DECITAN rem terdengar halus di telinga Evan. Parkiran motor sekolahnya sudah semakin ramai padahal masih pukul 06.20 WIB. Iya, memang jam-jam segini parkiran sudah pasti penuh. Kelas XI dan XII diwajibkan mengikuti pendalaman materi setiap pukul 06.25 dan jika siswa datang lebih dari jam segitu ... jangan harap bisa kabur dari guru piket.
Evan tak biasa memakai helm, dikarenakan jarak antara rumah dengan sekolahnya cukup dekat. Ia melirik ke spion dan merapikan rambutnya yang lurus lemas. Motor demi motor masuk ke parkiran, terparkir di tempat semestinya.
Ia menjejalkan kedua tangannya ke saku celana abu-abunya, melangkah santai menuju kelasnya. Evan menikmati alunan musik yang tengah bergema di telinga dan pikirannya. Ribuan kali ibunya memeringatkan agar tidak terlalu sering menggunakan earphone atau headset, tetapi sepertinya Evan tidak bisa menghilangkan kebiasaan itu.
Deru mesin motor terdengar, lantas Evan menoleh ke asal suara. Didapatinya motor matic berwarna hitam melaju kencang melewatinya. Evan menatap mata langsung si Pengemudi. Seorang perempuan dengan jaket yang sering ia lihat.
Mata cokelat tajam yang sering ia temui. Thania. Gadis itu mengendarai motornya, cepat. Sebagian wajahnya tertutup scarf berwarna merah, lambang sekolah SMP-nya dulu. Evan mengunci pandangannya, mengikuti ke mana Thania pergi.
Evan membuang pandangan, berusaha menetralkan degup jantungnya yang berdetak liar tak karuan. Ia meneruskan langkah, menuju lobby sekolah. Akan tetapi, sesuatu memelesat cepat dari arah belakang. Seperti angin yang berlalu dan entah kenapa Evan mengaitkannya dengan hantu.
Padahal tidak, itu bukan hantu yang jelas. Memang benar, parkiran motor siswa konon katanya ada "penunggunya", tetapi Evan berusaha tidak menggubrisnya. Mana ada hantu keluyuran jam-jam segini?
Matanya fokus ke depan, mendapati sosok gadis yang Evan kira masih beberapa puluh langkah di belakangnya. Gadis yang Evan pikir masih memarkirkan motornya. Thania. Ternyata angin lalu tadi dia yang membuatnya. Tuh, kan benar. Enggak ada hantu di dunia ini.
Evan kembali memerhatikan Thania diam-diam. Tubuh jangkung yang sering ia lihat acapkali bertemu dengan gadis itu. Tas merah bercampur hitam buatan Jerman yang sering gadis itu cantelkan di kedua pundaknya. Ditambah sepatu hitam New Balance yang sering ia kenakan seolah tak ingin menggunakan sepatu lain.
Akan tetapi, pernah sekali Evan memergoki Thania memakai sepatu Nike berwarna abu-abu muda dan lagi-lagi ada goresan warna merah di sepatunya. Evan pun menyimpulkan bahwa Thania suka warna merah.
Langkah kakinya jenjang dan terkesan buru-buru. Seolah ia sudah tak memiliki waktu atau waktu yang mengejarnya. Kalau kata orang-orang sih, gaya jalannya orang sukses.
Evan mungkin sempat ada rasa ge-er sama Thania soal cara dia berjalan. Evan pikir, Thania ingin menyusulnya dan menyapanya. Akan tetapi, ternyata memang cara dia berjalan memang seperti itu. Evan merasa kalau Evan terlalu berharap. Di situ kadang Evan merasa sedih.
Setelah berhasil melewati guru-guru yang belum mengeluarkan taringnya, Evan meneruskan langkah menuju tangga dekat ruang guru. Ia bersenandung santai sebelum akhirnya memergoki Thania menghilang menaiki tangga.
Eh, buset. Tuh anak cepet banget kalo jalan. Kayak dikejar setan aja, pikir Evan, tetapi ia masih melambatkan langkahnya.
Satu per satu tangga ia tapaki dan berbelok ke kanan menuju kelasnya. Namun, sebelum ke kelas Evan harus melewati satu ruangan lagi. Ruang kelas Thania.
"KELIIIIISSSS! Aku pinjem buku PKn dong! Kurang nomor 4 nih! Kampret, di internet jawabannya enggak ada! Selamatkan aku dari maut pokoknya! Bu Bambang sudah hafal aku dan aku tidak mau mengundang malaikat mautku sendiri!" suara cetar yang sering Evan dengar acapkali gadis itu melewatinya atau Evan yang melewatinya.
Siapa lagi kalau bukan Thania? Gila, setelah jalan cepat-cepat, suaranya pun masih mantap jiwa raga. Enggak usah pakai toa, satu kampung sudah kedengaran, tuh.
Kini, Evan memergoki Thania sedang berlutut di hadapan temannya yang tadi dipanggil Kelis. Mencatat sesuatu dari buku milik Kelis dan menggerutu ria.
Gila aja tuh anak. Belum ngerjain PR Bu Bambang sama dengan Neraka Jahanam, batin Evan, kemudian pikirannya kembali bergelut.
***
Teruntuk Evan yang tadi habis ngerjain soal UTS Sejarah,
Soal UTS-nya mantap jiwa raga ya 😂😂. Semoga hasilnya memuaskan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Evan!
Teen FictionKehidupan Thania Ira Pertiwi mendadak "horor" begitu ia menduduki bangku SMA. Sosok lelaki bernama Evan Dio Pratama sekonyong-konyong menjadi salah satu dari kepingan hidupnya. Alih-alih cinta pada pandangan pertama, Thania justru risi karena Evan s...