DUA

4.1K 307 34
                                    

Anjani berjalan keluar mengikuti kedua orang Dokter yang tadi menangani Ray ketika mereka sampai dari Bandara dan berakhir di salah satu rumah sakit kebanggaan kota JENEWA, SWISS.

Disini Ray segera mendapat pengobatan yang cukup serius. Terutama di bagian kemerahan yang timbul di seluruh tubuh Ray. Itu memang bukan sebuah penyakit, kemerahan itu timbul karena efek dari kepanikan dan berakhir pada kelemahan yang terjadi di tubuh Ray.

Itu yang mereka katakan.

Tapi setidaknya saat ini semuanya sudah lebih membaik. Tubuh Ray tidak sedingin sebelumnya, ia juga sudah bernapas lebih normal dan denyut nadinya tidak selemah saat di pesawat.

"Kau bilang kau seorang Dokter kan?" tanya seorang Dokter paruh bayah yang berjalan di samping Anjani.

Anjani mengangguk pelan. "Seorang Dokter psikolog lebih tepatnya."

Kedua orang itu menghentikan langkahnya seketika. Menatap Anjani dengan sangat bersahabat diiringi dengan senyum kecil yang terkembang.

"Pertolongan pertamamu sangat membantu untuk kami."

"Aku tidakmembawa alat apapun, Jadi, karena itu aku tidak bisa menanganinya sendiri disana."

"Itu keputusan yang tepat. Tapi, kau tau jika lelaki itu sedang tidak mengidap penyakit apapun kan?"

Anjani terdiam. Dia tahu – sangat tahu!

"Dia memiliki phobia yang menimbulkan efek sangat besar di dalam tubuhnya," ucap seorang Dokter yang lebih muda. "Seperti phobia ketinggian dan ruangan kecil. Biasanya orang-orang seperti dia, akan mengalami panik jika ketakutan itu muncul. Panik yang membuat mereka tidak bisa melakukan apapun selain mengandalkan bantuan orang lain. Tapi, sepertinya panik yang dialami dia adalah panik yang luar biasa. Mungkin ini adalah dua di antara yang lainnya."

Anjani tertegun, menaikkan sebelah alisnya seraya mendengar analisa yang dikatakan Dokter itu padanya tanpa menimpali apapun.

Jujur saja Anjani sudah mengetahui jika ini adalah Phobia. Ketakutan terhadap satu hal yang sangat besar. Bisa di sebabkan karena trauma atau kebenciannya terhadap satu hal.

Kenyataannya, Anjani adalah Dokter Psikolog yang cukup dikenal di Rumah Sakit tempatnya bekerja.

Tapi satu hal yang tidak dia setujui dari analisa Dokter yang baru saja di dengarnya.

Phobia ketinggian dan Ruangan Kecil?

Anjani bahkan tidak berpikir seperti itu. Lelaki itu tidak akan pernah naik ke atas pesawat jika dia benar-benar takut dengan ketinggian. Untuk apa? Untuk menyusahkan orang lain dan untuk menyulitkan dirinya sendiri?

Saat Anjani pertama melihat Ray di bandara, Ray tidak seperti orang yang baru pertama kali naik pesawat. Dia bahkan tampak tenang dengan sikap angkuhnya.

Lalu, takut ruangan kecil? Jikapun itu terjadi. Ray pasti akan mengantisipasinya. Dia tidak akan pernah berani masuk ke toilet yang ada di pesawat dengan ukuran yang sangat minim itu.

Anjani hanya mendesah pelan dan mengangguk seakan setuju dengan pemikiran mereka meskipun dia tidak sepemikiran dengan analisa tersebut.

***

"Nona, ini barang milik pria itu. Kami mengambilnya saat dia sedang melakukan pemeriksaan tadi," ucap seorang suster yang menghentikan langkah Anjani seraya menyodorkan bebarapa barang milik Ray. Tidak banyak, hanya Dompet dan sebuah ponsel. Kedua benda penting yang memang sangat berguna untuk kondisi saat ini.

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang