BAB 4

4.8K 519 80
                                    

"Secara teoritis saya meyakini hidup harus dinikmati, tapi kenyataannya justru sebaliknya-karena tak semuanya mudah dinikmati."

(Charles Lamb)

***

QUOTES dari Charles Lamb memang ada benarnya, bagi Thania. Banyak orang berkata bahwa, hidup harus dinikmati. Namun, kenyataan justru berkata sebaliknya. Contoh sederhana, Thania enggak bisa menikmati ocehan guru BK yang sedang berdiri di hadapannya dan ocehan guru BK merupakan bagian dari hidupnya.

Kicauan Bu Atmi tentang bagaimana mendapatkan jalur SNMPTN seolah bertransformasi menjadi lagu Nina Bobo khusus untuk Thania, mengalun lembut dalam pikirannya. Karena itu, Thania memutuskan untuk mengheningkan cipta di atas meja.

Maulida, teman sebangku Thania, melongok ke samping kanannya. Mendapati Thania tengah mencium mejanya, mesra. Kata Pak Sutris, kalau waktu sudah mendekati bel pulang, biasanya setan-setan merayu keturunan Adam untuk masuk ke dunia semu yang menyenangkan.

Dan Maulida membenarkan perkataan Pak Sutris. Mungkin Thania lelah. Jadi, Maulida membiarkan Thania tidur sesuka hatinya.

Prinsip Maulida: tidur itu manusiawi. Tidak ada yang salah.

Panggilan dari Tuhan sontak membuat Thania tersentak, gelagapan. Untung saja panggilan yang dimaksud sang penulis bukanlah kematian Thania. Sebab sang penulis tahu, Thania punya banyak dosa dan hampir semua utangnya belum lunas.

Suara azan mengalun merdu ke seluruh penjuru sekolah, itu berarti sudah waktunya untuk menjalankan ibadah shalat dzuhur.

"Yak, kita shalat dulu," ajak Bu Atmi, berhenti mengoceh soal SNMPTN dan sebangsanya, alih-alih mengajak bertobat.

Dengan semangat empat lima, para siswi di kelas Thania langsung mencomot rukuh mereka dan ngacir ke bawah. Lain halnya Thania, biasanya dia ke kelasnya Mila dulu sebelum mengambil air wudhu.

Bertepatan saat Thania keluar, Evan juga keluar. Berpapasan dengannya. Sikapnya mendadak dingin, tak sehangat seperti tadi waktu istirahat. Seolah hubungan di antara mereka tak lebih dari sekadar orang asing.

Thania tak menggubris. Namun, diam-diam benaknya bertanya.

***

Setelah mengambil air wudhu dan selamat dari cipratan maut Pak Joni, Thania masih waswas dan alarm bahaya masih meraung-raung dalam pikirannya. Efek membaca cerita laga di wattpad, mungkin Thania mendadak jadi skeptis. Terlebih hampir semua cerita laga karya seorang penulis dengan nama pena Gayungs pun sukses membuatnya tergelak dan ngeri sendiri.

Omong-omong soal cipratan maut Pak Joni, tadi Thania dengan kurang ajarnya meledek Pak Joni ketika beliau baru saja mengambil air wudhu. Setahu Thania, Pak Joni jarang salat di masjid sekolah. Beliau lebih sering salat di masjid luar.

Ledekan Thania untuk Pak Joni: alhamdulillah, Pak Joni sudah sadar. Pak Joni sudah dibukakan pintu hatinya. Pak Joni sudah diberi hidayah.

***

Pembacaan hadist memang sering dilakukan setelah selesai melakukan shalat berjama'ah. Thania duduk bersila, nyaris dengan tatapan kosong. Thania memang tak sepenuhnya mendengarkan pembacaan hadist dari pengurus rohis. Sebagian pikirannya mengambang; sebagian pikirannya tengah sibuk menjodohkan Melati dan Krishna; sebagiannya lagi ... entah kenapa ia memikirkan Evan.

Sekali lagi, Thania tidak jatuh cinta. Thania cuma penasaran. Anak itu sukses membuat Thania terkena insomnia karena cowok itu.

"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," demikian penutup dari Wildan, sang ketua rohis.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas seluruh jama'ah serentak.


Thania turun, kali ini ia tidak cuma sama Mila. Ia bersama Zahra dan Nur. Kalau kata Mila, setiap waktu salat mereka acapkali melakukan reuni. Seperti yang kalian tahu, Thania, Mila, Zahra, dan Nur dulunya teman sekelas waktu kelas X. Namun semenjak naik kelas dan beda jurusan, akhirnya mereka berpisah.

Ekor mata Thania menangkap sebuah pergerakan. Saat ia melihatnya, seluruh anggota tubuhnya mati sejenak. Namun, Thania membuang muka, segera meninggalkan masjid.

"Kenapa, Thante?" tanya Zahra penasaran, menyebut Thania dengan julukan Thante.

Pandangan Thania kosong, menghentikan aktivitas mengikat tali sepatu sejenak, kemudian melanjutkannya kembali. "Dia melihatku untuk yang kesekian kalinya."

Nur mengernyit heran. "Dia? Dia siapa?"

"Seseorang yang selalu membuatku penasaran, bertanya-tanya tentang segala tingkahnya kepadaku. Seseorang yang belum terlalu kukenal."

Thania beranjak, mengambil rukuhnya, dan menarik langkah pergi meninggalkan teman-temannya. Sendirian.

Hello, Evan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang