Jay mengambil napas dalam, kedua tangannya mulai menyentuh pintu besar di hadapannya. Dengan satu tarikan napas, ia membuka pintu itu dengan kedua tangan. Masuk dengan debaran jantung yang semakin kencang dan cepat.
Jay memejamkan mata dengan dahi yang mengernyit. Suara itu seketika terngiang di benaknya. Kenangan itu kembali hadir di pandangannya tepat saat Jay membuka mata.
"Mamaaaaa!!!" Jay kecil keluar dengan kaos singlet putih, dan berdiri dengan teriakan di lantai atas.
"Apa Jay? Kenapa teriak-teriak gitu?" tanya Poppy yang baru saja keluar dari dapur.
"Baju Jay yang dibeliin Kakek kemarin mana? Kok nggak ada di lemari?"
"Kak Jay nggak tahu? Cheryl pikir tersangka utama udah minta persetujuan dulu," sahut Cheryl yang seketika beralih dari TV dan menatap Jay yang ada di atas.
"Maksudnya?"
"Tuh..." Cheryl mengangkat tangan, mengarahkan telunjuknya pada Ray yang baru saja datang bersama Papa dari taman belakang.
"RAAAYY!!!"
Ray terperanjat seketika. Ia mengelus dada dengan bernapas berulang kali saat teriakan Jay begitu menggelegar di ruangan ini.
"Aku masih punya pendengaran yang bagus. Nggak pakek teriak-teriak juga kali, Kak!"
"Baju ... kenapa bajunya kamu pakek? Sembarangan banget yaa!!!"
"Yeee, kemarin Kakak juga pakek kolor aku biasa aja. Celana segitiga aku Kakak pakek, aku nggak pernah marah. Cuma baju doang. Bilang sama Kakek buat beliin yang baru. Yang ini buat aku aja."
Jay melebarkan mulutnya di atas sana, Ray mengangkat kedua bahu dan pergi menghilang dari pandangan Jay. Sedangkan Mama, Papa dan Cheryl hanya bisa terkekeh geli dan saling menatap malu.
"Punya 2 anak cowok, tapi nggak pernah ada privasinya. Gimana kalo udah pada besar."
"Putusin Ma, Cheryl nggak mau punya adek."
"Loh kenapa?" Papa mendekat cepat.
"Karena kalo anaknya cowok, Papa sama Mama bakal tambah pusing. Nah kalo anaknya cewek. Noo!!! Cheryl nggak mau ada saingan. Apalagi sampe kayak mereka itu yang sepinjeman pakaian dalem!" Cheryl bergedik lalu kembali fokus menonton. Tidak perduli jika Papa dan Mamanya kembali tertawa mendengar ucapan gadis kecil mereka barusan.
#
Ray tersentak saat buku yang sedang ia baca diambil begitu saja dengan Jay yang kini terkekeh geli.
"Baca apa sih? Serius amat? Ada minuman, ada makanan, sambil tiduran pula. Tuan besar banget!"
"Jay balikin nggak?" Ray mencoba mendekat, meskipun Jay terus menjauh dibalik meja yang kini menjadi penghalang di antara mereka.
"Eh? Berani panggil aku nama aja?" Jay menyentikkan jarinya kesal.
"Nggak ada Papa dan Mama disini."
"Oh jadi, kalo nggak ada Papa dan Mama sembarangan bisa panggil nama doang?"
Ray hanya diam dan terus mencoba mendapatkan bukunya kembali. "Oke, terserah. Panggil nama juga boleh sih. Lagian kita cuma beda satu tahun doang," ungkap Jay mengangguk pelan.
Ray mendengus dan Jay tertawa kecil. Saat itulah, Jay mengambil kesempatan untuk lari. Ia mengambil langkah cepat untuk menghindar dari Ray. Mereka saling kejar-kejaran tanpa seorang pun yang melarang. Karena kini hanya ada mereka berdua dan beberapa orang yang membantu pekerjaan Mama.
![](https://img.wattpad.com/cover/90890892-288-k916292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...