47. Talking

32.9K 3K 57
                                    

[[Pembaca yang baik adalah pembaca yang menghargai penulisnya✍🤓]]

.

Elfan : "Hai Readers! Pada kangen sama El ga? 😋 maaf ya baru muncul:))) anggep aja kemaren lagi lebaran bareng Tata hehe."

.

Happy Reading⚘

.

Berbicara itu bukan hal yang sulit dilakukan. Bicara bisa kita lakukan kapan saja. Tanpa tau waktu, tempat, dan suasana sekitar. Arah pembicaraanya pun seperti ranting pohon yang terbawa arus sungai deras. Mengikuti kemana arus itu akan membawanya, entah bermuara ke laut atau malah berakhir di tempat sampah.

Seperti sekarang, Renata sudah terbawa arus karena saking asiknya berbicara dengan seseorang di balik telfon. Mereka bertelfonan tanpa tau waktu. Terhitung sudah 30 menit lamanya mereka saling melempar tawa.

"El dari tadi ngobrol emangnya udah makan?" Ucap Renata perhatian. Takut jika Elfan melewatkan waktu makan malam, maagnya akan kambuh.

"Belum hehe. Males ah, enakan ngobrol sama kamu. Lebih terasa kenyangnya." Elfan tertawa di seberang sana.

Renata berdecak. Begini nih, yang paling Renata benci kalau Elfan menelfon di jam malam. Selalu saja melewatkan jam makan. Padahal punya riwayat penyakit maag tapi selalu seperti ini. Apa sih yang ada di otaknya?

"Kamu selalu kayak gitu. Sana ih makan dulu, ntar telfon lagi. Lagian hape aku udah lowbat."

"Yah Tata sayang, ntaran deh. Masih pengen ngobrol sama kamu yang, dicharge pake power bank aja."

"Power bank aku juga habis isinya. Kalo gitu, aku tutup ya El. Selamat makan, jangan lupa dihabisin makannya. Sampai ketemu nanti sayang." Renata mematikan sambungannya lalu memukul pelan bibirnya beberapa kali. Renata bisa merasakan jika Elfan kini sedang tersenyum lebar. Pasalnya, ia jarang dan hampir tak pernah mengatakan 'sayang' kepada laki-laki itu.

Renata menatap baterai ponselnya yang tinggal 1%, jika tak segera diisi, layarnya akan padam dalam hitungan detik. Ia beranjak dari kasurnya menuju meja belajar. Matanya mencari-cari keberadaan charger, namun tak ada dimanapun.

Dimana ya chargernya? Batin Renata.

Mencari kesana kemari namun tak kunjung ketemu. Renata menyerah. Mungkin chargernya di pinjam Sania. Kebiasaan anak itu.. selalu pinjam barang tanpa ijin. Besok-besok ia akan memberitahu Rio agar dia bisa memberi nasihat pada gadis itu.

"Charger Kak Dylan dipakai gak ya?" Renata berpikir sejenak lalu detik berikutnya ia berjalan keluar kamar sambil membawa ponselnya.

Tok tok tok

"Kak Dylan," ucap Renata.

Dahi Renata mengernyit heran karena tak ada sahutan dari dalam sana. "Apa jangan-jangan Kak Dylan pergi?"

Renata mengendikkan bahu. Persetanan dengan adanya orang di dalam, yang penting hapenya bisa kembali bernyawa. "Kak Dylan, Tata masuk ya!"

Ceklek

Begitu masuk, Renata segara menuju meja belajar. Meraih charger yang sudah ia masukkan ke ponsel lalu menghubungkannya ke listrik. Bibir Renata secara otomatis tersenyum saat ponselnya kembali menyala. Setelah memastikan ponselnya mulai terisi, Renata meletakkannya di atas meja. Pandangannya tak sengaja menatap balkon yang baru ia sadari tak tertutup.

I Admired You • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang