Setelah mengungkapkan perasaannya, Alex menurunkan tangannya dari pipi Letta, membawanya kembali ke tangan cewek itu. Sekarang tangannya yang hangat sudah melingkupi tangan Letta kembali.
"Gue gak tahu akan seperti apa hubungan kita nanti ke depannya, bisa saja kita menjadi musuh bebuyutan. Kalau bukan, mungkin kita bisa jadi teman, pacar, atau rekan kerja, suami-istri juga bisa jadi, atau mungkin malah tidak kenal sama sekali. Tapi, walaupun begitu, setidaknya gue udah pernah jujur mengenai perasaan gue dan tidak akan menyesal di kemudian hari." kata Alex sekali lagi.
Letta sendiri tidak bisa mengeluarkan suaranya. Mulutnya terasa kelu bahkan untuk mengatakan satu kata sekalipun. Bibirnya membuka untuk mengatakan sesuatu tetapi tidak ada apa-apa yang keluar. Pernyataan Alex tadi benar-benar mengejutkannya. Mengguncang dirinya sampai ke titik yang paling dalam. Dalam mimpinya sekalipun, Letta tidak pernah bermimpi kalau Alex akan membalas perasaannya bahkan sampai mengatakan secara langsung kepadanya. Semua ini masih terasa seperti tidak nyata.
"Letta." panggilan Alex membuat Letta mengerjap dan kembali ke dunianya. Ia menatap tepat ke mata Alex, berusaha mencari kebohongan atau kilat jahil di sana, tetapi betapa keras Letta mencari, semua itu tidak ada. Yang ia lihat di sana hanya kejujuran dan ketulusan. Perutnya mencelos begitu menyadari kalau Alex tidak bercanda mengenai perasaannya tadi.
Letta tidak bisa menahan perasaan senang yang membuncah di hatinya. Kemudian tanpa aba-aba ia mulai menitikkan air matanya kembali, namun bedanya kali ini air mata yang keluar karena bahagia.
"Letta, lo kenapa?" tanya Alex bingung melihat reaksi Letta. Ia kira Letta akan berseru senang atau tersenyum bahagia, tetapi cewek ini malah menangis. Hal itu tentu saja membuatnya dilanda rasa takut. Bagaimana kalau Letta sudah tidak suka lagi padanya, maka dari itu cewek ini menangis.
"Please ucapin sesuatu." pinta Alex. Tetapi bukannya menjawab, Letta malah semakin terisak. Astaga, Alex membuat cewek ini menangis lagi dan tangisannya semakin keras.
Tiba-tiba saja Letta menarik tangannya dari genggaman Alex. Hal itu tentu saja membuat pikiran-pikiran aneh mulai berseliweran di kepala Alex. Dirinya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Teringatnya kembali kalau Letta pernah bilang sudah benci padanya, apa mungkin jangan-jangan Letta sudah tidak mau menerima perasaannya ini.
Alex menggelengkan kepalanya, Letta tidak seperti itu. Di dalam sana Alex merasa frsutasi, merasa ia bisa gila kalau Letta tidak kunjung membuka suara dan membuatnya terus bertanya-tanya. Dilihatnya Letta kembali dan sekarang Alex menjadi pihak yang terkejut karena ia baru menyadari kalau Letta sedang... Tertawa?
Letta tertawa sambil menyeka air matanya yang terus keluar. Setelah selesai, kedua tangannya menangkup pipinya yang sudah bertambah merah dari sebelumnya. Campuran antara hasil menangis dan gugup. Sampai dirasa cukup dan sanggup bicara, Letta membuka mulutnya dengan malu-malu.
Alex tidak sadar kalau dirinya menahan nafas selama menunggu Letta bersuara.
"Bodoh." bisik Letta lirih sekali namun Alex masih bisa mendengarnya. Hanya satu kata itu akan tetapi Alex paham maksud di dalamnya. Dan itu membuat Alex tersenyum lebar layaknya orang idiot.
"Gue tahu, gue memang bodoh."
***
Setelah pengakuan Alex tadi, keduanya sudah tidak merasa malu atau takut dengan perasaannya masing-masing. Sekarang mereka bahkan sudah duduk bersebelahan di pasir pantai yang kering sambil melihat ke arah pantai ditemani dengan semilir angin yang adem.
Alex merasa bahagia sekaligus lega karena telah jujur ke Letta. Percayalah, rasanya akan menyenangkan sekali bisa mengungkapkan isi hati ke orang yang kita suka. Seakan-akan tali tak kasat mata yang menjeratmu selama ini terlepas sudah hingga membuatmu bisa bernafas lega dan bebas. Kalau saja Alex tahu rasanya akan seperti ini, sudah ia katakan saja rasa sukanya ke Letta sejak jauh-jauh hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mischievous Boy
Teen FictionHanya karena selembar kertas DO dari sekolahnya, hidup seorang Alex menjadi berubah 180 derajat. Yang biasanya dimanjakan dengan kekayaan orang tuanya di kota, harus rela dipindahkan ayahnya ke desa tempat neneknya tinggal tanpa membawa apapun. Dan...