Tepat hari ini adalah hari kedua Alex dan Letta berangkat bersama. Yang berbeda hari ini adalah karena Sari rupanya terus mengatakan pada Alex agar dirinya dan Letta pulang bersama tidak seperti kemarin yang saling pulang ke rumah sendiri-sendiri.
"Pokoknya nanti kamu pulang sama Letta. Kamu dengerin nggak sih apa kata nenek?"
"Iya, nenekku tercantik tercinta tapi cerewetnya minta ampun." Alex mengusap telinganya kasar. Rasanya telinga Alex akan meledak karena tadi adalah kali ke sepuluh Sari mengatakan hal tersebut dalam pagi ini.
"Baguslah, sekarang cepat berangkat sana. Udah siang, nanti telat." Sari mendorong tas Alex ke depan dengan kasar. Alex yang didorong hanya bisa mendumel kesal dalam hati.
"Cepetan, gak pake lama. Kelamaan gue tinggal." kata Alex, ia sudah siap di atas sepeda.
Tanpa berkata apapun, Letta naik ke atas sepeda. Baru saja Alex menjalankan sepeda itu keluar dari halaman rumahnya tiba-tiba Letta menepuk pundak Alex lumayan keras.
"Berhenti... berhenti... Ada yang ketinggalan di rumah. Bentar gue ambil dulu." Letta berlari tunggang langgang masuk ke rumahnya membiarkan Alex yang terkekeh geli melihat bagaimana ekspresi Letta tadi ketika panik.
"Udah ketemu?" tanya Alex begitu melihat Letta kembali tapi dengan muka masam.
"Gak ketemu." jawabnya lesu.
"Emang nyari apa?" Alex menaikkan sebelas alisnya ke atas.
"Buku tugas sejarah indonesia. Sebenernya buat besok sih tugasnya tapi gue udah terlanjur bilang ke Mira buat bawa bukunya dia, soalnya gue mau nyontek." jelas Letta.
"Ribet. Kenapa juga gak lo foto aja tuh bukunya si Mira atau paling enggak lo bawa pulang, terus lo salin. Simple."
"Betul juga, tumben otak lo pinter." Letta menyengir lebar mengatakannya.
Alex mendengus sebal. Ia sama sekali tidak bodoh, hanya saja otaknya sering erorr jika masalah pelajaran. Kalau otaknya diibaratkan sebuah komputer maka komputernya itu sudah kebanyakan virus dan perlu di perbaiki lagi.
"Tugas apa emangnya? Gue rasa gak ada tugas sejarah indonesia." tanya Alex memecahkan keheningan antara dirinya dan Letta.
Keduanya sudah naik sepeda dan Alex mengayuhnya lambat, cukup membuat Letta sedikit panik karena takutnya telat. Bahkan sudah lima belas menit berlalu tapi mereka baru setengah jalan, ingin sekali Letta marah dan berteriak agar Alex menambah kecepatan laju sepedanya tapi yang ada nanti keduanya malah terlibat cekcok.
Letta sedang dalam mode tidak ingin berdebat dan jalan satu-satunya adalah membiarkan Alex, si cowok yang jadi sumber kekesalannya itu melakukan sesuatu sesuai keinginannya.
"Itu tugas udah dua minggu yang lalu sewaktu lo belom masuk sekolah jadi lo gak ada kewajiban buat ngumpulin tugasnya." terang Letta.
Alex memilih untuk diam tak menjawab. Ia terus mengayuh sepedanya masih dengan kecepatan yang membuat Letta terus menggeram kesal di bangku sepeda belakang. Sengaja? Jelas. Alex memang sengaja memelankan laju sepedanya. Itung-itung membalas Letta yang kemarin ngilang dan membuatnya capek-capek mencari cewek itu.
Alex tahu kalau Letta di belakangnya pasti sudah seperti singa yang siap menerkamnya kapan saja dan ia menantikan kapan itu terjadi. Tapi nyatanya sampai di depan gerbang, Letta tetap memilih untuk diam sambil menetralkan emosinya yang tadi sudah sampai batas puncak ubun-ubun.
"Kita telat." kata Alex dengan tenang menatap gerbang di depannya ini sudah ditutup dan digembok dari dalam.
Letta mendengus kesal. "Kalau bukan gara-gara lo yang bawa sepeda kayak jalan siput kita gak bakalan telat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mischievous Boy
Fiksi RemajaHanya karena selembar kertas DO dari sekolahnya, hidup seorang Alex menjadi berubah 180 derajat. Yang biasanya dimanjakan dengan kekayaan orang tuanya di kota, harus rela dipindahkan ayahnya ke desa tempat neneknya tinggal tanpa membawa apapun. Dan...