3 Agustus 2033, Volendam Town.
Karena aku belum punya tempat tinggal, Alexander Hoffman mempersilakanku untuk tinggal di rumahnya. Alex punya dua rumah. Dia tinggal di rumahnya yang satu lagi, sehingga hanya aku sendiri yang tinggal di sini.
Dua hari yang lalu aku mulai tinggal di Belanda.
Sebulan yang lalu, begitu kukatakan bahwa aku ingin ke Eropa, Alex memberitahuku ada beberapa klub yang tertarik padaku. FC Volendam, FC Emmen, dan SC Telstar, adalah klub-klub yang serius ingin mendatangkanku. Nama-nama itu berasal dari kasta kedua Liga Belanda, Eerste Divisie.
Alex menyarankanku agar memilih FC Volendam. Katanya, walaupun klub ini sudah 25 tahun tidak merasakan atmosfir Eredivisie, tetapi mereka memiliki skuad yang muda. Para pemain muda berkesempatan besar untuk bermain di skuad utama. Dan beberapa musim terakhir, pemain muda mereka dilirik klub besar. Klub itu adalah tempat yang tepat untuk mengawali karier bagi para pemain muda yang ingin mengincar tempat yang levelnya lebih tinggi.
Suara mobil yang baru datang terdengar di depan rumah. Alex keluar dari mobil itu. Aku berdiri di depan pintu rumah, menunggunya.
Hari ini kami akan menuju Kras Stadion, markas Volendam. Akan diadakan perkenalan diriku sebagai pemain baru di klub itu.
"Kau sudah siap?" tanya Alex begitu menghampiriku.
"Sudah. Kita pergi sekarang?"
"Ya. Let's go."
Ini pertama kalinya aku melihat pemandangan kota ini. Beberapa hari lalu ketika aku datang di sini, aku terlalu kecapaian sehingga tertidur saat perjalanan dari bandara ke rumah.
Volendam adalah kota kecil yang terletak di Provinsi Belanda Utara. Di dekatnya ada sebuah danau bernama Markermeer Lakeyang dikelilingi beberapa kota.
Kami tiba di markas FC Volendam. Begitu tiba di sana, ada seorang staff yang mengantarkan kami ke dalam. Di sana sudah ada beberapa orang, yang kutebak adalah staff pelatih, yang sudah bersiap-siap membuka acara perkenalan pemain baru. Juga ada beberapa awak media di sana.
Seorang staff pelatih menghampiri kami dan menyalami Alex, kemudian dia beralih menjabat tanganku.
"Hoe gaat het?" ucap orang itu ke Alex.
"Goed, Meneer."
Setelah kuamati baik-baik, aku ingat orang ini. Dia adalah Aleksandar Dragovic yang pernah bermain di Tottenham Hotspur satu dekade yang lalu. Aku baru tahu kalau dia saat ini menjadi staff pelatih di klub Belanda.
"Halo, salam kenal. Saya Adam. Jika saya tidak salah, anda adalah Aleksandar Dragovic, kan?" tanyaku memastikan.
Dia tergelak. "Benar. Ternyata aku cukup di kenal juga ya di timur sana."
"Ya, aku mengikuti sepakbola Inggris sejak kecil," jawabku tersenyum.
"Dan sekarang kau akan jadi bagian dari sepakbola Belanda. Sebagai manajer, aku berharap banyak padamu, Adam."
Seorang eks pemain professional dari klub papan atas adalah manajer baruku. Tampaknya perjalananku di Eropa akan jadi menarik.
Perkenalan pemain dimulai. Aku bersebelahan dengan Dragovic. Saat sesi foto aku benar-benar canggung. Dan ketika sesi wawancara, Alex membantuku menerjemahkan pertanyaan wartawan. Ya, pertanyaan biasa, seperti menanyakan bagaimana kesanku saat pertama kali merumput di Eropa. Kuharap aku bisa segera beradaptasi di lingkungan baru.
Aku mendapat nomor punggung 22. Dulu, di akademi kecamatan, nomor punggung 22 adalah nomor pertamaku. Lagi pula tidak mungkin aku mendapatkan nomor favoritku 11 yang saat ini dipegang pemain senior yang lebih berpengalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderkids
FantasyMenceritakan perjalanan karir sepakbola pemain muda Indonesia yang terlahir dalam generasi emas Indonesia. Skuad U-20 Indonesia di tahun 2033 berhasil melaju ke quarterfinal U-20 World Cup, yang merupakan pencapaian tertinggi selama sejarah sepakbol...