EMPAT PULUH SEMBILAN

1.1K 83 8
                                    

Chandra memejamkan matanya setelah menerima telepon dari seberang sana yang memberikannya informasi tentang Cheryl dan Anjani. Raut wajahnya sangat kesal. Ia menutup panggilan itu tanpa mengatakan apapun. Lalu seketika mengambil mug mewah di hadapannya dan melemparkannya ke lemari. Di hadapannya sudah ada seorang lelaki yang menundukkan kepala merasa bersalah.

"Seharusnya aku membunuh kedua anak itu," desisnya.

"Tiket anda sudah dipesan, Pak. Untuk sekarang kita harus pergi. Situasi sekarang tidak baik untuk Anda tetap disini. Ray dan Cheryl pasti mengingat kejadian malam itu. "

Chandra terdiam tampak berpikir. Ia mengangguk pelan dengan tangannya yang menggenggam erat. Lelaki itu mulai beranjak dan berniat pergi meninggalkan ruangan kerjanya. Namun, langkahnya terhenti saat pintu ruangannya terbuka, memperlihatkan Divya yang masuk dengan air mata terkembang.

Chandra melebarkan mata terkejut. Ia yang mengantar Divya dan Ana ke Bandara tadi pagi. Tapi, bagaimana bisa gadis itu berada disini sekarang.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Divya menatap Chandra sembari mengingat apa yang ia lakukan 1 jam yang lalu.

***

Divya menghentikan langkahnya di depan tangga escalator menuju ke ruang tunggu keberangkatan. Saat ini ia hanya berdua dengan Ana, tanpa orang-orang Chandra yang sudah pergi setelah memastikan mereka masuk ke dalam.

"Apa yang kau lakukan? Ayo."

"Tante, aku tidak pernah meminta apapun padamu selama ini. Untuk kali ini dan terakhir kalinya. Maukah kau membantuku? Sebagai Mamaku. Aku mohon."

"Tidak, Div..."

"Jangan khawatir. Papa tidak akan melukai Tante. Aku tidak ingin Papa lolos untuk kedua kalinya."

"Kau gila? Dia Papamu?"

"Karena dia Papaku. Hanya aku yang bisa menghentikannya."

"Jangan bodoh, Kakekmu dulu saja tidak bisa menghentikan dia. Tidak ada yang bisa menghentikan ambisinya, Div. Dia akan menyingkirkan siapapun yang menghentikannya. Termasuk keluarganya sendiri."

"Aku tahu. Karena itu, meskipun akhirnya dia akan melukaiku, tidak masalah. Asal tidak ada nyawa yang dia hilangkan lagi."

"Jangan menentangnya. Ayo kita pergi."

"Aku mencintai Jay, Tante. Dia segalanya untukku. Tapi, saat ini aku tidak bisa bersama dengannya lagi. Bagaimana bisa dia bersama dengan orang yang Ayahnya membunuh orang tua bahkan menyakiti keluarganya. Untuk terakhir kalinya, hanya itu yang bisa kulakukan untuknya. Menyerahkan Papa pada mereka. Aku mohon."

***

Seperti itulah akhirnya Divya bisa kembali ke rumah sebelum Chandra berniat untuk pergi. Dengan dibantu Ana, Divya bisa pergi dari Bandara tanpa diketahui orang-orang Chandra yang masih menunggu di depan.

"Mereka baik-baik saja? Syukurlah," gumam Divya tersenyum kecil. "Bukankah, ini akhir dari semuanya, Pa? Cheryl kembali. Mereka mengingat semua kejadian malam itu. Kakek dan Jay pasti tidak akan tinggal diam. Papa tidak akan pernah bisa kemanapun. Pergilah dan serahkan diri Papa. Itu lebih baik."

PAAARRR

Suara Divya senyap seketika. Ia menghela napas panjang merasakan desiran darah yang mengalir di sekujur tubuhnya. Ia menyeka perlahan sedikit darah yang mengalir di sudut bibir. Lalu kembali menatap Chandra dengan tajam.

"Jangan bicara omong kosong. Apa yang kau tahu?"

"Kenapa? Papa pikir aku tidak pernah tahu? Aku sudah memanggil Polisi. Mereka akan datang sebentar lagi."

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang