BAB 10

2.6K 300 55
                                    

SEKALI tegukan. Evan mengacak-acak rambutnya frustrasi setelah menghabiskan satu gelas air putih berukuran besar. Menatap meja belajarnya setengah gila.

Atau jangan-jangan kamu emang suka sama Thania ya?

Lagi-lagi perkataan Ivan tadi menghantui pikirannya. Apa benar ia sedang jatuh cinta? Evan menatap ke luar jendela, memandang langit biru dan rumah-rumah di sekitar. Headset yang biasa ia pakai di sekolah, kini tak lagi ia pakai. Evan sedang tidak berminat untuk mendengarkan lagu di rumah.

Ingatan itu kembali terlempar, ketika ia memergoki Thania sedang memandangnya penuh selidik. Tatapan yang sering Evan lihat setiap ia menelisik mata cokelat agak terang milik Thania. Persis seperti kejadian satu tahun lalu.

Saat itu, Evan sedang berjalan bersama Alan. Melangkah melewati koridor kelas X dan tanpa sengaja menangkap sebuah sosok gadis yang kala itu tengah memandangnya lekat. Gadis itu jongkok dan memakai kacamata minus. Perawakannya kurus, tetapi sepertinya tinggi.

Tatapannya memang lekat dan penuh selidik, seolah gadis itu tengah meneliti sesuatu dan berusaha menebus rasa penasarannya. Gadis itu tak lain adalah Thania.

Memang, dari kelas X, kelas Evan dan Thania selalu bersebelahan. Bahkan kini, kelas mereka hanya berbataskan sebuah rolling door tua. Evan enggak tahu, apa ini kebetulan atau keisengan para guru belaka. Namun, entah bagaimana Evan bisa menyukainya.

Suatu ketika, Evan sedang mengerjakan tugas tepat di depan kelasnya di bangku taman. Tempat itu nyaman, sebab bangku itu letaknya berada di bawah pohon dan waktu kelas X, Evan sangat menyukai tempat itu.

Lagi-lagi ia mendapati seorang gadis berbadan jangkung tengah melangkah mendekati pintu kelasnya dan memergokinya menatap lekat Evan sedang duduk di sana, bersama teman-temannya.

Entah apa yang dipikirkan Evan, ia hanya melempar senyum untuk Thania, yang waktu itu Evan belum tahu siapa namanya. Biasanya, cewek kalau dapat senyuman dari orang yang ditaksir mungkin bakal salah tingkah. Akan tetapi, itu tak berlaku untuk Thania.

Tidak, sama sekali tidak. Evan bisa menegaskan soal itu.

Thania berbeda. Ia hanya membalas senyuman Evan dengan tatapan penuh selidik dan raut datar yang sering ia tampilkan setiap hari. Mata mereka beradu, saling menarik satu sama lain. Hingga Thania memutuskan kontak mata dan masuk ke kelas.

Sejak saat itu. Sejak saat itu, Evan selalu mencari tahu siapa sebenarnya Thania. Sejak saat itu pula, Evan sering memerhatikan Thania dari jauh.

***

Evan melangkah malas ke kasur dan mengempaskan diri di sana. Memandang langit-langit kamarnya malas. Ia mengembuskan napas gerah dan melirik smartphone-nya yang tegeletak di sampingnya.

Evan menyambarnya dan membuka grup angkatan dengan malas, menggulir layarnya dan membaca satu per satu pesan di sana. Ada satu pesan yang membuatnya tertarik.

Kanjeng Ratu Thania : Wuidih 999+ dah lama tak jumpa. Halo, halo, kalian pasti kangen sama Kanjeng Ratu. Iya, kan?

Thania? 999+? Sejak zaman kapan grup angkatan jadi 999+? pikir Evan dalam hati. Seingatnya, grup angkatan lebih mirip kuburan. Tak pernah seramai itu.

Detik berikutnya, Thania membalas dan mungkin menyadari kecerobohannya.

Kanjeng Ratu Thania : Tunggu bentar.

Kanjeng Ratu Thania : SIALAN! SALAH KIRIM!

Kanjeng Ratu Thania : KAMVRET. KAMVRET. KAMVRET. MUKAMU MAU DITARUH DI MANA, THANIAAAA

Vanessa Utami : ANJIR.

Vanessa Utami : KANJENG RATU SALKIR! :v

Vanessa Utami : MALU AKU PUNYA TEMEN KAYAK KAMU.

Kanjeng Ratu Thania : ANJIR. YANG BACA JANGAN NAMBAH! BARU DIKIRIM SEMENIT LALU, UDAH 49 AJA. ANJEEERRR.

Nandra Anissa : ???

Kanjeng Ratu Thania : Ampun, Mak. Maafkan kecerobohan Kanjeng Ratu. Kanjeng Ratu khilaf. Harusnya dikirim ke lapak sebelah. Eh, anjir. Malu aku *ngilang pake jubah tembus pandang Doraemon*.

"Iya, aku ampuni," celetuk Evan senyum-senyum sendiri.

Vanessa Utami : Sialan. Cek grup sebelah, Njeng.

Kanjeng Ratu Thania : Malu aku. Maluuu...

Evan membaca ulang pesan itu dan mulai cekikikan sendiri. Namun, ia menyadari sesuatu. Itu Thania. Benar, tak salah lagi. Itu Thania, gadis yang sekarang ini tengah menghantui pikirannya.

Ia membuka profil Thania dan baru menyadari bahwa, ia belum menambahkan cewek itu sebagai temannya. Tambah enggak, ya? batin Evan menimbang-nimbang.

Ia memandang sekali lagi foto profil Thania. Seorang perempuan yang memakai dress merah, lengkap dengan topi dan berambut pirang di antara kebun bunga matahari. Evan sangat yakin, sosok di foto itu bukanlah Thania.

Evan menggigit bibir dan lagi-lagi bingung apa yang dilakukannya sekarang. Ia menghela napas panjang dan memencet tombol tambah setelah berpikir cukup lama.

Sudah ditambahkan, Van. Sudah ditambahkan, batin Evan sedikit lega dan tanpa sadar Evan tersenyum kecil.

***

A/N

Teruntuk Evan asli,

Hari ini aku melihatmu murung dan terkesan suram. Ada apa? Aku tahu ini bukan urusanku. Akan tetapi, ini pertama kalinya kamu menunjukkan wajah surammu itu pada semua orang. Tudung jaketmu nyaris menutupi wajah dan sorot matamu terlihat lebih menusuk dari biasanya.

Ada apa gerangan?

Namun, aku hanya berharap semoga kamu baik-baik saja dan kembali ceria seperti biasanya. Kalau kamu ada masalah, semoga cepat selesai 😊😊.

Dari gadis yang suka kamu pandangi setiap hari

Hello, Evan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang