Take You

3.3K 194 4
                                    

Hana terkekeh geli mendengar perkataan Yudha.

"Jadi...gimana? Kamu mau dansa sama aku?" Tanya Hana dengan tangannya yang masih menyatu dengan Yudha. Seakan keduanya tidak ingin melepaskan jabatan tangan itu.

"Penampilan aku terlalu mencolok ya?" Tanya Hana, karena Yudha tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun.

Yudha langsung menggelengkan kepalanya dengan polos. "En...engga, kamu sempurna."

Hana tersipu malu mendengar perkataan Yudha. "Jadi gimana? Kamu mau gak dansa sama aku?" Tanya Hana merona. Seakan-akan dia terburu-buru ingin berdansa dengan Yudha.

Kali ini Yudha hanya mengangguk-anggukan kepalanya, layaknya seorang anak kecil yang ditawarkan permen kapas. Hana yang melihat itu hanya terkekeh geli.

Gue rasa keputusan gue ini udah benar.

Dengan perlahan Yudha menggenggam tangan Hana dengan hangat dan erat, menuntunnya ke tengah acara dansa. Mata mereka terkunci satu sama lain saat mereka berhadapan. Yudha menuntun kedua tangan Hana dan mengalungkannya dengan lembut dileher Yudha. Kemudian dengan perlahan, kedua tangan Yudha meraih pinggang Hana.

Dengan posisi mereka yang seperti ini, otomatis mengakibatkan detak jantung mereka berdetak dengan kencang.

"Makasih." Bisik Yudha tepat disamping telinga Hana.

"Buat?"

"Mau dansa sama aku. Kamu tau, sebelum nya aku kaya Jomblo disini." Kekeh Yudha.

"Emang kamu Jomblo, kan? Lagian kamu bisa dansa sama perempuan lain."

"Awalnya sih iya, tapi sekarang engga. Karena jodoh aku ada di sini, di depan aku. Dan aku juga engga mau dansa sama mereka, aku maunya sama kamu. Hana. Apa kamu mau memulai semua ini dari awal? Kalo kamu engga percaya, aku bisa langsung nikahi kamu sekarang." Yudha menangkup kedua pipi Hana. "Aku cinta kamu." Kata Yudha dan mencium pipi Hana sangat lama.

Mendengar hal itu, cairan bening lolos keluar dari kelopak mata Hana. Mereka mengabaikan semua tatapan tamu yang menatap iri ke arah mereka.

Ini baru yang gue sebut hari kasih sayang penuh cinta yang sebenernya.

***

"Aku cinta sama dia." Lirih perempuan cantik itu. "Ternyata aku cinta sama dia."

Pria itu menggeleng. "Hana, mungkin itu cuman perasaan bersalah kamu. Karena dia udah nyelametin kamu dari kecelakaan itu."

"Engga, Panji. Sekarang aku sadar, ternyata aku cinta sama dia." Timpal Hana yang tidak terasa cairan bening itu berjalan dengan perlahan melewati pipinya. "Pengorbanan yang dia tunjukin kemarin, seakan menyadarkan aku kalo selama ini aku udah egois. Aku cinta dia, Panji. Dan aku juga engga yakin bisa hilangin perasaan ini sampai kapanpun."

Panji menghela nafasnya sebelum dia tersenyum menanggapi perkataan Hana. Panji mengusap pipi Hana yang sembab itu. "Kamu kenapa bilang ini ke aku?" Tanya Panji sedih.

"Aku cuman mau kamu jadi orang pertama yang tau hal ini. Kamu juga berarti bagi aku, Panji. Aku sayang sama kamu, tapi sebagai seorang abang yang engga bakalan aku miliki. Jadi aku mau kamu denger langsung dari aku sebelum kamu denger hal ini dari orang lain. Yang malah buat kamu lebih sakit." Jawab Hana.

"Kamu yakin soal kamu yang bener-bener cinta sama dia? Apa kamu udah yakin?"

Hana mengangguk pasti, membuat hati Panji semakin terluka sangat dalam.

Panji mendekati Hana dan memeluknya dengan hangat. "Kejar dia, Hana! Tapi dengan satu syarat dari aku sebagai seorang...abang kamu. Tolong biarin aku potongin lehernya kalo aku sampe ngeliat kamu nangis sedih karena dia."

SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang