"Please Save Me" [20]

7.4K 616 21
                                    

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan tatapan sayu, tengannya kini terangkat meremas kaus putih yang Iqbaal pakai. "Gendong.."lirih (Namakamu) dengan suara pelan.

Iqbaal tentu tidak menolak dan langsung menggendong (Namakamu). Belum selangkah Iqbaal meninggalkan kamar mandi, (Namakamu) kembali memuntahkan segalanya yang sukses mengotori kaus putih Iqbaal. Tidak lama setelah (Namakamu) muntah di gendongannya, Iqbaal kini mendengar (Namakamu) menangis.

"Kau bau! jadi aku tidak tahan.."

Bau?

Tangan (Namakamu) yang awalnya melingkar di leher Iqbaal mulai memukul-mukul dada bidang Iqbaal membuat Iqbaal hampir kehilangan keseimbangan.

"Ini semua salahmu! Kau bau maka nya aku mual-mual seperti ini, kau bauuuuu!!!"

Ya, terus saja katakan Iqbaal bau. Dengan hati memanas Iqbaal langsung menurunkan (Namakamu) dari gendongannya membuat (Namakamu) terkejut dan semakin kencang menangis.

"Gendong.."

Sial. Sebenarnya apa mau (Namakamu) sekarang? tadi pembunuh, lalu bau, dan sekarang gendong, setelah ini apa lagi?

Iqbaal berdecak geram, sebisa mungkin Iqbaal menahan kekesalannya pada (Namakamu). Tidak tahan mendengar suara tangis (Namakamu), Iqbaal akhirnya kembali menggendong (Namakamu) yang tentu langsung membuat (Namakamu) menghentikan tangisnya dan tersenyum.

"Kau menyebalkan (Namakamu). Andai saja kau tidak sedang mengandung mungkin aku akan langsung menghabisimu di ranjang detik ini juga."ucap Iqbaal dengan suara dinginnya yang hanya ditanggai senyuman mengejek oleh (Namakamu).

Iqbaal membawa (Namakamu) menuju tempat tidur, membaringkan (Namakamu) lalu meminta (Namakamu) untuk tidak kembali merepotkan dirinya lagi. Setelah itu Iqbaal langsung bergegas berganti baju, tidak mungkin ia tidur dengan kaus penuh muntah seperti ini.

(Namakamu) tersenyum memperhatikan Iqbaal. Entah mengapa (Namakamu) justru senang melihat Iqbaal bersabar akan ulah merepotkan yang ia berikan. Rasanya sudah lama (Namakamu) tidak melihat Iqbaal mati-matian menahan amarah seperti tadi, kali ini (Namakamu) benar-benar puas melihatnya. Setidaknya (Namakamu) lega karena Iqbaal masih siap siaga bersabar untuk dirinya.

Iqbaal sudah mengenakan kaus baru, kali ini berwarna hitam polos. Iqbaal melangkah menuju tempat tidur, sebelum berbaring di samping (Namakamu) Iqbaal memberi tatapan penuh memohon pada (Namakamu), memohon agar (Namakamu) tidak mengotori kausnya lagi. Memahami tatapan Iqbaal, (Namakamu) tertawa lalu mengangguk dan langsung menarik Iqbaal agar berbaring di sampingnya. Iqbaal hanya tersenyum saat (Namakamu) merapatkan diri.

(Namakamu) memeluk Iqbaal  dengan erat. "Aku mencintaimu."ucap (Namakamu) penuh ketulusan.

Iqbaal mengecup kening (Namakamu). "Ya, aku tahu."setelah itu tangan Iqbaal mengusap lembut pipi (Namakamu).

Oh ayolah, mereka berdua berbaring dan melupakan Raveno yang duduk di tempat tidur dengan mata yang terfokus menatap kemesraan ayah dan ibunya. Dengan kencang Raveno mengeluarkan suaranya membuat perhatian Iqbaal dan (Namakamu) tertuju padanya. Terlihat jelas betapa merahnya pipi (Namakamu), begitupun juga dengan Iqbaal, mereka berdua merasa malu pada Raveno. Dengan cepat (Namakamu) beranjak dari tempat tidur lalu menggendong Raveno dan membawanya keluar kamar, sepertinya Raveno sudah harus tidur malam ini. (Namakamu) akan menyusui Raveno di kamarnya, di kamar putra kecilnya itu.

***

Acara televisi pagi ini sungguh membuat (Namakamu) tergiur ingin berkebun. (Namakamu) sudah tiga kali menghubungi Iqbaal dan memberitahukan keinginannya ingin berkebun pada Iqbaal. Hari ini Iqbaal berangkat ke kantor mengingat cuaca tidak seburuk kemarin. Setelah (Namakamu) memberitahukan keinginannya ingin berkebun pada Iqbaal, respon yang (Namakamu) dapat tidak seperti yang (Namakamu) bayangkan, Iqbaal tidak menyutujui keinginannya. Hal tersebut tentu membuat (Namakamu) mengamuk marah di telpon, Iqbaal bahkan di buat pusing karena suara tangisan (Namakamu) di telpon mengganggu jam kerjanya pagi ini.

"Please Save Me"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang