"Operasi?" tanya Jay begitu kesadarannya kembali normal. Dia yang sudah ditemani oleh Kakek, Divya dan Ayahnya, Chandra yang baru saja kembali dari urusan bisnisnya, kini menatap Dokter Farid yang berdiri di depan kasur Jay.
Jay menatap Dokter Farid tidak setuju.
"Jika aku tidak mau melakukannya. Apa yang akan terjadi?" tantang Jay.
"Jay ini serius."
"Jika memang ini serius. Maka aku yang akan menentukan harus di operasi atau tidak. Ini tubuhku, aku yang lebih mengerti dia baik-baik saja atau tidak."
Jay menatap Dokter Farid dengan tajam.
"Ini untuk kesembuhan kamu, Jay. Kamu tidak mau membuat Kakekmu dan Ray terluka, kan? Selama ini kamu sudah berjuang sendiri. Hanya Operasi kecil saja. Kamu akan membiarkan hatimu membengkak seperti itu?"
Jay menatap Chandra kini. Disisinya, Divya menatap sembari menahan tangis. Ia juga menatap Kakek yang tidak memberikan argumen apapun.
Jay mengangguk pelan. "Akan ku pikirkan. Aku juga punya hak untuk memikirkannya, kan?"
Dokter Farid mendesah. Jay memang sangat keras kepala sejak awal. Lelaki itu hanya mengangguk pelan menyetujui . "Beritahu aku jika kau sudah memutuskannya."
Dokter Farid berlalu setelah Jay mengangguk pelan. Di belakang, Chandra menyusulnya keluar. Sedangkan suasana canggung di ruangan serba putih itu sangat terasa, begitu kepergian Dokter Farid dan juga Chandra.
"Ayolah. Aku baik-baik saja," ucap Jay meyakinkan.
"Ini bukan sesuatu yang bisa kau sembunyikan sendiri, Jay. Kau tidak berniat meninggalkan Kakek seperti Ayahmu, Kan?"
"Kakek."
"Tidak ada yang boleh pergi sebelum Kakek. Kakek sudah melihat kepergian Papamu lebih dulu, dan Kakek tidak ingin melihat kepergian cucu-cucu Kakek. "
"Apa yang Kakek bicarakan?"
"Lakukan operasi."
"Lalu bagaimana dengan Cheryl? Jika, aku melakukan operasi. Aku tidak akan pernah bisa mencari Cheryl, Kek."
"Ray dan Kenzo masih bisa melakukan itu."
"Cheryl adalah adikku. Kakek tahu, Jay selalu merasa tidak berguna menjadi seorang Kakak." Suara Jay mulai terdengar parau. Divya hanya bisa menggenggam tangannya sembari menitikkan air mata. "Sekarang Jay tidak akan melakukan itu lagi. Jay tidak akan membiarkan Ray sendiri. Jadi, Jay mohon. Jikapun harus di operasi. Jay janji Jay akan bertahan sampai kita benar-benar mendapatkan Cheryl. Dan juga, satu-satunya Dokter yang bisa mengoperasi Jay adalah Dokter Emrick. Jay sudah memintanya datang. Dia bilang, jika tidak lusa, tiga hari lagi dia akan datang ke Indonesia."
"Benarkah?"
Jay mengangguk cepat dengan mata memerah. Satu tangannya yang lain kini sudah meraih tangan Kakek. Menggenggam tangan rentah itu dengan pelan.
"Kakek percaya Jay, kan? Jay tidak pernah mengingkari janji. Saat-saat terberat Jay, sudah Jay lewati dengan baik. Bahkan Jay menepati janji dengan kembali dalam keadaan baik-baik saja. Karena itu, Jay akan menepati janji untuk yang kesekian kalinya."
Hirawan membalas genggaman cucunya itu dengan erat. Ia sudah tertunduk dengan buliran air mata yang menetes. Divya langsung memeluk Kakek. Sedangkan, Jay berusaha tersenyum menahan air mata tanpa bergerak dari posisinya.
***
Kenzo membuka pintu kamarnya, matanya yang masih sembab, karena semalaman tidak tidur memicing. Ia menatap Ray yang juga baru bangkit dari sofa, dengan mata yang tak kalah sembab.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...