30. Who is she, Fan?
.
Renata menatap diri dengan pandangan kosong ke arah cermin besar di depannya. Ia kini sedang dilanda frustasi dan kacau balau. 3 hari lagi adalah waktu bagi dirinya untuk menghadapi lomba. Waktu yang sangat singkat. Bahkan terlalu singkat bagi Renata, apalagi ini adalah pertama kalinya dalam seumur hidup Renata.
Huhhh. Renata menghela napas.
Bagaimana ini?
Bagaimana jika saat tampil nanti tiba-tiba ia lupa koregrafinya?
Atau bagaimana jika ia gagal nanti?
Renata mendesah frustasi, tangannya terulur untuk mengacak rambut yang tergerai. Lalu ia kembali memandang diri.
Mungkin Elfan bisa bantu aku.
Satu pikiran itu membuat ia bergegas merapihkan rambut, lalu segera menguncirnya menjadi satu. Setelah dirasa sudah rapi, ia berjalan terburu-buru ke arah pintu. Kemudian menutupnya dari luar.
"Kira-kira Elfan dimana ya?" Tanyanya pada diri sendiri.
"Atau mungkin di lapangan outdoor?" Renata mengangguk, lalu kembali melangkahkan kaki menuju suatu tempat yang diutarakan mulut. Namun baru beberapa langkah, ia terhenti. "Gak, gak mungkin di sana. Lapangan itu lagi di pakai buat latihan voli. Apa mungkin di lapangan indoor?"
Setelah yakin, Renata kembali melangkahkan kaki menuju lapangan tersebut.
Renata terhenti dan sedikit mengatur napas ketika sampai di depan pintu lapangan indoor yang terbuka. Telinganya mendengar bunyi sepatu berlarian, tanda bahwa lapangan itu sedang dipakai.
Setelah menimang beberapa kali, akhirnya Renata memutuskan untuk masuk ke dalam. Dilihatnya para pemain basket berlarian ke sana kemari untuk merebut bola.
Dari arah sana, Elfan sedang mengatur napas yang memburu, sesekali tangannya menyingkirkan keringat yang berjatuhan. Dengan jersey kebanggaannya yang bernomor punggung 14 itu, Elfan kembali berlari dan merebut bola dari tangan lawan, di menit selanjutnya, bola berhasil lolos masuk melalui ring.
Suara tepuk tangan yang sangat kontras di pendengaran laki-laki itupun membuat ia akhirnya mengadah, menyapu semua penonton yang menonton timnya berlatih. Sampai pada satu titik itu, ia berhenti dan memusatkan pandangannya ke arah seseorang yang kini berdiri dekat tempat duduk khusus pemain. Senyum manis itu membuat Elfan reflek ikut tersenyum. Langkah kakinya mengayun perlahan dan berubah semakin cepat, mendekati Renata dengan senyum hangat yang hanya akan ia tunjukkan pada gadis dua langkah di depannya sekarang.
"Tumben ke sini? Gak latihan?"
"Masih latihan sih," Renata tersenyum sesaat. "Aku ke sini karna ada yang mau tanyain ke kamu. Tapi ternyata kamu masih latihan."
Dahi Elfan berkerut samar, namun masih bisa Renata lihat. "Tanya apa?"
"ELFAN!! JANGAN PACARAN MULU! LATIHAN DULU OIII!" teriakan itu membuat Renata dan Elfan menatap Rio, orang yang meneriaki Elfan dari arah lapangan.
"IYA BENTAR!" Sahut Elfan sebelum kembali menghadap ke Renata.
"Kamu latihan aja dulu."
Elfan menghembuskan napas, lalu mengangguk pasrah. "Yaudah kamu tunggu di sini ya? Kalo bosen, mainin aja hape aku." Elfan mengangkat dagunya, "Tuh! Di sak tas bagian paling depan. Banyak game baru di sana. Dijamin gak bakalan bikin kamu bosen."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Admired You • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 1 🤴🏻 Hanya satu keinginan Renata saat ini. Menjadi 'satu' dari 'semua' alasan Elfan untuk tersenyum. Copyright. 2016 oleh nafiaaw ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ CERITA PERTAMA DAN MASIH ACAK²AN. JADI HARAP MAKLUM, NAMUN TERIMA KASIH BANYAK...