Part 1

4.5K 578 254
                                    

Mulmed : Alex
Happy Reading 😌

Tepat tiga jam yang lalu Ajibrata baru saja pulang dari kunjungannya ke sekolah Alex. Kemarin siang ia mendapat surat panggilan untuk orang tua dari sekolah Alex dan siang tadi ia sudah memenuhi panggilan tersebut.

Kali ini dirinya hanya tinggal menunggu Alex yang sudah ia perintahkan untuk datang ke ruang kerjanya untuk membicarakan perihal hasil panggilan tersebut. Sambil menunggu Alex datang, Ajibrata atau yang kerap dipanggil Aji itu mulai menyesap kopi hitamnya lagi yang tinggal setengah gelas hingga tandas. Ia sudah bilang pada Alex agar menemuinya jam delapan malam, namun sekarang sudah jam delapan lebih tiga puluh menit Alex tidak menampakkan batang hidungnya juga.

Seharusnya Aji tahu kalau anak laki-lakinya itu pasti akan mengulur waktu. Sudah menjadi kebiasaan Alex kalau ia tidak suka tepat waktu. Di samping Aji sudah ada Dinda, istrinya sekaligus tak lain adalah mamanya Alex. Dinda sendiri sudah diberitahu oleh Aji mengenai hasil panggilan tadi. Minus masalah terakhir yang Alex buat yang membuat putusan sekolah tadi dibuat. Aji tentu saja tidak tega mengatakannya pada Dinda yang sangat sayang pada Alex. Ia tidak bisa melihat raut kecewa dan sedih Dinda kalau sampai mendengar masalah itu.

Tak berapa lama kemudian terdengar suara ketukan pintu yang Aji yakini itu Alex.

"Masuk." perintah Aji keras agar yang di luar bisa mendengar suaranya.

Benar saja, kepala Alex menongol terlebih dahulu sebelum kemudian tubuhnya berangsur masuk ke dalam.

"Duduk." perintah Aji begitu melihat Alex yang masih berdiri tidak kunjung duduk.

Alex ogah-ogahan mendudukan bokongnya di sofa tepat di depan kedua orangtuanya. Ia tentu saja tahu pasti ayahnya akan mengajaknya bicara tentang hasil panggilan sekolahnya tadi walaupun sang ayah tidak memberitahunya perihal apa pembicaraan mereka kali ini.

"Kamu tentu tahu bukan kalau papa tadi siang dari sekolah kamu?" tanya Aji dengan mimik serius. Ia hendak memulai pembicaraan ini sekarang juga.

Alex hanya bergumam mengiyakan. Ia sebenarnya malas sekali untuk bicara seperti ini. Bukankah ia tidak bisa dikeluarkan begitu saja dari sekolah itu. Lalu kenapa juga ayahnya memintanya untuk berbicara mengenai hasil panggilan itu. Biasanya juga kalau Aji dipanggil, tidak akan ada pembicaraan seperti ini. Bahkan biasanya mamanya juga tidak akan ikut dipanggil. Jadi kesimpulan Alex kali ini ayahnya terlalu berlebihan sampai memanggil mamanya segala untuk ikutan.

"Papa rasa kamu belum tahu tentang hasil panggilan tadi jadi papa berniat untuk memberi--"

Ucapan Aji terhenti karena Alex segera menyela di tengah.

"Aku sudah tahu kok, Pa. Tanpa papa beritahu juga aku sudah tahu hasilnya. Jadi papa tidak usah repot-repot mengatakannya ke Alex." ujar Alex dengan santai.

Mendengar perkataan Alex yang bilang sudah tahu mengenai hasilnya membuat Aji mengerutkan keningn tak suka melihat reaksi Alex yang ternyata biasa saja. Ia kira Alex akan marah-marah tapi ternyata dia tenang-tenang saja seperti sekarang. Dan darimana Alex tahu, Aji pikir kalau Anjar yang sudah mengatakannya ke Alex.

Aji memandang Alex tajam. "Kamu tidak marah sama sekali? Tidak merasa bersalah?"

Alex sebenarnya dibuat bingung oleh tatapan ayahnya. Namun ia berusaha tetap biasa saja dan tetap santai. Ia lalu mengibaskan tangannya seraya berkata, "Buat apa marah, Pa. Lagian harusnya aku kan berterima kasih sama paman karena udah menolong Alex sekali lagi."

"Menolong kamu?" Dinda yang tadi hanya diam sekarang membuka suaranya. Ia tidak terlalu mengerti dengan apa maksud Alex, apa benar kakaknya itu menolong Alex lagi. Tapi menolong apa?

Mischievous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang