Indri terus mengurung dirinya dikamar bernuansa klasik itu selama sehari penuh. Bukannya ia tak mau keluar, tapi ia sibuk memikirkan cara bagaimana ia bisa kabur dari tempat itu.
Dinar sama sekali tak mengekang, mengurung atau memberikan penjagaan ketat padanya, karena Dinar tahu kalau ia baru pertama kalinya ke dunia ini, dan juga ia sama sekali tak mengerti sihir, apalagi memakainya.
Jadi, ia terus berpikir berbagai cara untuk kabur dari istana tua ini. Dihari keduanya ia keluar dari kamar itu dan berjalan-jalan disekitar istana.
Indri menatap kearah gerbang besar yang sepertinya pintu masuk ke istana ini yang dijaga oleh beberapa pengawal istana. "Pantas saja ia membiarkanku berkeliaran seperti ini, penjaga istana ada disetiap sudut istana ini. Ck..''
Indri melirik kearah para pedagang yang menaiki kuda sebagai kendaraannya serta membawa gerobak dagangannya yang berbentuk seperti boks memanjang yang ditutupi kain hitam dieluruh sisinya masuk ke istana sambil tersenyum.
"Kau akan menyesal telah meremehkanku, pangeran Dinar.''Indri mulai mendekati salah satu gerobak dagangan itu dan membuka kain hitan hitam yang menutupinya lalu memeriksa isinya yang ternyata adalah buah-buahan yang sudah dikotak-kotakkan. Tanpa pikir panjang ia menaiki gerobak itu dan bersembunyi dibalik tumpukan kotak yang paling tinggi agar ia tak terlihat.
"Ah, kenapa lama sekali? Apa mereka akan berada diistana seharian?'' keluhnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya kearah wajahnya karena terlalu pengap didalam gerobak itu.
Setelah menunggu kira-kira lebih dari 2 jam gerobak itu berjalan membuat Indri tersenyum puas, ''Nggak sia-sia pengorbanan gue nunggu lama sampe kepanasan gini.''
Setelah mendengar suara gerbang dibuka Indri mengangkat sedikit kain hitam yang menutupi gerobak untuk mengintip kearah luar, ia tersenyum karena melihat gerobak ini udah berjalan melewati gerbang istana.
"Ah akhirnya.. gue harus nunggu jauh dulu dari sana, baru gue keluar dari nih gerobak.'' Katanya membuka kain hitam itu agak tinggi agar angin masuk dan ia bisa bernapas bebas.
Setelah kira-kira cukup jauh, Indri bersiap-siap melompat dari gerobak. Untunglah kuda yang menarik gerobak ini berjalan dengan kecepatan sedang, jadi ia bisa mendarat dengan mulus ditanah.
"Jadi, apa yang harus gue lakuin sekarang? Gue nggak tahu ini dimana, gue nggak bawa apa-apa. Bahkan gue lupa bawa tas kuliah, malah gue tinggal dikamar itu. Ck! padahal dompet, hp sama barang-barang gue ditas. Sayang banget sih!nggak mungkin kan gue mau balik lagi. Dinar sialan, gara-gara dia nih gue begini..'' Indri terus mengoceh sambil terus berjalan melangkahkan kakinya entah kemana.
Ia melihat sekeliling, tak ada seorangpun yang lewat jalanan ini, sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi pepohonan yang rimbun, sangat cocok untuk bersembunyi.
Ia akhirnya berhenti dan duduk dibawah salah satu pohon yang rimbun. Ia menatap jari manisnya yang terpasang cincin pemberian Dinar. Dengan kesal ia melepasnya dan melemparnya begitu saja kearah jalanan didepannya.
Gara-gara cincin itu, ia jadi ingat dengan cincin yang diberikan oleh Zelya tempo hari. Ia menambahkan rantai di cincin itu dan memakainya sebagai kalung karena jika memakainya dijari, itu akan menganggunya saat latihan karate.
"Zelya... tolongin dong.'' Katanya mengusap-usap cincin yang terkalung dilehernya.
Tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara langkah kaki kuda. Bukan hanya satu, tetapi banyak!
Indri langsung menoleh kearah datangnya suara itu yang berasal dari kerajaan Dinar, dan terlihat orang-orang berjubah hitam dan menutupi wajahnya sedang menuju kearahnya dengan kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Moon (END)
Fantasy#1 in Fantasy (12-03-2017) Sebuah cermin menuntun seorang gadis bernama Luna ke dunia penuh keajaiban. Di sana, pangeran berambut perak yang terlahir di bulan perak telah menunggu sekian lamanya untuk membawanya pada takdir berbahaya. Orion, itulah...