Biasanya jam segini Letta sudah sampai di rumah, tiduran sambil bermalas-malasan. Tapi hari ini, ia mendapati dirinya tengah membawa Alex ke tengah jambatan, jembatan yang sering ia kunjungi di masa kecilnya sekaligus jembatan tempat dimana ia bisa mengalami trauma. Setahunya, disinilah dulu ia terjatuh dan tenggelam ke sungai yang mengalir di bawah jembatan itu sebelum akhirnya berhasil diselamatkan. Selain fakta tersebut, ia tidak tahu menahu lagi karena kedua orang tuanya menutup rapat fakta lainnya dengan dalih agar Letta tidak sedih ketika mengingatnya.
Padahal Letta saja tidak merasakan apa-apa. Sedih pun tidak. Tapi kalau orang tua sudah berkata begitu, ya sudahlah, Letta cuma bisa nurut dan tidak bertanya lagi. Mungkin ini memang yang terbaik baginya.
Tadi ketika di jalan, Alex berhenti dan bertanya pada Letta apa jembatan yang ada di seberang itu tempatnya terjatuh. Letta awalnya kaget karena Alex berpikiran seperti itu walaupun memang itu kenyataannya. Ia berspekulasi kalau Indra atau Mira pasti sudah menceritakan tentangnya lebih banyak daripada yang ia kira. Setelah mengiyakan, Alex meminta Letta untuk membawanya kesana. Mau tak mau Letta menurut sampai akhirnya di sinilah mereka sekarang berada, berdua di atas jembatan.
"Lo gak takut kalau berada di atas sini?" tanya Alex seraya. melihati struktur jembatan yang sudah tua.
Letta menggeleng. "Gue kan traumanya bukan di jembatannya, tapi sama airnya, jadi gak ada alasan buat gue takut."
"Dibawah kan ada air sungai, gak takut liatnya?" tanya Alex sekali lagi.
"Kalau dibuat lebih spesifik lagi, gue sebenernya trauma kalau udah di dalam air aja, kalau ngeliat air yang banyak kayak gini gue sih, gue biasa aja. Malah menurut gue, ini pemandangan yang bagus, terlalu sayang untuk dilewatkan." jawab Letta santai.
Alex bergumam setuju. Walaupun airnya tidak jernih dan cenderung keruh, tetapi pemandangan dari atas jembatan kecil ini memang bagus. Sebagai nilai plusnya, sungai di bawah ini bersih dan tidak ada sampah rumah tangga yang mengapung di permukaan sungai.
Alex menggeser posisinya mengikuti Letta, berdiri di samping cewek yang sedang menumpukan sikunya ke pembatas jembatan."Lo jatuhnya dari sini?"
"Kata orang tua gue iya, tapi gue gak ngerasa gitu. Gue ngerasa kayak bukan disini gue jatuhnya, kalau gue jatuh disini ada kemungkinan gue bakalan inget sedikit atau gak gue mungkin bakalan takut berada disini. Tapi semua itu gak gue rasain. Gue malah nyaman disini. Dan seperti yang udah gue bilang sebelumnya, gue gak takut sama jembatannya, tetapi gue takut sama airnya." aku Letta.
"Dengan kata lain..." sambung Alex ketika Letta berhenti.
"Kemungkinan gue gak jatuh dari jembatan. Tapi dari tempat lain." bahu Letta menegang ketika mengatakannya. Cewek itu menarik nafas dalam berusaha menjernihkan pikirannya lagi dan perlahan bahunya mulai melunak kembali.
"Gue mikir kalau orang tua gue berusaha nutupin sesuatu. Kalau gue bertanya lebih tentang kronologinya, mereka kompak diam dan malah mengalihkan pembiacaraan, seakan-akan gak mau gue tahu semuanya." jelas Letta sudah kembali tenang. Ia menunduk, memperhatikan tangannya yang sedang saling memilin jari-jemarinya.
Entah apa yang membuat Letta bisa lancar menceritakan semuanya ke Alex, dan ia juga merasa sedikit senang karena ada yang mau mendengarkannya, membuat beban di pundaknya seakan terangkat. Sebelumnya ia tidak pernah membicarakan tentang keraguan tentang tepatnya dimana ia jatuh kepada siapapun, baru kali ini ia mengatakannya pada orang lain dan orang lain itu adalah Alex. Dan anehnya ia merasa lega.
"Mungkin mereka ngelakuin itu demi kebaikan lo." kata Alex berusaha menenangkan.
Letta tertawa miris. "Tapi seharusnya mereka bicarain yang sejujurnya ke gue biar gue gak bertanya-tanya terus. Gue sampe capek membuat spekulasi sendiri seperti apa kebenarannya. Gue selalu mikir apa yang sebenarnya waktu itu sedang gue lakuin, apakah gue sendirian ataukah ada orang lain, apa cuma gue yang yang jatuh, gue mikir seperti itu bertahun-tahun lamanya." desah Letta kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mischievous Boy
Roman pour AdolescentsHanya karena selembar kertas DO dari sekolahnya, hidup seorang Alex menjadi berubah 180 derajat. Yang biasanya dimanjakan dengan kekayaan orang tuanya di kota, harus rela dipindahkan ayahnya ke desa tempat neneknya tinggal tanpa membawa apapun. Dan...