15. Locked
"Saat aku terkunci seperti ini, fikiranku mengatakan bahwa dirimulah yang akan menjadi penyelamatku. Namun fakta berkata lain, penyelamatku bukan kamu, tapi dia"
.
Seisi kelas XI IPA 2 kini lagi jadi pakar peneliti dadakan. Pasalnya, mereka sekarang lagi ada tugas praktek penelitian sel tumbuhan. Udah susah bawa tanaman banyak-banyak, eh, yang dipake cuman segede kuku. Lagian sih, Bu Dina, guru biologi, gak ngasih tau kalau cuman di pake secuil itu. Kalau tau dari awal 'kan, pasti nih laboratorium biologi gak jadi taman kota dadakan gini.
Setelah mendapat arahan dari Bu Dina, Renata langsung mengiris tanamannya secara horizontal. Terus diiris sampai dapet bagian selaputnya. Kesel emang, udah bagian yang diambil kecil, gak boleh sampe robek lagi.
Nasib anak IPA.
Mata Renata menyipit saat didekatkan dengan lensa mikroskop. Mengamati stomata yang bergerak dari lensa itu. Sesekali tangannya memutar fokus pada alat itu. Gerakannya hampir sama kalo dia lagi megang kameranya. Tapi ini beda, yang diamatin bukan kecengannya tapi tumbuhan.
Saat dirasa peneliatannya tidak meleset, ia langsung pergi ke Bu Dina sambil bawa mikroskop yang beratnya udah kayak bayi umur 2 tahun. Udah berat, mahal, kalo jatoh suruh nempuhin lagi. Makanya Renata hati-hati banget megangnya.
"Bagus, tinggal difoto, terus digambar ya Renata," Kata Bu Dina sambil tersenyum manis ke arah Renata.
Sebagai murid teladan yang disayang guru, Renata cuman mengangguk patuh trus nglakuin yang disuruh Bu Dina. Coba kalo Sania, pasti ada acara ngomel-ngomel dulu sebelum nglakuin apa yang disuruh Bu Dina. Liat aja mejanya Sania sekarang, udah kayak kapal pecah aja. Beda banget sama mejanya Renata.
Menurut Sania, Renata itu anak ajaib. Gimana enggak? Padahal ini baru pertama kalinya dia nglakuin penelitian tumbuhan. Tapi coba liat, dia berhasil dengan sekali mencoba!
Sania menggerutu sedari tadi. Pasalnya, selaput tumbuhan yang berhasil dia dapetin lagi-lagi robek di bagian tengahnya. Nyoba lagi, robek lagi. Terus aja gitu sampe Mbak Neneng nikahan.
Bahkan Renata sekarang udah selese nggambarnya. Sania jadi tambah kesel 'kan sekarang.
"Mau gue bantu?" Tanya Renata seakan memberi cahaya ilahi untuk Sania sehingga mata gadis itu berbinar terang.
Sania langsung mengangguk cepat tanpa takut lehernya bakal patah.
Renata terkekeh geli. Lalu tangan cekatannya langsung memotong tumbuhan itu kayak semula.
Tuh liat, gak ada 5 menit Renata udah selese bantuin Sania. Selaput yang dari tadi Sania maki-maki seketika nurut dan gak robek kalau sama Renata.
Langsung aja Sania bawa ke Bu Dina dengan wajah bangganya. Bu Dina mengangguk pelan namun sejurus kemudian matanya memandang Sania heran. Seakan tak percaya bahwa Sania yang melakukannya.
Tau aja nih, Bu Dina, kalau Sania gak bisa nglakuin itu sendiri.
Untung Bu Dina ini orangnya nggak kayak Bu Retno, guru Fisika yang killernya minta ditabok itu. Jadi Sania aman-aman aja bawa pekerjaannya yang dikerjain Renata ke depan.
Sania bahkan kalah sama Kyla yang notabenya sebagai murid baru.
Mungkin aja 'kan Kyla udah pernah meneliti tumbuhan kayak gini di sekolah sebelumnya? Apalagi di Amerika, negara yang alat-alatnya udah canggih-canggih, memungkinkan si Kyla ini udah pernah meneliti tumbuhan kayak gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Admired You • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 1 🤴🏻 Hanya satu keinginan Renata saat ini. Menjadi 'satu' dari 'semua' alasan Elfan untuk tersenyum. Copyright. 2016 oleh nafiaaw ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ CERITA PERTAMA DAN MASIH ACAK²AN. JADI HARAP MAKLUM, NAMUN TERIMA KASIH BANYAK...