Goal 20: Indonesia dan Revolusi Sepakbola

260 5 0
                                    

Saat aku tiba di rumah, Ibu sangat senang dan langsung memelukku. Kata-kata pertama yang diucapkannya adalah, "Kamu tampak lebih tinggi sekarang."

Setahun sudah kami berpisah dan Ibu tampak tidak berubah. Dia masih terlihat cantik walaupun telah memasuki usia tiga puluh sembilan. Ya, Ibuku masih muda. Dahulu dia menikah pada usia dini dengan Ayah. Sayang, Ayah meninggal karena suatu penyakit ketika aku berumur lima tahun.

"Di Belanda pasti makanannya aneh-aneh. Kamu pasti rindu masakan Indonesia."

"Ya, Ibu. Adam juga sudah lapar, nih," sahutku tangkas.

Tidak lama setelah aku tiba, adikku pulang dari sekolah. Dia kini berusia enam belas tahun. Tidak sepertiku, dia memilih jalur akademik dan bercita-cita jadi insinyur di masa depan.

"Bagaimana sekolahmu?" tanyaku sambil melayangkan brofist kepadanya.

"Seperti biasa, lancar," dia menangkap brofist itu.

Esok harinya, Pak Badar, salah satu staff pelatih Semen Padang, menghubungiku dan ingin mengobrol denganku di tempat latihan. Dia mengundangku ke sana. Katanya, dia ingin memberikan motivasi kepada pemain lain dengan menjadikanku bahan percontohannya. Aku jadi malu jika diperlakukan demikian, karena aku merasa belum ada apa-apanya. Tetapi aku tidak bisa menolak karena aku juga sangat ingin bertemu dengan rekan-rekan di Semen Padang dulu.

Pagi-pagi, saat menaiki sepeda menuju tempat latihan tim senior, aku melewati lapangan tempat pemain muda latihan. Waktu itu aku melihat pemain-pemain muda sedang latih tanding. Perkiraanku itu kelompok umur U-15.

Aku berhenti sebentar dan memperhatikan permainan mereka. Ada satu anak yang sangat mencolok. Bermain di posisi sayap. Akselerasinya di atas rata-rata. Pengambilan keputusannya untuk anak seusia itu terbilang luar biasa. Jika dia bisa mempertahankan gaya permainan seperti itu dan berkembang dengan baik, bukan tidak mungkin di masa depan aku bisa melihatnya bermain bola di level pro.

Perkembangan sepakbola Indonesia saat ini benar-benar pesat dan menjadi salah satu negara dengan pembinaan sepakbola terbaik di Asia. Di level Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang unggul di sepakbola bersama dengan Thailand dan Filipina.

Dimulai pada tahun 2020. Setelah perombakan kepengurusan PSSI, di tangan Ruslan Siddiq, Indonesia mulai berbenah dan memperhatikan segala aspek dalam sepakbola.

PSSI menggaet JFA (asosiasi sepakbola Jepang) dalam pembinaan usia dini. Pembekalan pemain muda telah dimulai dari umur enam tahun. Pemusatan latihan didirikan di tiap kecamatan, sehingga seluruh bakat tertampung secara merata. Pemusatan latihan, selain menjadi ladang klub profesional mencari bibit, juga menjadi tempat pemain muda belajar jika belum dilirik klub profesional. Sehingga mereka masih bisa mengasah kemampuan di pemusatan latihan yang mana para pelatihnya telah mendapat pelatihan berkualitas di dalam dan luar negeri. 

Lapangan-lapangan sepakbola didirikan di tiap kecamatan. Beberapa kecamatan yang luas akan mendapat lebih dari satu lapangan. Jadi, anak-anak sudah tidak perlu memikirkan di mana mereka bisa bermain. mereka memiliki lapangan yang bisa digunakan kapan saja.

Pada kompetisi, tiap kelompok umur memiliki kompetisi masing-masing.  Kelompok umur ini terdiri dari U-7, U-9, U-11, U-13, U-15, U17, U-19, U-21, dan U-23 (tim B). Tiap pemusatan latihan memiliki kompetisi berformat liga. Begitu pula untuk pemain muda yang berada di klub profesional. Di tiap kelompok umur, memiliki liga tersendiri. Kompetisi itu  berjalan selama tujuh bulan.

Perhatian PSSI tidak hanya sampai situ. Bagi pemain-pemain muda yang kurang mampu, PSSI menyediakan perlengkapan sepakbola bagi mereka. Mulai tahun 2020-an inilah mata para orangtua mulai terbuka dan tidak menganggap remeh sepakbola sebagai profesi.

Dari sisi profesionalitas klub, PSSI sangat ketat menerapkan aturan. Terutama dari sisi finansial. Tidak ada klub yang boleh menunggak. Kesehatan finansial menjadi tonggak utama. Pada tahun 2022, klub liga teratas pun pernah dihukum serta diturunkan ke kasta dua karena tidak mampu memenuhi persyaratan finansial sesuai standar PSSI.

Klub-klub di Indonesia mulai merangsek naik bahkan kini sudah mampu bersaing dengan klub-klub Jepang, China, Korea Selatan dan negara-negara timur tengah di kancah Liga Champions Asia. Tetapi untuk mencapai level teratas di Asia, tampaknya masih butuh proses yang lama. Menjadi alasan pula mengapa pemain-pemain top Indonesia tergiur untuk berkarir di Jepang daripada di Indonesia.

Program PSSI yang revolusioner ini membuahkan hasil. Pada tahun 2025, dua puluh tiga pemain U-19 Indonesia menjalani trial di Jepang pada sebuah program pencarian bakat. Empat pemain Indonesia diikat kontrak oleh klub Jepang. Dua bergabung ke Korea Selatan. Satu ke Qatar. Namun yang bertahan hingga kini di luar negeri hanya tiga orang. Dua bermain di Jepang.  Satu lagi hijrah ke Jerman setelah menuntaskan satu musim di Jepang.

Wirya Aru Dirgantara, playmaker asal Indonesia berusia 27 pemegang caps terbanyak timnas Indonesia, sejak usia 19 tahun telah bermain di Bayern Munchen. Seluruh penggemar sepakbola tidak ada yang tidak mengenalnya. Dijuluki sebagai raja yang berada di kerajaan yang telah mati. Julukan itu disematkan karena seorang pemain hebat sepertinya tidak beruntung lahir di negara yang tak pernah bermain di Piala Dunia. Namun Wirya tidak pernah menyesal dan menyatakan dia bangga menjadi orang Indonesia. Wirya satu-satunya pemain Indonesia lahir dari program revolusi PSSI yang bermain di Eropa.

Sebenarnya ada satu lagi pemain reguler timnas Indonesia yang bermain di Eropa. Rega Mahendra, sayap kanan berusia 29 yang bermain di Rosenborg, Norwegia. Tetapi Rega sudah tinggal di Norwegia sejak usia 15 tahun. Dia tumbuh dan besar karena sepakbola Norwegia. Tetapi karena pernah tinggal di Indonesia sampai usia 15 tahun, dia tidak keberatan membela timnas Indonesia.

Dari tengah lapangan, bola melambung ke arahku. Reflek, kutangkap bola itu dan jatuh di pelukanku. Seseorang mengejarnya kemari.

"Maaf, Bang, boleh minta bolanya?" kata anak itu. Ternyata bocah yang memiliki skill di atas rata-rata tadi.

"Oh, ini," kataku.

"Eh, tunggu. Kau Adam Altarian, kan? Mantan striker Semen Padang yang ke Belanda itu?" anak itu kaget mengacungkan telunjuknya kepadaku. Aku hanya tersenyum mengangguk kepadanya.

"Hei, jangan keras-keras. Aku harus segera pergi. Aku tidak mau teman-temanmu berlarian kemari dan mengganggu latihan kalian."

Anak itu menutup mulutnya. "Baik. Aku akan berlatih lagi dan akan mengejarmu suatu saat nanti."

"Namamu?" tanyaku sebelum dia kembali ke lapangan.

"Ardan Khaira," tukasnya.

"Oke, Ardan. Sampai ketemu di lapangan yang sama."

Anak itu memberi sebuah jempol. "Sip."

Aku kembali mengayuh sepeda menuju tempat latihan tim utama.

Aku melewati ruang pergantian pemain. Tidak ada orang. Sepi. Sepertinya semua orang sedang berada di lapangan. Aku beralih ke lapangan.

"Halo, Adam. Lama tidak bertemu," sapa Pak Badar.

"Halo, Pak. Sepertinya tim sedang dalam keadaan bersemangat.

"Oh, tentu, saat ini kita berada di empat besar."

Aku melirik ke arah lain. Kutemukan pelatih kepala kami, Pak Ibrahim sedang memantau pemain.

"Halo, Pak Baim!" kataku memanggil nama akrabnya.

Dia menoleh. Awalnya menatapku heran, kemudian tersenyum. "Hei, Adam. Kau pulang?"

"Ya, aku sedang berlibur."

Tidak hanya Pak Ibrahim, rekan-rekanku pun berlari ke arahku. Latihan pagi itu tertunda sementara waktu karena kehadiranku. Kami reuni kecil-kecilan.

"Aku mengikuti kabarmu di sana. Kau bermain dengan baik. Selamat atas promosinya. Musim depan kau akan bermain di Eredivisie. Jika kau tampil bagus, mata pencari bakat klub-klub eropa akan memantaumu," seru Pak Ibrahim.

"Aku tidak ingin berekspektasi dulu. Saat ini, aku ingin fokus dengan klubku yang sekarang."

"Bagus. Selalu membumi untuk mencapai kesuksesan."

Esoknya, aku dan keluargaku menonton pertandingan Semen Padang melawan Sriwijaya FC. Semen Padang berhasil menang dengan skor 2-1 dan naik ke posisi 3. Malamnya kami merayakan kemenangan itu sekaligus merayakan kedatanganku.

WonderkidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang