37. Lie

31.7K 3.2K 34
                                    

Kecewa sangat kemaren gak bisa nginjek angka 90 votes 😭😭😭😭 padahal udah nunggu sampe air ludah kering/? *janganpercaya* yaudahlah ya terserah kalian aja deh mau nge-vote atau gak:') walau kerasa nyesss (re: sakit) gpp deh:') syukur2 juga pada mau baca:')

.

Semalam, Elfan menjadi aneh. Sikapnya tak biasa, bahkan yang biasanya selalu memberi pesan atau menelfon Renata setiap malam, kali ini tak ada kabar. Hilang seperti kerang yang terbawa ombak.

Mungkin bagi orang lain itu hal biasa, namun tidak bagi Renata. Gak mungkin 'kan Elfan kuotanya habis padahal di rumah tersedia wifi? Gak mungkin juga 'kan Elfan mengerjakan tugas sampai lupa mengabari dirinya? Lagian, itu bukan tipikal Elfan banget. Meskipun juara kelas, Elfan rajin mengerjakan tugas di kelas. Pagi-pagi sih, tapi 'kan dengan otak sendiri.

Renata menoleh ke samping, dimana Elfan sedang fokus dengan kemudinya tanpa mengeluarkan sebilah kata.

Elfan kenapa yah? Apa dia sakit? Hati Renata menjadi cemas sekaligus bimbang.

Keheningan itu terjadi bahkan sampai mobil yang mereka naiki telah terparkir di area parkir mobil sekolah. Dan sampai saat ini juga, Elfan masih tak membuka suaranya. Alih-alih terdiam, Renata mengkhawatirkan kondisi Elfan hari ini dalam hati.

"El," ucap Renata mencoba memecahkan keheningan yang ada. Namun reaksi yang Elfan berikan masih sama. Diam tanpa kata.

Renata menghela napas resah, Elfan kenapa sih? Sekarang Renata benar-benar tak bisa menahannya.

"El kamu keㅡ" ucapannya terpotong begitu saja karna Elfan segera menyela. "Udah sampe, aku harus langsung ke lapangan buat nglatih anggota junior yang mau lomba minggu depan, jadi kamu masuk duluan aja."

Renata tak bisa memilih opsi lain, ia hanya bisa mengangguk lalu menuruti perkataan Elfan dengan hati penuh tanda tanya.

Begitu Renata turun, Elfan juga ikut turun. Namun apa yang ada dipikiran gadis itu diluar akal pikirannya. Biasanya, Elfan pasti akan mencium keningnya lalu mengacak rambutnya gemas. Tapi saat ini berbeda, Elfan langsung pergi begitu saja tanpa pamit.

Oke, Renata akui ia memang kesal jika Elfan mencium kening dan mengacak rambutnya tanpa permisi, tapi dalam lubuk hati yang terdalam, Renata menyukai hal kecil itu. Dan sekarang ia akui... ia rindu dengan perlakuan kecil Elfan.

Ia menatap punggung Elfan yang mulai menghilang dibalik tembok. Setelah benar-benar pergi, Renata mengambil langkah untuk pergi ke kelasnya.

"Renata?" Gadis itu menoleh saat mendengar suara seseorang yang familiar menyebut namanya.

Renata tersenyum, "Falen? Hei..."

"Hei juga, tumben lo sendiri? Ga bareng Elfan?"

"Elfan langsung ke lapangan buat nglatih junior yang mau lomba," Falen mengangguk-anggukan kepalanya. "Kenapa?" Sambung Renata.

Laki-laki itu mengeleng singkat disertai senyuman kecil, "gak, gue cuman heran aja, tumbenan kalian berdua gak ke kelas bareng. Kan biasanya selalu bareng kemana-mana."

Renata tersenyum miris, "gak juga kok, ada waktunya kita jalan di urusan kita masing-masing."

Dahi Falen berkerut, "kok, kata-kata lo kedengeran sedih ya? Apa gue yang salah presepsi?" Falen terkekeh kecil di akhir ucapannya.

Renata hanya tersenyum pias, membuat Falen jadi tak enak hati.

Renata sama Elfan... apa ada masalah ya mereka? Kok senyumnya Renata agak beda ya? Apa gue yang nge-sok paham, atau emang bener? Falen menggeleng cepat agar pikiran itu segera buyar dalam lamunan singkatnya.

I Admired You • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang