Chapter 53

974 126 20
                                    

Sorry for typo(s)

**
Author's pov

Zayn duduk di samping ranjang rawat Ashleigh. Masih terekam hangat dipikiran Zayn senyum manis Ashleigh dengan lipstick tipis yang menutupi bibir pucatnya. Tak sampai sehari mereka bahagia, musibah kembali datang. Zayn tidak bermaksud menyalahkan takdir, hanya saja ia terlarut dalam penyesalannya.

Seandainya ia tidak mencampakkan Ashleigh, mungkin tidak seperti ini kejadiannya,

Seandainya ia tidak berbuat sebegitu kasarnya pada Ashleigh hingga membuat gadis itu tertekan, mungkin tidak seperti ini akhirnya,

Seandainya.. Seandainya..

Kata itu terus terputar dipikiran Zayn dengan berbagai kalimat penyesalan mengiringinya. Namun, apa boleh buat ini memang sudah takdir dari Yang Maha Kuasa.

Tangan yang sedari tadi Zayn genggam, tiba tiba bergerak. Segera, lelaki itu membuka matanya dan mengusap tangan itu lembut, "bagaimana perasaanmu, Ash?"

Ashleigh hanya tersenyum tipis menatap lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya itu, tanpa menjawab pertanyaan Zayn.

"Kau ingin apa? Biar aku carikan," tutur Zayn.

Lelaki itu hendak berdiri, bersiap untuk mencari apapun yang akan Ashleigh minta, tetapi dengan sisa tenaga yang ia punya, Ashleigh menahannya.

"Di sini saja, aku ingin kau tetap di sini."

Zayn menatap istrinya itu, kemudian kembali duduk. Sebut saja Zayn lemah, karena sedari tadi ia sedang berusaha membendung air matanya agar tidak tumpah di depan Ashleigh. Lelaki itu tidak ingin Ashleigh berpikir bahwa dirinya menangisi keadaan Ashleigh, walaupun itu tak sepenuhnya salah. Zayn memang menahan tangis karena melihat kondisi Ashleigh, tapi bukan itu intinya. Zayn hanya tidak tega perempuan di hadapannya ini harus menanggung beban yang sangat berat. Andai saja penyakit bisa dipindah, Zayn akan secara paksa meminta agar hal itu terjadi, penyakit itu biar dirinya yang menanggung, namun kenyataannya tidak bisa.

"Zayn, aku ingin berbicara sesuatu."

Zayn membenarkan posisinya, tangannya kembali menggenggam lembut tangan Ashleigh, "silahkan."

"Aku pikir kau harus mencari orang lain," tutur Ashleigh pelan.

"Maksudmu?"

Zayn berpikir yang tidak tidak soal perkataan Ashleigh barusan, jangan bilang..

"Ya, kau harus mencari seseorang yang jauh lebih baik dariku, yang jauh bisa membahagiakanmu, yang bisa mendampingimu hingga usia lanjut,"

Zayn menggeleng cepat, "tidak. Apa maksudmu berkata seperti itu?"

Ashleigh menggigit bibirnya, perlahan isak tangis gadis itu pecah. Air matanya kembali membasahi pipinya, ia menggeleng dan menundukkan kepalanya.

"Hey, listen. Aku akan selalu ada di sampingmu, aku yang akan berjuang—"

"Tidak, Zayn. Ini salah. Kau tidak seharusnya ada di sini. Kau seharusnya berkumpul dengan bandmate -mu, menjalani tour dan mendapat kebahagiaan di sana. Aku tak yakin aku akan berhasil melewati semua ini, Zayn—"

Zayn menggeleng lagi, lelaki itu mengecup lembut tangan kanan Ashleigh, "bagaimana jika aku tidak mendapat kebahagiaan di sana? Bagaimana jika kebahagiaanku ada di sini, terbaring lemah melawan penyakit ganas sendiri?"

"Maka cari kebahagiaan lain. Cari seseorang yang bisa menarik hatimu. Aku tak ingin kau berlama lama di sini tanpa hasil, Zayn."

"Apa maksud perkataanmu? Kau pikir aku akan membiarkanmu putus asa dan mempersilahkan kanker itu menggerogoti tubuhmu, begitu? Tidak, Ash. Aku tidak akan pergi. Aku akan terus di sini, berjuang bersamamu."

"Tapi apa yang bisa kau lakukan, Zayn? Kau tidak bisa mengangkat kanker itu begitu saja, tidak bisa menahan kanker itu untuk berkembang. Biar bagaimanapun, ia akan terus menggerogotiku—"

"Dengar, aku mungkin tidak bisa berbuat apa apa untuk kankermu, kuncinya hanya pada dirimu, Ash. Kau ingin melawan atau menyerah,

Zayn tersenyum manis mengusap air mata yang jatuh di pipi gadis itu, "aku ulangi, aku akan berjuang bersamamu."

Ashleigh menangkup wajahnya, menutupinya dari lelaki di depannya itu. Isak tangisnya belum berhenti, gadis itu terus menangis tenggelam dalam tangannya sendiri.

"Apa yang akan kau perjuangkan, Zayn? Tidak ada,"

Suara Ashleigh terdengar lirih dan bergetar, ia tak sanggup lagi untuk membahas ini, terlebih untuk menatap Zayn.

Zayn menarik tangan Ashleigh, kemudian menangkup wajah gadis itu dengan tangannya, menatap dalam kedua bola mata kelabu yang memerah karena menangis, "tatap aku, Ash."

"Aku akan memperjuangkan hatimu, Ash. Aku akan memperjuangkan cinta kita."

Ashleigh menatap sepasang mata hazel di depannya itu, kemudian mengalihkannya. Ia tidak kuat.

"Bagaimana jika aku tidak mencintaimu?" Ujar Ashleigh yang menatap ke arah yang berlawanan dari Zayn.

Zayn terdiam. Untuk beberapa saat, hingga membuat Ashleigh hampir yakin, perkataannya akan membuat Zayn mundur, walau ia harus menahan perihnya berbohong pada perasaan sendiri.

"Tidak. Aku tak percaya dengan perkataanmu, namun jika memang benar, aku tak akan pergi. Aku akan terus memperjuangkanmu dan membuktikan seperti apa cinta yang seharusnya kau rasakan."

Ashleigh terdiam, isak tangisnya mereda, seolah terhisap oleh perkataan Zayn barusan. Lelaki itu memutar pandangan Ashleigh kembali menghadapnya, "tolong jangan berkata seperti itu lagi, ya. Itu menyakitiku."

Ashleigh masih menunduk, air matanya kembali menetes, kali ini tanpa isakkan.

"Maafkan aku,"

Zayn tersenyum lagi. Lelaki itu mengangkat dagu Ashleigh agar ia bisa menatap kedua bola mata indah Ashleigh walau kini sedikit memerah karena emosinya tadi. Zayn mengusap pipi Ashleigh lembut, "tidak apa, wajar jika kau berkata seperti itu."

"Kita berjuang bersama ya, jangan pernah menyerah sebelum Tuhan berkehendak," lanjut Zayn.

Gadis itu menatap Zayn sendu, kemudian mengangguk pelan. Lelaki itu mengecup pucuk kepala Ashleigh lembut, "aku akan buktikan perkataanku, Ash. Aku mencintaimu."

**

Ashleigh kembali tertidur. Setelah berargumen cukup panjang tadi bersama Zayn, gadis itu tampak kelelahan dan alhasil terlelap di pelukan Zayn.

Sudah ada Ammy dan Josh yang menemani Zayn menunggu Ashleigh, lelaki itu menopang dagunya, tampak sedang memikirkan sesuatu. Beberapa saat kemudian, ia bangkit dan meraih kunci mobilnya.

"Mau ke mana kau, Zayn?" Tanya Ammy.

Lelaki itu terhenti sebentar, menatap Ammy dan Josh bergantian, "aku harap kalian tidak ada acara. Tolong jaga Ashleigh, aku akan keluar sebentar."

Zayn langsung menyambar pintu kamar tersebut.

"Hei, mau ke mana?" Teriak Ammy. Zayn hanya melambaikan tangannya tanpa membalas ataupun berbalik pada Ammy.

Dengan langkah sedikit tergesa gesa, Zayn menuju parkiran. Lelaki itu menelpon Liam untuk meminta bantuannya, entah untuk apa.

Setelahnya ia masuk ke dalam mobil dan melajukannya, "aku akan buktikan, Ash, bahwa kau layak diperjuangkan."

**
-To be Continued-

A/N : WEEEEH KALIAN MASI IDUP KAAANN? IM SO SO SO SORRY, IT HAS BEEN ABOUT 2 MONTHS, RIGHT? SORRY I RARELY HAVE A SPARE TIME, SO I CAN'T EVEN WRITE A NEW CHAPTER:((

I hope you like this short Chapter, and I'll try my best for updating and finishing it this holidayy. I'm about making a new story, but it isn't fanfic anymore, I'll move to teenlit, I guess.

JANGAN TINGGALIN YAAA:( MASI INGET KAN SAMA CERITA INI:"

don't forget to leave your lovely comment and tap vote too, please..

THANKYOU for reading and for staying, guys xxx!

After Several Years ※ Z.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang