Ray membuka sebuah pintu besar tanpa ragu yang akan membawanya menemui sang Kakek di dalam sana. Kakek yang sedang menunggunya, Kakek yang sampai saat ini masih sangat khawatir padanya.
Satu hal yang seringkali tidak Ray pikirkan saat ia mengambil keputusan. Apakah Kakek setuju? Bagaimana perasaan Kakek? Atau bagaimana jika Kakek khawatir padanya?
Ray sama sekali tidak memikirkan hal itu. Bukan berarti ia tidak menyayangi sang Kakek. Hanya saja, Kakek selalu membuatnya sulit melakukan sesuatu. Ada satu kesempatan dimana Kakek selalu menganggapnya lemah, Kakek selalu takut jika sesuatu mungkin akan terjadi jika tidak ada seorangpun yang berada di sisi Ray. Tapi, Ray benci itu. Semua hal itu lah yang membuat Ray tumbuh menjadi pemuda yang sangat keras kepala seperti sekarang.
Justru, jujur saja membuat semua orang khawatir adalah hal yang paling disenangi oleh Ray. Meskipun dia selalu menanggapinya dengan biasa saja.
Hirawan Ganendra, sang Kakek segera menutup buku dan melepas kaca matanya saat melihat Ray yang sudah memasuki ruangan ini. Matanya memerah seiring dengan ia yang kini sudah beranjak mendekat ke arah Ray yang saat ini menghentikan langkahnya.
"Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?" Kakek memegang kedua bahu Ray seraya mendongak menatap Ray yang lebih tinggi darinya.
"Kakek bisa melihatnya sendiri. Itu hanya kecelakaan kecil Kek."
"Kenapa kamu harus mengambil keputusan sendiri? Kenapa kamu nggak pulang sama Kenzo? Apa salahnya menunggu acara itu selesai? Itulah kenapa Kakek selalu menyuruh Kenzo untuk bersamamu. Biar dia bisa memantau keadaanmu. Bagaimana jika sesuatu terjadi? Tidak ada Kakek, tidak ada Kenzo. Apa yang akan kamu lakukan disana?"
"Kakek .. Kakek selalu membuatku bergantung dengan Kenzo. Aku bisa mengurus diriku sendiri."
"Diturunkan mendarat di negara orang dengan keadaan yang serius. Itu yang kamu bilang bisa mengurus diri sendiri?"
Ray menghela napas pelan. Jujur saja, itu juga memalukan untuknya.
"Seseorang menolongku Kek."
"Dan kamu anggap itu keberuntungan?"
Lagi. Ray kembali terdiam. Bagaimanapun, tidak ada yang bisa menyela pembicaraan Kakek.
"Sekarang naiklah dan ganti pakaianmu lalu istirahatlah. Atau kamu mau Kakek panggilkan Dokter untukmu?"
"Aku baik-baik saja Kek."
Kakek mengangguk pelan, lalu menepuk bahu Ray pelan sebelum ia berbalik berniat untuk kembali ke tempat duduknya.
"Tidak ada yang ingin Kakek bicarakan denganku?" tanya Ray kemudian berhasil menghentikan langkah Kakek yang kini sudah kembali berbalik menghadapnya.
"Kakek tidak pernah memberitahuku perihal kedatangannya. Dan sekarang Kakek juga tidak ingin membicarakan apapun?"
Ray menatap tajam sang Kakek. Meminta penjelasan dari tatapan itu.
"Kakek sudah tau jawabannya. Kamu pasti tidak setuju kan?"
"Tapi bagaimanapun dia tetap kembali kan?"
"Suatu saat jay pasti akan kembali Ray. Ini rumahnya juga."
Ray tertegun, ia hanya menghela napas pelan tanpa jawaban apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...