"Please Save Me" [35] - Mr.Dhiafakhri..

6.8K 520 21
                                    

"Maaf..maaf..maaf!!"

Tangisan (Namakamu) semakin pecah. (Namakamu) memeluk Iqbaal berharap Iqbaal tidak akan membencinya setelah ini. Jika Iqbaal sampai membencinya setelah ini (Namakamu) yakin ia tidak akan bisa hidup lagi dan memilih untuk mati karena hanya Iqbaal lah yang (Namakamu) butuhkan dalam hidupnya--setelah Raveno tentunya.

Melihat tangan Iqbaal yang di balut gips semakin mengiris hati (Namakamu). "Aku benar-benar istri yang jahat..maafkan aku.."

(Namakamu) terus memandangi wajah Iqbaal sampai seluruh perhatiannya sekarang terfokus pada mata Iqbaal yang perlahan mulai terbuka. Iqbaal sudah sadar dan mata hazel itu menatap (Namakamu) dengan tatapan yang sulit diartikan.

(Namakamu) langsung memeluk Iqbaal tanpa peduli Iqbaal akan membencinya setelah tahu bahwa semua yang ia lakukan adalah hal bodoh hingga membuat Iqbaal dan Fakhri mengalami kecelakaan. Iqbaal masih terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk menanggapi permintaan maaf (Namakamu) yang terus keluar penuh penyesalan.

"Maaf aku tidak bermaksud membuatmu dan Fakhri celaka..ini semua salahku..maaf baal.." ucap (Namakamu) mengakui kesalahannya. "Kau celaka karena kesalahanku, aku..aku sama sekali tidak menngalami pendarahan..yang aku katakan di telpon itu bohong..sekali lagi maafkan aku!" ucap (Namakamu) lagi kali ini dengan isak tangis yang semakin kencang.

Iqbaal masih terdiam belum menunjukan reaksi apapun. Iqbaal menghela napas lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Entahlah, Iqbaal sungguh tak bisa marah pada (Namakamu) begitu melihat airmata (Namakamu). Iqbaal tidak punya pilihan lain selain diam menyimpan amarahnya.

Melihat Iqbaal hanya diam seperti mendapat sebuah tusukan belati di dada. Iqbaal pasti sangat marah sampai tidak dapat berkata-kata demi meluapkan amarahnya. (Namakamu) benar-benar layak mendapatkan hukuman saat ini.

"Baal.." lirih (Namakamu) menyentuh tangan Iqbaal.

"Berhentilah menangis.." ucap Iqbaal dengan suara berat yang sekarang terdengar sedikit serak.

"Aku tahu kau pasti marah, tapi tolong maafkan aku.."  (Namakamu) tidak akan tenang jika Iqbaal belum memaafkan apa yang telah dilakukannnya dan airmatanya akan terus berjatuhan jika Iqbaal masih tetap diam seperti sekarang.

Iqbaal benar-benar tidak ingin meninggikan suaranya untuk meluapkan kata-kata yang tersangkut di tenggorokannya. Iqbaal tahu jika sekalipun ia menyuarakan amarahnya semua tidak akan dapat mengubah keadaan, toh ia sudah berada di rumah sakit sekarang dengan hadiah gips di tangannya.

"Aku tidak marah, jadi tidak perlu meminta maaf lagi." ucap Iqbaal masih tidak menatap (Namakamu).

(Namakamu) menggeleng. "Kau berbohong! kau mengucapkannya tanpa menatap mataku!" ujar (Namakamu) tahu jika Iqbaal pasti berbohong dengan menyembunyikan amarahnya.

Iqbaal mendengus pelan. "Aku tidak bohong. Lagi pula ini semua sudah terjadi, kalaupun aku marah padamu itu tidak akan dapat mengembalikan keadaan seperti semula. Kecelakaan ini mungkin jawaban agar aku tidak terlalu sering menghabiskan waktuku untuk bekerja, kondisiku sekarang pasti akan membuatku sibuk di rumah dan itu pasti membuatmu senang karena kau tidak akan kesepian. Itukan yang kau mau?" Ucap Iqbaal kali ini menatap mata (Namakamu) dalam-dalam.

Perkataan Iqbaal benar-benar menusuk hati (Namakamu). Walau tidak ada nada bentakan namun perkataan Iqbaal menyinggung (Namakamu). Butuh waktu sekitar sepuluh detik sampai butiran airmata (Namakamu) kembali berjatuhan dengan deras. (Namakamu) menghapus airmatanya lalu mencoba untuk berhenti menangis, sepertinya ini sudah cukup. (Namakamu) tidak mau memulai percakapan lagi atau menangis lagi, (Namakamu) mencoba untuk mengukir senyum walau bibirnya masih gemetar ingin terus mengeluarkan isak tangis.

"Please Save Me"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang