Part 52

1.3K 91 5
                                    

Maaf kalau updatenya lama. Tapi ini jujur aku juga baru selesai ngetiknya. Berkali-kali aku coba nulis, tapi kalau udah di tengah langsung dihapus lagi karena kurang sreg. Dan akhirnya ini baru selesai. Part ini panjang banget daripada part yang lain, sampai 3400+ kata.

***

Letta tidak bisa menahan kernyitan di dahinya ketika mendapati Indra berada di teras rumahnya ketika ia keluar rumah untuk berangkat sekolah. Sejak hari dimana ia melihat Indra setelah mendengarkan percakapan cowok itu dengan Mira di belakang sekolah, ia belum sempat bertemu dengan Indra lagi sampai saat ini.

Letta tidak dapat menahan rasa terkejutnya ketika bertanya. "Lo ngapain di sini?"

Indra tersenyum canggung, takut Letta tidak menyukai kehadirannya. "Gue mau lo berangkat sekolah sama gue." katanya dengan ragu. Dari kalimatnya saja sudah menjelaskan kalau Indra menyatakan pernyataan bukan pertanyaan.

Setelah itu baru Letta tersadar kalau kedua tangan Indra memegang helm. Satunya berwarna hitam dan yang satunya lagi berwarna putih. Ia memutuskan untuk tersenyum balik. "Oke." balasnya yang membuat hati Indra berseru senang.

Letta tidak salah mendengar kalau Indra menarik nafas lega ketika ia mengiyakan ajakan Indra. Ya walaupun kalau mengingat semua yang sudah Indra lakukan seharusnya berpotensi membuatnya benci dan marah ke cowok itu, tapi setelah dipikirkan lagi Letta merasa bisa memaafkan. Selain itu, Indra dan dia sudah berteman dekat, rasanya akan aneh kalau mereka berdua bermusuhan karena masalah itu. Letta tidak ingin, yang ia inginkan adalah hubungan mereka kembali seperti biasa dahulu kala.

Lagipula ia juga sudah tidak menyukai Hami lagi jadi buat apa menyesal dan marah pada masa yang sudah lewat. Belum lagi pengakuan Ajeng kemarin sore membuatnya jadi lebih tenang dan semakin bisa memaafkan Indra.

Kalau dilihat, Indra memang masih canggung dan kaku padanya. Mungkin karena ia malu dan merasa bersalah, pikirnya. Indra sendiri bahkan sebenarnya belum meminta maaf kepadanya, atau mungkin cowok itu mau tapi belum ada waktu yang tepat.

"Ini helm lo." kata Indra sambil menyodorkan helm yang berwarna putih.

Letta menerimanya dan menggumamkan terima kasih. Lima menit kemudian dirinya sudah naik motor bersama Indra. Karena waktu yang masih pagi jadi Indra membawanya dengan pelan. Letta juga senang karena merasa santai. Di tengah perjalanan, Letta mulai mengeluarkan suaranya, karena naik motor dan memakai helm yang kemungkinan akan sulit didengar, ia akhirnya bersuara sambil berteriak. "Ajeng beneran mau pindah?" seru Letta keras.

Indra yang mendengarnya menoleh sedetik ke belakang sebelum akhirnya memusatkan perhatiannya ke depan lagi. "Iya. Lo tahu dari mana? Seingat gue Ajeng belum ngasih tahu ke sekolah kalau dia mau pindah." balas Indra sambil berseru keras juga.

Letta menjawab jujur. "Kemarin dia datang ke rumah gue dan ngasih tahu soal itu." ia menjeda sesaat. "Dan dia juga datang ke rumah Hami."

Sesaat tubuh Indra tampak kaku tapi tak lama kemudian rileks kembali. "Lalu gimana?" tanyanya penasaran.

"Mereka putus." kata Letta namun tidak cukup keras sampai Indra mendengarnya.

"Apa?"

"Mereka putus."

"Mereka apa? Bicara yang keras. Anginnya lagi kencang." saran Indra ke Letta.

Letta sendiri menarik nafas sebelum akhirnya ia memajukan wajahnya lalu berteriak keras. "Mereka putus!"

Jeda sesaat sebelum akhirnya Indra bertanya. "Terus gimana perasaan lo?"

Cowok ini menurut Letta tidak ada kagetnya sama sekali saat ia mengatakan kalau Hami sama Ajeng putus. Ia pikir Indra akan kaget. Atau jangan-jangan Indra sudah tahu sebelumnya makanya reaksi yang ia duga tidak terjadi. Dan bukannya mengomentari masalah putusnya hubungan Hami dan Ajeng, Indra malah menanyakan bagaimana perasaannya.

Mischievous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang