"Jadi gue kasih nasihat sedikit buat lo, Arletta Zachary. Jangan buat hidup lo jadi beban bagi orang lain. Ngerti?"
Jangan harapkan kalau Letta menampilkan raut wajah terluka atau tersakiti karena selanjutnya ia malah menahan tawanya agar tidak meledak saat itu juga karena ia tahu kalau ia sedang berada di komplek rumah warga jadi tidak baik rasanya kalau ia tertawa keras sekarang apalagi saat langit sudah menggelap.
Sedangkan Alex hanya menatap bingung ke arah Letta. Ia tidak habis pikir dengan bagaimana jalan pikiran cewek ajaib yang satu ini. Ia bahkan merasa kalau kata-katanya tadi sudah cukup kejam tapi kenapa cewek ini malah tidak sedih dan kenapa malah menahan tawa.
"Gini loh Al, gue juga mau ngasih nasehat ke lo. Gue yakin nasehat gue lebih bagus daripada nasehat lo tadi."
Alex menaikkan alisnya ke atas menatap Letta dengan pandangan bertanya.
Letta lalu berdehem sebelum berbicara. "Kalau mau ngasih nasehat ke orang lain itu ngaca dulu. Lo bilang kalau gue cuma jadi beban bagi orang lain, apa lo gak pernah lihat ke dalam diri lo sendiri. Lo yang tiba-tiba datang ke rumah nenek lo aja udah bisa dijadiin beban, belum lagi tadi pagi lo harus ke sekolah bareng gue. Lo pikir lo gak jadi beban bagi gue? Satu lagi, gue gak pernah minta sebelumnya supaya lo nyariin gue."
Alex hanya menatap datar Letta yang sedang mengoceh tidak jelas. "Udah selesai?"
"Belom, gue masih--"
"Jadi cewek gak usah kebanyakan bacot." sembur Alex sebelum Letta menyelesaikan ucapannya.
"Lo ngatain gue?!"
Alex hanya diam. Ia lalu mengambil alih sepeda yang berada di tangan Letta tanpa Letta ketahui dengan sadar karena ia tidak habis pikir dengan mulut Alex yang gamparable, beraninya bicara kasar sama cewek.
"Sekarang mending kita balik ke rumah. Udah malem, gue gak mau pacar gue nunggu kelamaan." ujar Alex dengan posisi siap untuk menjalankan sepedanya.
Kali ini ia tidak akan melawan gengsi untuk sekedar naik sepeda, apalagi suasananya sepi karena akan maghrib. Takutnya seperti yang diceritakan oleh warga setempat kalau ada kalong yang suka menculik orang.
"Lo punya pacar?" tanya Letta dengan wajah penuh tanda tanya.
Tidak habis pikir siapa cewek yang mau berpacaran dengan Alex. Pasti cewek itu sudah kebal dan tahan banting dengan sikap cowok ini yang suka sekali membuat naik darah.
"Iya, gak usah nanya dia siapa karena lo pasti gak kenal."
Jawaban Alex membuat mulut Letta membungkam. Ia tadi memang akan menanyakan siapa cewek itu, tapi sepertinya Alex bisa menebak jalan pikirannya jadi segera memotongnya sebelum mengatakan apapun.
"Kalau lo gak mau naik, gue tinggal disini sekarang biar lo dijadiin tumbal buat genderuwo, mau?" ancam Alex melihat tidak ada tanda-tanda Letta akan segera membonceng di belakang.
"Iya bentar. Sabar bisa kali." gerutu Letta.
Setelah Letta naik, Alex segera menjalankan sepedanya menyusuri jalanan desa. Akibat dari pencahayaan yang minim dan jalanan yang berlubang, beberapa kali Letta memekik kencang karena ia merasa badannya akan jatuh dari sepeda. Belum juga pantatnya yang berdenyut sakit karena menghantam bagian boncengan sepeda yang terbuat dari besi.
"Tambah tepos ini namanya." Letta meringis ketika Alex malah menabrak begitu saja polisi tidur membuat pantatnya terangkat sedikit ke atas dan menghantam lagi ke besi yang ia duduki.
"Lo pasti sengaja lewat jalan yang rusak terus polisi tidurnya ditabrak. Usil banget sih. Kalau gue jatoh terus mati gimana?!" Letta memukul keras punggung Alex membuat Alex sedikit kehilangan keseimbangannya, kalau saja ia tidak segera mengerem dan menurunkan kakinya ke tanah bisa dipastikan kedua anak itu terjerembab ke tanah dengan mulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mischievous Boy
Teen FictionHanya karena selembar kertas DO dari sekolahnya, hidup seorang Alex menjadi berubah 180 derajat. Yang biasanya dimanjakan dengan kekayaan orang tuanya di kota, harus rela dipindahkan ayahnya ke desa tempat neneknya tinggal tanpa membawa apapun. Dan...