MENUNGGU itu tidak enak. Eco Green Park belum kunjung buka. Thania dan Nindi menjadi gembel dadakan bersama 253 anak yang lain. Mentari semakin meninggi dan terik dalam waktu bersamaan. Thania benci suasana ini.
"Ah, aku pengen cepet-cepet ke hotel!" seru Nindi setengah mengerang, lebih mirip orang gila yang mau memberontak. "Aku tidak suka perasaanku digantung begini. Dikata aku ini jemuran Emak."
Thania memijat kening nyaris depresi. "Bentar lagi buka, Nin. Bentar lagi buka."
Akan tetapi, Thania merasa semua itu sia-sia. Nindi tak pernah mendengarnya. Mau sampai mulut Thania berbusa-busa pun, Nindi tak akan mendengarnya.
Jauh dari jangkauan Thania, Evan mendekat. Ia memandang punggung Thania dari tempatnya. Dengan mantap, Evan duduk di sana tepat membelakangi Thania. Canggung, itu yang dirasakan Evan. Aku ada di belakangmu, Thania.
Akan tetapi, Thania tak merespon. Gadis itu beranjak ketika ada yang menyoraki kalau sebentar lagi Eco Green Park akan segera dibuka. Detik itu, Evan membuang napas resah. Aku datang, kamu pergi. Emang bakat jadi jomblo kamu, Van.
Hampir setengah jam Thania menunggu dan menurutnya ini penipuan massal. Bagaimana tidak? Coba bayangkan, ada orang yang berteriak kalau Eco Green Park sudah dibuka. Akan tetapi, apa yang Thania dapakan? Goyangan dari lima wanita dan dua badut berpakaian hewan.
"Kembalikan dua puluh menitku yang berharga." Thania memicingkan mata.
"Aku pengen ke hotel!" Nindi mengerang tak sabar.
"Iya, nanti malam kita ke hotel," ucap Thania keibuan. "Udah enggak usah mengerang-erang begitu. Tell the guards to open up the gate!"
"The gate!" Nindi pun ikut menyanyi bersama Thania di depan gerbang yang terkunci rapat.
Thania memukul tiang di sebelahnya kasar, sukses mengagetkan orang-orang di dekatnya termasuk guru sekalipun. "Here I stand and here I'll stay! Let the storm rage on! Pegel berdiri woy!"
Antrean di depan Thania akhirnya bergerak. Rasanya seperti ada dua malaikat yang membawanya terbang dan Thania menikmati embusan angin. Akhirnya! Akhirnya yang aku tunggu-tunggu tiba juga! Semesta mendukungku! Thania bersorak dalam hati.
Thania menoleh dan memergoki Evan di sana, bersama para wanita dan dua badut yang dikutukinya tadi. Evan di sana, menunjukkan poster pagelaran tunggal yang akan dimainkan olehnya dua bulan mendatang ke semua orang.
Biji mata Evan bergerak ke arahnya sekilas. Itu yang dilihat Thania dan akan selalu Thania ingat sampai kapan pun itu. Terputus, Thania masuk ke sana lebih dulu dari Evan.
***
Tak ada yang lebih menarik dari menikmati wahana yang disuguhkan. Beberapa foto sudah diambil dan Thania siap menapakkan kaki ke area selanjutnya sebelum angkat kaki dari Eco Green Park.
"Mau masuk ke teater ini, Than?" Nindi menunjuk-nunjuk gedung teater yang ia maksudkan.
"Boleh," jawab Thania santai. Ia melangkahi pembatas di depannya dengan mudahnya seolah-olah ia adalah pemilik Eco Green Park.
Nata yang sedari tadi ikut bersama Thania dan Nindi sampai melotot melihat tingkah teman SMP-nya itu. "Than, please. Itu ... kejahatan."
"Kejahatan itu kalau pas muda enggak nakal sedikit. Aku enggak mau hidupku datar-datar aja. Kayak enggak punya masa muda aja." Thania mengibaskan tangannya acuh tak acuh, semakin mendekati antrean sebelum semakin panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Evan!
Teen FictionKehidupan Thania Ira Pertiwi mendadak "horor" begitu ia menduduki bangku SMA. Sosok lelaki bernama Evan Dio Pratama sekonyong-konyong menjadi salah satu dari kepingan hidupnya. Alih-alih cinta pada pandangan pertama, Thania justru risi karena Evan s...