Part 19

1.7K 129 5
                                    

Alex mengelus pipinya yang sedikit membiru akibat layangan sepatunya Letta kemarin siang. Dua kali dia dilempari sepatu oleh cewek itu, pertama di depan gerbang saat keduanya telat dan yang kedua adalah saat ia dan Letta berdebat kemarin di kantin.

Kalau pukulan pertama mungkin rasanya masih biasa dan tak sampai membuat pipinya lebam. Berbeda dengan yang kedua, tadi pagi saat ia berkaca di kamar mandi Alex mendapati warna biru di pipinya tepat di tempat yang terkena lemparan sepatu Letta.

Letta yang melihat lebam di pipi Alex ketika keduanya akan berangkat sekolah bahkan tidak merasa bersalah sama sekali dan tidak ada niatan untuk minta maaf. Cewek itu malah secara terang-terangan menertawainya.

Mengingat Letta, Alex jadi melirik ke arah cewek itu yang sedari tadi bergerak gelisah di kursinya.

"Lo kenapa?" bisik Alex lirih.

Kegiatan Letta yang sedang meremas perutnya terhenti karena pertanyaan Alex. Ia lalu menoleh dan melihat Alex memandangnya dengan penuh tanda tanya.

"Perut gue sakit banget, Al." rintih Letta.

"Kenapa bisa?"

"Ini hari pertama gue."

Letta terus meremas perutnya yang terasa dililit dari dalam sana tanpa ampun. Rasanya menyusahkan kalau hari pertama itu waktu sedang sekolah.

"Hari pertama maksudnya lo lagi dapet?" Alex menggaruk tengkuknya bingung.

Ia tidak tahu tentang hari pertama atau apa itu untuk cewek. Dan ia tidak tahu kalau selama ini cewek akan merasakan sakit di hari pertama sang tamu bulanan datang.

Letta hanya menjawabnya dengan anggukan. Terlalu lemas untuk sekedar menjawab. Bahkan sekarang keringat dingin mulai muncul di sekitar dahinya.

"Terus lo mau gimana? Mau ke UKS?" bisik Alex dengan mata yang pura-pura fokus memperhatikan guru di depan.

Guru yang sedang mengajar tadi sempat melirik ke arahnya, maka dari itu ia pura-pura fokus ke depan.

Lagi-lagi jawaban Letta hanya anggukan. Beruntung posisinya tertutup oleh teman di depannya jadi tidak terlihat oleh guru di depan, dan ia bisa merebahkan kepalanya ke atas meja.

"Kalau gitu ayo biar gue anterin lo ke UKS." ajak Alex tiba-tiba semangat.

Letta menoleh dan mengernyitkan dahinya. "Gue masih bisa sendirian, gak perlu lo anter."

Alex menggeleng dan mendekatkan sedikit wajahnya ke Letta dan berbisik. "Kesempatan gue buat bolos nih pelajaran."

Alex lalu kembali ke posisinya semula bersamaan dengan Letta yang memelototinya.

"Gue bisa bantu lo kasih alasan kalau lo gak bisa hadepin tuh guru buat minta izin."

Letta mencibir walau diam-diam ia juga memikirkan penawaran Alex tadi. Setelah ia pikir lagi sebenarnya hal itu cukup menguntungkan kedua pihak, ia yang bisa istirahat di UKS, sedangkan Alex ughh...membolos.

Lagian kalau Alex membantunya keluar, bukankah itu akan lebih menambah kesan dramatis kalau ia benar-benar sakit.

"Kalau gitu gue setuju sama ide lo. Tapi kalau lo gak diizinin sama tuh guru, jangan salahin gue." putus Letta final.

Alex tersenyum miring, merasa senang karena ia akan bolos pelajaran yang mengantukan ini. Bukan ia saja yang mengantuk, lihat saja wajah anak lain, ada yang sudah menutup matanya dan tersentak lalu membuka lagi, ada yang menopang kepalanya di dagu dan kelakuan aneh lainnya untuk sekedar menghilang rasa kantuk.

Alex lalu menarik tangan Letta yang masih bertengger di perut dan menggenggam telapak tangannya. Letta yang mendapati perlakuan tiba-tiba itu terkejut dan tak bisa ia sangkal kalau ia langsung gugup.

Mischievous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang