Happy Reading~♡
Pagi ini cuaca terlihat sangat cerah. Mentari bersinar tak tanggung-tanggung. Ia menyinari bumi dengan sepenuhnya, membuat beberapa bunga yang baru mekar mengikuti kemanapun ia pergi. Awan-awan yang biasa berkumpul untuk menutupinya, kini menghilang karena terkalahkan oleh sinar terang miliknya. Entah karena memang benar atau dilebihkan, itulah penggambaran cuaca hari ini menurut Renata. Mungkin karena terlalu lama terkunci di ruang inap, Renata jadi seperti orang yang baru melihat cuaca cerah.
Tapi ya bodo amat lah, yang penting hari ini, jam ini, dan detik ini, ia sudah bebas merasakan udara bumi secara langsung. Tak ada yang bisa mendeskripsikan sebahagia apa dirinya sekarang.
"Seneng banget liat luar Ta?" Dylan merangkul Renata yang sedari tadi asik menatap sekitar dari balkon kamar.
"Iyalah Kak, Tata seneng banget bisa balik liat dunia lagi."
Kata-kata Renata sukses membuat bibir Dylan melengkung ke atas. "Oh ya? Sebahagia apa emangnya?"
"Gak bisa dideskripsikan."
"Oh ya Kak, gimana ujiannya tadi?"Ngomong-ngomong, hari ini adalah hari pertama Dylan mengikuti ujian nasional.
"Lancar. Dan soalnya gampang dijawab."
"Renata percaya, Kak Dylan pasti dapet nilai tinggi. Tapi Kak," Renata membalikkan badannya agar lebih leluasa melihat Dylan. "Kakak udah urus universitas yang di LA 'kan? Terus, gimana soal Kak Nasya?"
Dylan mengangguk, namun raut wajahnya berubah murung. "Semua udah kakak atur. Dan seminggu setelah perpisahan, kakak harus udah di sana. Ya kamu taulah, masa orientasi mahasiswa baru di sana beda sama di sini. Dan soal Nasya... kakak belum ngomong sama dia. Kakak takut liat dia sedih."
"Tapi 'kan kak, bagaimanapun juga, Kak Nasya harus tau hal ini secepatnya. Atau dia bakal makin sedih kalo Kak Dylan telat ngasih taunya."
Dylan menghela napas berat. Pikirannya terus kalut akan segenap situasi yang membuatnya uring-uringan sejak kemarin. Ia hanya tak sanggup melihat raut wajah kecewa Nasya.
Sebuah tepukan membuat Dylan mengadah. "Tata percaya sama kakak. Setelah ujian nasional, Renata bantu biar kakak bisa ngomong sama Kak Nasya. Dia pasti bisa ngerti."
Dylan tersenyum, lalu mengusap kepala Renata. "Makasih ya Ta, kakak gatau apa jadinya kakak kalo gak ada kamu di sini."
"Kak Dylan lebay ih! Kenapa orang-orang jadi lebay gini? Kemaren Elfan, sekarang kakak."
"Ngomong-ngomong tentang Elfan, waktu itu.. kenapa Sania sama Falen nyuruh kita biar lo sama Elfan berduaan? Emang kalian ada masalah?"
Renata memalingkan wajah. Duhh gimana nih? Apa kasih tau aja? Ahh jangan-jangan! Bisa babak belur nanti Elfan.
"Emmm sedikit doang kok kak, salah paham aja." Tatapan Dylan yang menyelidikmembuat Renata sedikit merinding. "Gak bohong?"
"Iya kak. Mana pernah Tata bohong sama kakak?"
"Oke, kakak percaya kali ini. Awas kalo sampe ketahuan! Kakak patahin leher Elfan."
Glup
Renata menelan ludahnya bulat-bulat. "I-iya.. Kak Dylan yang paling Tata sayang di dunia ini."
Dylan mengacak surai hitam Renata. "Bisa aja lo. Yaudah gue balik dulu sama pacar baru gue."
Pacar baru?
Baru saja Renata akan berbicara, Dylan langsung memotongnya. "Setumpuk buku UNBK yang bunda kirim dari LA. Itu pacar baru gue."
Renata ber-oh ria lalu tertawa. "Kalo gitu.. semangat sama pacar barunya ya kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Admired You • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 1 🤴🏻 Hanya satu keinginan Renata saat ini. Menjadi 'satu' dari 'semua' alasan Elfan untuk tersenyum. Copyright. 2016 oleh nafiaaw ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ CERITA PERTAMA DAN MASIH ACAK²AN. JADI HARAP MAKLUM, NAMUN TERIMA KASIH BANYAK...