Siang ini berawan dan tidak terlalu terik. Raveno dan Ruby duduk di sebuah bangku taman sambil menikmati ice cream yang mereka beli beberapa menit lalu. Masih tergambar raut bahagia di wajah Raveno dan Ruby. Sesekali Ruby memalingkan wajah berusaha menutupi rona merah di pipinya saat mengingat apa yang baru saja terjadi hari ini. Ruby masih tak percaya jika Raveno mengambil ciuman pertamanya. Dan Ruby sama sekali tidak menyesali itu."Mau kado apa dariku?" Raveno tiba-tiba bertanya membuat fokus Ruby sepenuhnya tertuju pada Raveno.
Ruby tersenyum malu-malu, lalu tertawa kecil sebelum menanggapi pertanyaan Raveno. "Terserah, lagi pula aku sama sekali tak mengharapkan kado apapun darimu. Kamu mau belajar bersamaku saja itu sudah cukup sebagai kado yang paling berarti untukku." ucap Ruby menatap Raveno penuh arti.
Raveno tersenyum tipis. "Kamu berucap seperti gadis dewasa dan itu cukup membuatku terkagum."
Ruby tersipu. "Aku ini sudah 16 tahun, bukankah itu cukup untuk di sebut dewasa? lagi pula aku berucap sepenuh hati. Uhmm.. Veno makasih sudah mau berbaik hati padaku."
"Berbaik hati? Aku harap kamu tak menyesal mengucapkan itu padaku. Aku bahkan merasa kalau aku begitu jahat padamu, kamu itu benar-benar perempuan yang 'menarik'."
Dan saat itu Ruby tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum senang. Raveno dan Ruby saling menatap, cukup lama mereka bertatapan sampai mereka di sadarkan dengan ice cream yang mencair mengotori tangan mereka. Raveno dan Ruby salah tingkah bersama, mereka cepat-cepat membersihkan ice cream yang mencair itu. Tidak lama setelah itu, mata mereka kembali bertemu, senyum mereka kembali terukir sampai akhirnya mereka tertawa bersama.
**
Hari sudah sore namun Raveno belum juga kembali. Iqbaal dan (Namakamu) berencana untuk makan malam di luar bersama Raveno tapi anak itu justru entah ada dimana. (Namakamu) sudah berkali-kali menghubungi Raveno dan sangat di sayangkan karena (Namakamu) menemukan ponsel Raveno berdering di sofa. Raveno lupa membawa ponselnya. Sekarang tidak ada yang bisa di lakukan selain menunggu Raveno sampai pulang.
"Kencan remaja memang sangat merepotkan." Iqbaal mengerling, waktu terbuang hanya untuk menunggu Raveno pulang dari kencannya.
(Namakamu) menghela napas panjang sebelum akhirnya mendekati Iqbaal yang sekarang terduduk sambil menatap malas layar televisi.
(Nammakamu) duduk di pangkuan Iqbaal, lalu memeluk Iqbaal."Aku lapar.." rengek (Namakamu) manja di telinga Iqbaal.
Iqbaal tersenyum geli. "Bukankah sepeluh menit yang lalu kau baru saja menghabiskan dua buah pie strawberry? dan apa itu belum cukup untuk mengganjal perutmu?" ucap Iqbaal si sertai tawa kecil.
(Namakamu) cemberut sambil menunjukan tampang memelas. "Di dalam sini ada seorang bayi! dan dua buah pie belum membuat dia kenyang." ujar (Namakamu).
Iqbaal menggeleng sambil tertawa. Tangan Iqbaal mengelus perut besar (Namakamu), Iqbaal sedikit terkejut saat ada tendangan yang ia rasakan setelah satu menit mengelus perut (Namakamu). Iqbaal langsung menatap (Namakamu) sambil menunjukan wajah bahagianya.
"Dia sudah menendang!" seru Iqbaal bahagia.
(Namakamu) mengangguk dan meminta Iqbaal untuk tetap mengelus perutnya. "Tentu saja. Bagaimana? tendangannya sangat hebatkan? Hihihi.."
Iqbaal mengangguk. Iqbaal benar-benar sudah tidak sabar menunggu kelahiran anak kedua--keempat jika seandainya dulu (Namakamu) tidak mengalami keguguran. Iqbaal berharap kali ini Tuhan mengizinkan bayinya untuk lahir ke dunia. Iqbaal juga berharap semoga saja bayinya kali ini perempuan.
(Namakamu) bisa melihat raut bahagia di wajah Iqbaal. (Namakamu) lalu memberikan kecupan lemmbut di bibir Iqbaal.
"Kau ayah paling tampan."
![](https://img.wattpad.com/cover/52590224-288-k665484.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
"Please Save Me"
RomanceKehidupan kelam yang begitu menyelimuti hidupnya membuat Pria bermata hazel ini ingin segera mengakhiri hidupnya. Tanggung jawab sebagai seorang CEO sudah cukup membuatnya merasa jengah, terlebih dengan kejadian dimana ia begitu bodoh terjerumus dal...