Part 50

1.1K 98 4
                                    

Keesokan harinya adalah hari minggu, di mana Letta bangun kesiangan. Letta mengerang ketika melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Semua ini gara-gara semalaman ia memikirkan tentang rapor Alex. Apakah ia harus memberikannya secara langsung kepada Alex atau ia titipkan saja ke mamanya supaya ke rumah nenek Sari. Letta bingung. Seharusnya ia tidak boleh memilih opsi pertama karena bagaimanapun juga Alex sudah mematahkan hatinya dengan setiap perkataan cowok itu kemarin di sekolah. Tapi entah kenapa seakan ada sesuatu yang mengganjal dan memaksanya untuk memberikan sendiri rapor itu ke Alex.

Letta menyibakkan selimut yang ia pakai lalu bangun, kemudian memutuskan untuk berjalan ke kamar mandi. Setengah jam kemudian ia sudah selesai mandi dan berpakaian. Tak lupa ia mengikat rambutnya ke atas. Rapih sudah.

Diambilnya rapor milik Alex yang ia letakkan di atas nakas. Kemudian Letta keluar kamar dan menemukan orangtuanya sedang menonton televisi bersama.

Wulan lah yang pertama kali melihat kedatangannya. "Letta, kamu mau ke mana?" tanya Wulan.

"Aku mau ke rumah nenek Sari, ma." jawabnya.

"Mau ngapain? Masa cewek yang ngapelin cowok." goda Haris ke putri semata wayangnya.

Letta tersenyum kecut mendengarnya. "Hubunganku sama Alex bukan begitu. Lagian ini sebenarnya aku mau nganterin rapor punya Alex." Letta memperlihatkan rapor Alex yang ada di tangannya.

"Papa kira ada apa-apa sama kalian berdua." aku Haris.

"Gak ada apa-apa."

"Letta tadi kamu bilang mau nganterin rapor Alex, emang sudah waktunya bagi rapor?" Wulan bertanya heran.

Letta menggeleng. "Belum, Ma." kemudian ia melihat ke arah kakinya dan berusaha untuk terlihat cuek. "Cuma ini Alex mau pindah ke kota lagi dan rapornya kemarin tertinggal di sekolah."

Wulan dan Haris sama-sama terkejut mendengarnya. Mereka berdua bisa melihat raut wajah sedih Letta ketika mengatakan itu kepada keduanya.

"Jadi dia mau pindah ke kota lagi, papa kira dia mau di sini sampe lulus." ucap Haris lalu seketika ia berdiri mendekat ke Letta. Ditepuknya bahu Letta. "Baik-baik ya, sana kamu antarin rapornya, siapa tahu dicariin."

Letta mengangguk. "Iya, Pa."

***

Tangan Letta berkeringat ketika sampai di depan pintu rumah nenek Sari. Ia beberapa kali hendak mengetuk pintu tapi mengurungkan niatnya. Letta bertanya-tanya apakah pilihannya ini sudah benar. Ia memejamkan matanya sebentar lalu menarik nafas dalam-dalam sambil menetralkan detak jantungnya yang tidak beraturan. Kenapa gue jadi deg-deg-an yah?

Mengusir perasaan tidak nyamannya, Letta akhirnya mengepalkan tangannya dan dengan mantap ia mengetuk pintu di depannya tiga kali. Ia menunggu, akan tetapi tidak ada tanda-tanda kalau pintu itu akan dibuka. Letta pun mengulanginya tiga kali lagi. Barulah ia mendapat jawaban.

"Sebentar!" teriak seseorang dari dalam rumah Sari.

Letta dibuat mengernyit karena suara itu suara perempuan. Bukan, itu bukan suara nenek Sari. Karena suara perempuan itu masih muda, bahkan mungkin seumuran dengannya. Tapi siapa? Rasa penasarannya semakin menjadi ketika mendengar derap langkah mendekati pintu.

Sedetik kemudian pintu terayun terbuka oleh seorang cewek dan benar dia seumuran Letta. Hanya saja lebih pendek mungkin lima senti di bawahnya. Kulitnya putih pucat. Dan anehnya Letta merasa familiar dan tidak asing. Tapi kapan ia pernah melihat cewek ini dan ada urusan apa dia bisa sampai di rumah nenek Sari?

"Maaf, mau cari siapa?" tanya cewek itu membuyarkan lamunan Letta.

Letta mengerjapkan matanya. Ia hendak membuka suara, tapi terhenti ketika matanya tanpa sengaja melihat ke arah perut cewek di depannya. Astaga! Cewek ini hamil!

Mischievous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang