EMPAT PULUH

1.3K 121 19
                                    

Ray tertunduk di sofa yang berada berhadapan dengan ranjang sang Kakek. Didepannya sudah ada Dokter Chris, Dokter keluarga mereka yang sedang memeriksa Kakek. Dokter Chris bilang, jika tekanan darah Kakek tinggi. Badan Kakek juga sedikit panas. Karena itu, Kakek disuruh istirahat total. Jika tidak, kemungkinan keadaan Kakek memburuk bisa terjadi.

Ray berdiri, saat Dokter Chris mulai membereskan peralatannya.

"Kakekmu hanya perlu istirahat. Jangan terlalu khawatir. Ini penyakit tua, sudah hal biasa."

Ray memaksakan senyumnya saat Dokter Chris menepuk bahunya sebelum pergi. Ray menatap kepergian Dokter Chris tanpa mengantar keluar. Ia berjalan menuju Kakek kini, beralih duduk di kursi tepat disamping ranjang Kakek.

Ia menatap wajah lelaki paruh baya itu dengan sendu. Ada rasa sesal dan rasa besalah yang tersirat mengingat bagaimana ia menatap sang Kakek semalam. Ray hampir lupa, jika Kakek adalah satu-satunya keluarga yang saat ini ia punya.

Ray tertunduk dengan helaan napas pelan. Perlahan tangannya terulur meraih tangan Kakek yang sedang tertidur pulas. Kedua tangannya mulai menggenggam tangan hangat itu, tangan yang selama 17 tahun ini membesarkannya sendiri.

"Maaf Kek," ucap Ray lirih.

"Ray."

Ray tersentak, menatap Kakek yang sudah membuka matanya. Mata teduh itu menatapnya dengan penuh kasih sayang, sama seperti sebelumnya.

"Ray minta maaf tentang yang semalam."

Kakek menggeleng dengan senyuman kecilnya. "Kakek yang salah. Kakek yang memulai semuanya. Bagaimana dengan Anjani? Kau sudah berbicara dengannya?"

"Nanti. Aku pasti akan berbicara dengannya nanti." Saat ini Ray benar-benar tidak tahu bagaimana keadaan Anjani. Ia tidak bisa berharap jika Anjani akan menghubunginya. Tapi, saat ini Ray pun butuh waktu untuk bisa menghubungi Anjani.

"Kakek, juga harus minta maaf padanya."

"Dokter Chris bilang, Kakek harus istirahat. Jangan memikirkan apapun dulu. Ray akan bicara padanya, dan menjelaskan semuanya. Karena itu, Kakek harus sembuh. Ray tidak mau melihat Kakek terbaring seperti ini."

Kakek mengangguk, lalu kembali memejamkan matanya dengan kedua tangan Ray yang masih menggenggam tangannya. Meskipun Hirawan tidak bisa diam saja tanpa memikirkan apapun. Perbuatannya dulu sudah membuat cucu-cucunya terluka, bahkan Anjani yang sudah ia anggap sebagai cucunya sendiri. Hirawan menyayangi Anjani seperti Cheryl. Gadis itulah yang sudah masuk ke dalam keluarganya dan memberikan warna baru, terutama untuk Ray yang selama ini hampir tidak tersentuh.

#

Ray berhenti di depan pintu besar ruangan kerja sang Kakek. Ia menoleh saat melihat pintu itu terbuka. Tatapannya redup saat melihat Jay sedang duduk di meja kebesaran Kakek sembari mencari sesuatu di komputer yang berada di atas meja tersebut.

Ray melangkah masuk dengan sangat perlahan. Ia berjalan tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Membuat Jay menyadari kehadirannya saat Ray sudah dekat, bahkan Ray sudah duduk di depan meja Kakek, tepat di hadapannya saat ini.

"Kau sudah melihat Kakek?"

"Hmm."

Jay mengangguk pelan, mengerti.

"Aku sedang mencari artikel tentang kecalakaan itu. Meskipun semuanya sudah tidak ada di pencarian, tapi aku yakin Kakek menyimpannya. Ah, satu lagi. Aku berhasil mendapat nama-nama wartawan yang meliput dan mencari tahu tentang kecelakaan itu. Tapi, anehnya wartawan itu dipindahkan sesaat setelah kasus di tutup. Bukankah itu aneh?"

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang