjani membalas tatapan Ray, bertanya dibalik tatapan itu.

"Ayo kita bertunangan. Dengan begitu tidak ada yang curiga jika seorang Dokter sepertimu selalu berada di dekatku."

Ray menatap datar Anjani. Tanpa ekspresi disana. Pemuda itu terlalu dingin untuk dimengerti.

Saat ini Anjani hanya bisa melebarkan matanya. Mengepalkan kedua tangannya sebagai isyarat jika dia tidak menyetujui hal ini.

"Kau sendiri yang bilang, jika kau akan memberikan pengobatan yang berbeda dari Dokter-dokter ku yang lain."

Ray menaikkan sebelah alisnya, menatap Anjani penuh percaya diri seakan apa yang ia katakan adalah hal yang bahkan tidak ada siapapun yang bisa menolaknya.

Masih di tempatnya, gadis itu menatap Ray tidak percaya. Ia terpaku dan membeku saat manik hitam pekat itu berhasil mengunci tatapannya. Berusaha untuk mencari candaan meskipun ia tahu, seorang Ray tidak akan pernah bercanda dengan mengatakan hal-hal yang tidak berguna seperti saat ini.

Anjani mendengus saat ia menyadari sesuatu. Tawa kecilnya mulai terdengar, membuat Ray mengernyit bingung. Tatapan percaya dirinya berubah menjadi tatapan penasaran dalam beberapa saat.

"Apa kalian selalu melakukan hal yang seperti ini?" kini giliran Anjani yang menatap tajam Ray, membuat lelaki itu tertegun dan menatapnya penuh arti. "Aku tau kau punya segalanya. Tapi tidak semuanya semudah yang kau pikirkan. Ah – dan mungkin aku belum mengatakan ini. Aku pikir kau tidak akan menanggapi perkataanku, tapi karena semuanya sudah seperti ini. Maaf Ray, aku salah saat itu. Aku berbicara tanpa berpikir. Dan aku harap kau tidak menganggap perkataanku serius. Aku hanya kasihan melihatmu, tapi aku rasa aku tidak perlu melakukannya lagi. Jadi simpan keinginan konyolmu itu!"

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang