23. The Exam
.
Selepas dari masalah Renata dan si 'Secret Vengeful' nya, kini seluruh murid GUSTAV sedang menjalankan ujian akhir rutin pertengahan tahun.
Aksi saling mencotekpun tak luput dari siswa-siswa. Ada yang membuat contekan kecil-kecil agar bisa diselipkan di saku, menyembunyikan handphone di laci agar bisa searching, ada pula yang bisik-bisik ketika guru lengah dalam menjaga ujian.
Banyak juga yang sudah mempersiapkan diri matang-matang sebelum ujian berlangsung. Seperti Renata, gadis itu tak perlu susah-susah menghafal dalam satu malam. Kebiasaan belajarnya setiap malam minggu membuatnya tak ambil pusing ketika waktu ujian tiba seperti sekarang.
Berbeda dengan Renata, Sania berkali-kali menggigit jarinya cemas karna hanya belajar dengan sistem kebut semalam. Hatinya terus mengutarakan do'a supaya jawaban yang ia pilih itu benar. Salahkan OSIS jika ia mendapat ranking rendah. Tugas-tugas bejibun yang selalu datang setiap saat membuat Sania harus merutuki dirinya sendiri karna menerima jabatan sebagai sekretaris utama.
Mata pelajaran hari ini adalah matematika. Mengetahui itu, ingin rasanya Sania menelan bulat-bulat lembaran kertas penuh angka yang kini berada di depannya.
Lihatlah Renata, ia sudah selesai mengerjakan soal-soal penuh rumus ajaib itu. Renata bangkit lalu berjalan ke depan seraya membawa lembar jawabnya.
Bu Dian, pengawas ujian, tersenyum menerima lembaran itu dari Renata. Beliau sudah menebak bahwa Renata pasti yang akan keluar pertama dari ruangan.
Renata berjalan tertatih karna keadaan kakinya yang belum berangsur membaik. Sedikit kesusahan, tapi ia bersyukur karna berhasil keluar dari ruangan tanpa bantuan siapapun.
Ketika tangannya mau menggapai balkon pembatas di depan kelasnya, ia sedikit menekan kaki kanannya, mengakibatkan rasa nyeri yang semakin menyakitkan.
Tangannya yang menggantung tiba-tiba dipegang erat oleh tangan lain, membuat Renata langsung menolehkan kepalanya dan mendapati Elfan yang sedang tersenyum seraya membantunya berjalan ke arah balkon pembatas tersebut.
"Kalo kesusahan, tinggal minta tolong. Kaki lo 'kan belum sembuh, ntar malah tambah parah kalo dipaksa jalan kayak gini." Elfan menyenderkan tubuh bagian belakang pada balkon pembatas yang terbuat dari tembok itu.
Renata menunduk malu, merapatkan mulutnya yang tak bisa sekedar mengucapkan satu kata karna gugup kini menggerayangi tubunya.
"Tadi gimana? Bisa ngerjainnya?" Elfan melipat tangannya di dada.
Renata mengadah, menoleh ke arah lawan bicaranya saat ini. "Iya bisa. Kamu sendiri?"
"Pastilah. Gue jago kalo urusan sepele kayak matematika," terselip nada bangga yang terucap dari mulut Elfan.
"Pede," Renata terkekeh pelan, memalingkan wajahnya ke arah taman di bawah.
"Gak percaya lo? Buktinya gue udah keluar duluan dari ruangan."
Renata kembali menolehkan kepalanya ke arah Elfan, "Iyadeh terserah kamu." Renata terkekeh lagi, memperlihatkan lesung pipi dan gigi gingsulnya yang terlihat manis.
Elfan tertegun beberapa saat ketika menatap senyum itu. Jantungnya mendadak berhenti ketika memandangi senyum Renata.
"Fan? Elfan?" Renata mengibas-kibas tangannya di depan wajah Elfan, membuat laki-laki itu mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Kamu kenapa?"
Elfan tersenyum lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "E-enggak. Gue gak papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Admired You • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 1 🤴🏻 Hanya satu keinginan Renata saat ini. Menjadi 'satu' dari 'semua' alasan Elfan untuk tersenyum. Copyright. 2016 oleh nafiaaw ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ CERITA PERTAMA DAN MASIH ACAK²AN. JADI HARAP MAKLUM, NAMUN TERIMA KASIH BANYAK...