Seorang bocah kecil terbangun dari tidurnya yang cukup lelap. Mungkin sudah 1 jam atau bahkan 2 jam ia berbaring di ranjang nyaman itu. Berbaring hingga tertidur dengan rasa lelah yang membuncah. Sebelum ia terusik dengan suara isakan tangis yang kini membuatnya terbangun dan beralih duduk untuk mendengarkan tangisan itu secara lebih jelas.
Apa ini hanya mimpi? Atau mungkin benar ada seseorang yang menangis di luar sana?
Bocah itu mengucek-ngucek matanya, sedikit menguap dan meregangkan tubuh kecilnya sebelum ia beranjak dan berjalan keluar dari kamar. Langkahnya perlahan, hampir tak terdengar saat ia dengan hati-hati mencari asal suara yang semakin jelas di telinganya.
Bocah itu memiringkan sedikit kepalanya pada sebuah pintu kamar yang tidak tertutup hingga memperlihatkan celah kecil untuknya bisa melihat sesuatu di dalam sana. Gadis kecil, yang bahkan lebih kecil darinya sedang menangis tersedu seraya memeluk erat boneka kelinci kesayangannya.
Bocah itu menghela napas pelan, lalu membuka pintu di hadapannya dengan sangat hati-hati.
"Cheryl .." panggilnya lirih.
Gadis kecil yang bernama Cheryl itu menoleh dengan air mata yang memenuhi hampir seluruh wajah mungilnya. Ia semakin terisak dan tangisnya semakin pecah, membuat bocah lelaki itu berlari memeluk tubuh kecil Cheryl hanya untuk memberikan ketenangan disana.
"Diamlah, kenapa kamu nangis?"
"Kak Jay? Dimana dia? Aku merindukannya kak? Kenapa dia nggak pernah nelpon kita? Kenapa dia pergi gitu aja bahkan tanpa pamit sedikitpun."
Bocah itu terdiam tanpa jawaban apapun.
"Kak Ray ... Aku ingin Kak Jay kembali. Aku ingin dia bisa sama kita lagi."
"Untuk apa? Bukannya udah ada Kakak disini? Kita akan baik-baik aja tanpa dia," ucap Ray berusaha untuk tersenyum.
"Dia Kakakku. Dan Kak Ray juga Kakakku. Gimana bisa kita akan baik-baik aja tanpa dia? Bukannya kita saudara?"
Ray terdiam, tertunduk tanpa bisa mengatakan apapun.
"Berjanjilah untuk tidak membencinya. Kakak boleh marah padanya tapi jangan membencinya. Berjanjilah .. aku mohon."
Ray terdiam, masih tertunduk di tempatnya.
"Aku mohon. Lihat aku dan katakan Kakak nggak akan membencinya."
"Berjanjilah Kak berjanjilah."
"Aku mohon berjanjilah."
Ray tersentak, matanya terbuka cepat seiring dengan hembusan napasnya yang sempat tercekat. Ia beranjak dan duduk di tepi ranjang dengan peluh yang sudah membasahi seluruh tubuhnya.
Lagi! Bahkan AC yang sudah bersarang di dinding pun tak mampu untuk membuat tubuh Ray jauh dari keringat. Setiap waktu, setiap hari, Ray akan terbangun di tengah malam dengan peluh yang memenuhi seluruh tubuhnya.
Membuat ia harus terpaksa bangun hanya untuk mengganti kaos yang basah. Biasanya, hal ini sudah biasa dihadapi Ray. Ia bahkan akan kembali tertidur setelah mimpi-mimpi itu mengusiknya. Namun anehnya, kali ini bukan mimpi mengenai kecelakaan itu. Bukan juga suara-suara mengerikan yang biasa Ray dengar. Tapi kali ini, ia benar-benar melihat sosok Cheryl, gadis kecilnya yang tidak sempat beranjak dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PHOBIA
Romance Ruangan terkunci Gelap Hujan Api Menyetir Suara Ambulance Rumah sakit Darah *** Raiden Hershel Ganendra, takut pada semua hal itu. Kebenciannya pada banyak hal, menyebabkan ia tidak bisa menahan emosinya dan ber...