Happy Reading~♡
'Kamu tau benang? Apa jadinya jika tidak digulung dengan benar? Ruwet bukan? Sama halnya dengan hubungan ini, dia membuat hubungan yang terjalin rapih menjadi ruwet tak karuan. Tapi, bisa aja benang yang ruwet itu di kembalikan seperti semula, meski membutuhkan kesabaran dalam melakukannya. Begitupun dengan hubungan yang sudah terlanjur ruwet ini. Tak berbentuknya suatu hubungan pasti bisa diperbaiki, asal ada kepercayaan yang terikat di dalamnya.'
Ya, kepercayaanlah yang membuat semua kembali seperti sedia kala. Tapi... Renata berpikir lebih keras, bagaimana jika hanya ia yang menaruh kepercayaan itu pada Elfan?
Renata menutup novel yang baru saja ia baca itu keras-keras. Menimbulkan suara cukup nyaring, walaupun hanya dirinya yang bisa mendengar itu. Ditaruhnya novel itu di atas nakas tempat tidurnya. Cukup sudah Renata memikirkan ini. Ia ingin istirahat. Ia ingin bernapas sehari dengan senyuman. Tanpa tangisan. Tanpa luka. Tanpa...
Tes
Satu tetes air mata meluncur tanpa ijin. Baru saja ia ingin tegar. Baru saja ia ingin melupakan kejadian itu. Tapi mengapa terasa mustahil? Berkali-kali Renata mencoba tersenyum bak orang gila, tetap saja tak berpengaruh pada hatinya. Juga tak berpengaruh pada semangat hidupnya. Buktinya, ia kini harus menelan bulat-bulat kesendiriannya di kamar saat ini.
Pagi tadi, saat ia bangun, kepalanya mendadak pusing dan suhu tubuhnya meningkat drastis. Sebegitukah besar pengaruh orang bernama Elfan di kehidupannya?
Mengetahui Renata sakit, Dylan dan Alfa langsung tak mengizinkannya untuk menuntut ilmu hari ini. Bahkan mereka sampai mengancam akan mengadukan kepada kedua orangtua mereka jika Renata terus bersikukuh akan masuk sekolah. Jelas Renata memilih opsi menurut, ketimbang yang satunya. Bisa bahaya jika Bunda Merlyn mengetahui hal ini. Mengingat betapa posesifnya wanita paruh baya itu jika mendengar kabar sakit dari salah satu anggota keluarganya. Terutama anak-anaknya. Karena itulah, di sinilah Renata berada, di kamar dengan ditemani musik bergenre pop yang mengalun cukup keras di speaker kamarnya.
"Elfan..." Satu nama itu kembali datang. Namun dengan cepat, Renata mengulurkan tangan untuk mencapai speaker dan menekan tombol volume, menjadikannya lebih keras dari sebelumnya. Renata ingin melupakan kejadian itu. Hanya ingin melupakannya hari ini. Ya, tepatnya saat ini.
***
"Jadi Renata hari ini gak berangkat?" Falen bertanya kepada Sania setelah rapat selesaiㅡlebih tepatnya setelah semua anggota pergi.
Sania mengangguk lesu, hatinya gundah sejak tadi pagi ketika Dylan memberitahunya bahwa Renata sakit. Ia jadi ingat suara tangisan menyakitkan Renata tadi malam. Gadis itu menangis seraya menceritakan semua hal secara detail tentang pertemuannya dengan Elfan tadi malam. Jujur, baru kali ini Sania mendengar isak tangis Renata. Selama ia menjadi sahabat gadis itu, ia tak pernah mendengar sedikit saja tangisan Renata. Sania bahkan sempat berpikir, apakah gadis itu tak pernah menangis dihidupnya?
Namun, tangisan Renata tadi malam seakan menjawab semua pertanyaan Sania, bahwa gadis itu rapuh dibalik tembok beton yang dibangunnya sendiri.
Sania mengangguk, lalu menceritakan semuanya kepada Falen. Ia menyodorkan foto yang dikirim oleh Renata semalam. Ia juga sempat menitihkan air mata beberapa kali saat menceritakannya. Melihat itu, hati Falen terenyuh. Beruntung sekali Renata, bisa menemukan sahabat yang sangat pengertian seperti Sania.
"Gue yakin anak yang nge-foto itu, salah satu anggota dari club photographer sendiri." Sania mengernyit. "Kenapa lo bisa yakin kalo yang nglakuin itu anak grub lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Admired You • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 1 🤴🏻 Hanya satu keinginan Renata saat ini. Menjadi 'satu' dari 'semua' alasan Elfan untuk tersenyum. Copyright. 2016 oleh nafiaaw ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ CERITA PERTAMA DAN MASIH ACAK²AN. JADI HARAP MAKLUM, NAMUN TERIMA KASIH BANYAK...