Dipanggil ke ruang kepala sekolah seperti sudah menjadi kebiasaan Alex selama sebulan ini. Kalau dihitung, dalam satu bulan ia sudah dipanggil ke ruang kepala sekolah sampai lima kali. Hal ini tentu saja sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi cowok bername tag Alexis Ajibrata tersebut.
Kasusnya pun tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, apalagi kalau bukan karena sifat nakalnya yang sudah kelewat batas itu. Kadang itu membuat anak lain bingung, ngidam apa mamanya dulu sampai dia punya gen senakal ini.
Kasusnya Alex pun mulai dari yang biasa yaitu berkelahi dengan salah satu murid sekolah di sini, membuli siswa cupu, sampai dengan mempermalukan seorang cowok dengan membuatnya hanya mengenakan celana boxer dan kaos dalam untuk keliling lapangan. Dan kasus terakhir yang paling parah adalah dengan senga,ja memasukan obat tidur ke minuman salah satu anak hingga anak itu seharian tidak bangun.
Berterima kasihlah karena kepala sekolah di sekolahnya itu adalah pamannya sendiri. Lebih bersyukur lagi karena Ajibrata --ayah Alex-- menjadi salah satun donatur terbesar di sekolah. Tentunya sudah tidak mengherankan kalau Alex tidak bisa dikeluarkan dari sekolah ini walaupun sudah banyak orang yang melaporkan segala perilakunya.
Begitu juga untuk saat ini ketika dirinya dipanggil oleh Anjar, sang kepala sekolah. Alex merasa begitu... santai. Menurutnya untuk apa cemas kalau ia sudah tahu bagaimana hasil akhirnya. Ia pasti tidak akan dikeluarkan bukan?
Alex mengepalkan tangannya lalu perlahan mengetukannya ke pintu ruangan kepala sekolah. Setelah mendengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk, ia memutar kenop pintu lalu melangkahkan kakinya ke dalam.
"Silahkan kamu duduk." Anjar yang sudah duduk di sofa mempersilahkan Alex untuk duduk di depannya. Dengan saling tatap muka pembicaraan ini rasanya akan semakin baik.
"Jadi ada urusan apa paman minta aku datang ke sini lagi?" Alex duduk di sofa tepat di depan Anjar. Dari posisinya yang sekarang kini ia bisa melihat tampilan Anjar yang sudah sangat kacau.
Rambutnya acak-acakan tidak tertata rapih dengan dasi yang sudah tidak ada pada tempatnya. Dua kancing teratas kemeja Anjar juga sudah terbuka, jangan lupakan lengan kemejanya yang sudah digulung sampai siku. Sungguh jauh dari kata berwibawa yang biasa Alex lihat selama ini.
"Kamu tahu gak kenapa paman manggil kamu lagi ke sini?"
Alex menggelengkan kepalanya "Enggak lah. Kalau tahu, tadi aku gak bakalan nanya sama paman." ujarnya santai.
Anjar yang mendengar jawaban Alex hanya bisa menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. Kemudian raut wajahnya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya. "Ada berita buruk yang menyeret nama kamu, Alex. Berita buruk ini asalnya dari sekolah sebelah dan nama baik kamu disini dipertaruhkan."
"Berita buruk apaan?" Alex mengernyitkan keningnya dalam. Ia bahkan tidak tahu ada berita buruk apa yang dibicarakan pamannya yang sampai menyeret namanya. Kalau dari lingkungan sekolahnya, Alex masih bisa menebak, paling tidak jauh karena ada siswa yang mengadu karena kejahilannya.
Tapi ini dari sekolah sebelah, yang mana Alex jelas tidak tahu menahu soal apapun. Walaupun ia sering cari masalah sama anak di sekolahnya, tapi ia tidak pernah mencari gara-gara dengan sekolah sebelah.
"Berita buruk, Alex, berita buruk. Sangat buruk malah."
Alex berdehem sebelum mulai bicara lagi. "Mungkin paman cuman salah dengar. Aku tuh ya gak pernah berurusan dengan sekolah sebelah. Sama anak satu sekolah sendiri aja udah cukup, jadi gak minat buat masalah sama anak di luar sekolah ini."
Anjar terlihat sudah sangat frustasi. Ia melonggarkan kembali kerah bajunya agar lebih lebar. "Paman juga gak percaya waktu dengar berita ini. Awalnya paman kira juga beritanya bohongan dan nama Alex yang mereka bicarakan itu bukan Alex keponakan paman. Tapi begitu tahu kalau mereka bilang nama Ajibrata, paman beneran kaget. Siapa lagi yang bernama Ajibrata selain kamu." ujar Anjar panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mischievous Boy
Teen FictionHanya karena selembar kertas DO dari sekolahnya, hidup seorang Alex menjadi berubah 180 derajat. Yang biasanya dimanjakan dengan kekayaan orang tuanya di kota, harus rela dipindahkan ayahnya ke desa tempat neneknya tinggal tanpa membawa apapun. Dan...