27. Threat

48K 3.5K 143
                                    

27. Threat

.

Renata sedang mengatur napasnya yang memburu akibat acara latihan dancenya. Ia harus lebih fokus dengan kegiatan ini, mengingat dalam jangka waktu kurang dari sebulan, lomba akan datang ke hadapannya. Renata menghela napas berat, benar-benar tak habis pikir, waktu begitu cepat berlalu. Padahal, Renata rasa baru kemarin Gea merekutnya untuk menjadi bagian dari club dance, dan sekarang waktu akan merekutnya dari semua waktu luang yang ia miliki.

Sekali lagi Renata menghela napas berat, mengatur napasnya beberapa kali sebelum akhirnya memilih beranjak dan kembali dengan rutinitas menarinya.

Lantunan musik Shout Out to My Ex milik Little Mix kini melantun keras dari speaker setelah Renata menekan tombol on di sana. Sedikit merenggangkan tubuhnya dan berdiri di tengah-tengah ruangan. Perlahan tubuh Renata bergerak mengikuti aliran musik, menggerakkan setiap tubuhnya yang sudah tak terasa kaku seperti awal dirinya berlatih.

Bisa dibilang... ini baru terhitung 2 bulan 2 minggu sejak Gea memintanya untuk menjadi bagian dari club dance, waktu yang terbilang sangat singkat untuk mempelajari banyaknya koreografi dalam lagu ini. Namun Renata membuktikan, bahwa dirinya bisa untuk mengikutinya. Lewat usahanya dalam berlatih, baik di sekolah ketika jam pulang sekolah, di kamar saat waktu belajarnya telah usai, atau ketika liburan semester kemarin. Renata memang menggunakan waktu liburannya untuk berlatih tarian ini.Ya... walaupun itu hanya untuk menggantikan posisi Karin yang cedera, Renata tak apa, setidaknya ia bisa membantu mereka.

Bibir Renata terangkat ke atas saat menyasikan dirinya sendiri dari pantulan kaca besar.

Prok Prok Prok

Suara tepukan itu membuat seluruh tatapan Renata berpusat pada seseorang di ambang pintu. Tak bisa dipungkiri, bibir Renata semakin melengkung lebar saat melihat jelas siapa yang baru saja bertepuk tangan untuknya. Sedikit berlari, mengabaikan lantunan musik yang masih menggema, Renata menemui orang tersebut.

"Hai," sapa Renata. "Kamu udah selese sama basketnya?"

"Udah sayang," Elfan mengelap keringat Renata menggunakan handuk bersih yang sedari tadi ia pegang. "Yang lain mana? Kok, kamu sendirian?"

"Yang lain udah pulang dari tadi," Renata mengambil alih handuk itu dari tangan Elfan.

"Terus kenapa kamu masih di sini?"

Renata menghentikan gerakannya mengelap keringat dan menatap Elfan dengan lembut. "Latihan, Fan. Bentar lagi 'kan mau ada lomba tahunan. Jadi harus lebih giat buat latihan. Apalagi 'kan kamu tau, aku punya tanggung jawab besar buat nggantiin Karin."

"Tapi 'kan, kalo dipakasain kayak gini, ntar jatuhnya malah sakit." Elfan merebut kembali handuk di tangan Renata dan mengelapkannya pada leher putih Renata.

Sejenak Renata terpaku, sorot mata Elfan seakan mengisyaratkan kekhawatiran yang mendalam. Ada rasa ketakutan bercampur kelembutan dari cara Elfan menatapnya. Meski hati bertanya-tanya, Renata tak bisa berbohong dengan perhatian kecil itu, bahwa hatinya juga bahagia di selipan tanda tanya.

Bibirnya tersenyum, matanya memperhatikan gerakan Elfan yang kini dengan lembut mengelap tangan basahnya karna keringat.

"Kamu khawatir?" Pertanyaan Renata membuat Elfan menghentikan aktifitasnya dan mengadah menatap mata indah di depannya. "Kalau ditanya khawatir atau enggak, jelas aku khawatir. Apalagi kalau itu sampai terjadi. Makanya kamu jaga kesehatan, jangan dipaksain nari terus. Aku gak mau kamu sakit."

I Admired You • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang