48. Revealed

31.5K 2.7K 236
                                    

Hari-hari terus berlanjut. Hingga kini hari yang telah ditentukan datang dengan membawa kesedihan. Sejenak Renata menghabiskan waktunya sendiri di kamar. Menyingkirkan setiap air mata yang akan jatuh mengenai pipinya. Ia hanya mau sendiri. Bahkan Elfan pun tak ia beri kesempatan untuk menemani.

Sulit untuk membuat hatinya tak goyah. Dan percuma ia membangun benteng dengan fondasi kuat-kuat. Kalau hari ini juga pasti akan datang.

Kesedihan itu seakan menutup rapat semua indranya. Bahkan telinganya seperti berdengung, menolak setiap suara yang mencoba berbisik. Sampai suara ketukan pintu pun tak dihiraukannya.

Bisa Renata rasakan bahunya menghangat. Rupanya seseorang tengah mencoba menghiburnya.

"Ta, Tata jangan sedih gini dong. Kakak jadi gak tega ninggalin kamu."

Renata menyeka air matanya lagi. Lalu berbalik. "Tata gak sedih kak, Tata cuman sedikit ngrasain kehilangan."

Dylan merengkuh tubuh adiknya ke dalam pelukan hangatnya. "Kakak pasti akan sering hubungin kamu."

"Iya kak."

Pelukan itu terlepas lalu keduanya saling melempar senyum. "Yang lain udah pada nunggu di bawah. Kita turun yuk!"

Renata mengangguk lalu keduanya bangkit dan turun ke bawah, menemui orang-orang yang ingin ikut mengantar Dylan ke bandara.

Begitu melihat sosok Elfan, Renata berjalan mendekat dan langsung di rangkul oleh Elfan.

"Everything is gonna be okay." Bisik Elfan kepada Renata.

Renata tersenyum menanggapinya.

Setelah semua keperluan Dylan sudah masuk ke bagasi mobil, mereka semua berangkat menuju bandara.

Selama perjalanan Elfan berusaha menenangkan Renata yang entah mengapa sedari tadi hanya menatap jalanan di luar kaca mobil. Elfan tau perasaan ini. Perasaan ditinggal oleh orang yang paling kita sayang.

Di pintu tiket, Dylan berhenti. Ia memandang satu persatu wajah yang selama ini sudah mengisi buku memori di otaknya.

"Hati-hati di jalan. Jangan bikin ulah sampe di sana. Belajar yang rajin, bawa nama baik keluarga."

Dylan mendengus lucu. "Iya Bang Alvaro."

"Titip salam juga buat kakek sampe di sana." Lanjut Alva.

"Pasti Bang, gue pasti sampein salam lo sama beliau."

"Bang, di sana lagi musim dingin, nyampe sana lo jangan lupa pake pakaian yang hangat." Dylan tersenyum lalu mengangguk. "Pasti Yo, gue pasti bakal nglakuin saran lo."

"Kak Dylan hati-hati di jalan ya. Jangan lupa do'a dulu."

"Iya San."

"Jaga mata lo sampe di sana bang, inget Kak Nasya."

Dylan terkekeh lalu melirik Nasya. "Pasti Fan, karena hati gue cuman buat dia seorang."

Semua menyoraki Dylan.

"Jangan lupa sharing tentang kampus lo. Gue juga pengen nyusul lo ke sana."

"Lo pasti bisa Dit."

"Jangan lupain kita bang."

"Sok melankolis lo Ka. Jijik gue."

Raka berdecak. "Yaelah bang, padahal gue udah berusaha buat ngehidupin suasana."

Dylan tertawa.

Matanya tertarik ke arah Renata yang sedari tadi hanya diam. Ditatap seperti itu, membuat Renata menunduk.

I Admired You • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang