Book 2 - Goal 3: Cerita Singkat di Amerika Serikat

143 3 1
                                    

Los Angeles, Juli 2035

Pada rangkaian tur pramusim di Amerika Serikat, Volendam akan bertemu dengan klub-klub yang sudah biasa bermain di kompetisi antar benua. Ada 3 pertandingan yang mereka mainkan di sini. Lawannya adalah Spartak Moscow, FC Porto dan Stuttgart. Ya, dia akan berhadapan dengan Farel.

Mereka baru sampai di Amerika siang ini. Tim tidak mengadakan aktivitas berat hari ini sehingga para pemain bisa melakukan adaptasi dan istirahat agar besok bisa langsung latihan. Saat ini Adam berada di kamar hotel. Rekan sekamarnya adalah Ozbey.

Ozbey sedang sibuk dengan laptopnya. Sedang mengutak atik taktik di game Football Managernya. Sementara Adam sedang menonton series yang biasa dia ikuti. Perhatiannya tertarik pada layar ponsel. Sebuah panggilan dari seseorang yang menjadi bagian hidupnya saat ini. Clara Hunter.

Adam menjawab panggilan video call tersebut.

"Halo, Clara."

"Hai, Honey."

Adam berusaha menahan tawanya. Mereka sudah berpacaran hampir dua bulan. Semenjak itu Clara mulai mengganti panggilan nama dengan panggilan sayang yang bermacam-macam. Adam bukan tipe orang yang romantis dan belum terbiasa dengan itu. Makanya, panggilan itu kedengaran masih aneh dan itu membuatnya ingin tertawa.

"Di sana sudah tengah malam, kan? Kenapa kau belum tidur?"

Clara mendesah. "Ada beberapa pekerjaan yang harus kulakukan. Aku baru selesai. Capek banget. Makanya aku menghubungimu."

"Apakah kau menghubungiku hanya di saat-saat kau lelah saja?"

Clara tersenyum. "Ayolah. Tentu saja bukan begitu."

Adam terkekeh.

Gadis itu kembali bertanya. "Bagaimana di sana? Menyenangkan?"

"Yah, lumayan. Ini pertama kalinya bagiku berada di Amerika. Besok kami sudah mulai latihan dan lusa bertanding melawan Stuttgart. Kau masih ingat Farel, kan? Aku akan berhadapan dengannya."

"Tentu saja. Striker muda yang lebih terkenal dibandingkan kau di Piala Dunia U-20 lalu," seru Clara bercanda.

"Ya, sampai saat ini pun dia lebih populer dibandingkanku," kata Adam pasrah.

"Tapi bagiku kau masih tetap yang nomor satu."

Adam tertawa. "Terserah apa katamu, deh, Clara."

Beberapa saat kemudian, percakapan berakhir. Adam meilirik ke arah Ozbey yang menjerit puas saat AZ Alkmaar memenangkan Champions League di game-nya.

"Pacarmu?" tanya Ozbey iseng.

Adam mengangguk.

"Luar biasa sekali anak muda ini. Ya, wajar sih, gadis Belanda mana yang tidak akan tertarik dengan idola baru Eredivisie ini. Berbakat dan juga tampan."

Adam menatap jijik. "Hei berhenti berkata begitu seakan kau ingin memikat hatiku. Lagi pula dia bukan orang Belanda."

"Oh, benar juga. Kalian tidak berbicara bahasa Belanda ya barusan. Lalu, orang mana dia?"

"Dia tinggal di Inggris."

"Apa?" Ozbey terkejut. "Bagaimana bisa kau dapat kenalan di sana?"

"Ceritanya panjang, tapi aku tidak ingin membahasnya denganmu."

Ozbey mendekat dan meninggalkan laptopnya. "Ayolah. Aku butuh bahan gosip seperti ini."

Adam pasrah dan akhirnya menceritakan pertemuannya dengan Clara. Cerita saat dia, Patrick dan Jayden berada di Inggris saat menonton Piala Dunia tahun lalu.

Saat cerita berakhir, tahu-tahu jam makan malam sudah tiba. Mereka beranjak keluar dan menemui rekan-rekan lainnya di ruang makan.

**

Pertandingan pertama di Amerika Serikat akhirnya dilakukan. Lawan mereka adalah VfB Stuttgart. Musim lalu Stuttgart berada di peringkat 6 Bundesliga sehingga musim ini akan bermain di Europe League. Kenalan Adam yang lain, Yoo Seung-Ryul yang bermain di Bayern Leverkusen, juga bermain di kompetisi yang sama setelah finish di posisi 5 musim lalu.

"Gila ya, baru dua minggu lalu kita bertemu, sekarang kita malah bertemu lagi di lapangan," ucap Farel saat mereka di lorong menuju lapangan.

Adam terkekeh. "Baguslah. Jadinya aku bisa unjuk kekuatan."

Bibir Farel melebar. "Tapi kami tidak akan kalah. Kau akan rasakan nanti di lapangan sehebat apa pemain-pemain kami."

"Kita lihat saja."

Para pemain berjalan menuju lapangan. Kedua kapten bersalaman ketika seluruh pemain telah berada di area permainan masing-masing. Tendangan pertama dilakukan FC Volendam. Adam dan Vesel berada di titik tengah lapangan.

Permainan dimulai.

Laga sembilan puluh menit itu berlangsung sengit. Kedua tim jual beli serangan. Namun, keperkasaan pertahanan perwakilan Jerman tidak bisa dipandang sebelah mata. Berkali-kali upaya serangan yang dilakukan Adam dan kawan-kawan berakhir nihil.

FC Volendam menelan kekalahan 2-3. Adam dan Farel masing-masing menyumbang satu gol di babak pertama sebelum mereka ditarik keluar di babak kedua.

Dua orang calon bintang Indonesia di masa depan itu saling bertatapan puas dengan hasil pertandingan ini. Setidaknya pada pertandingan pramusim, ketajaman mereka masih belum pudar.

"Sampai bertemu di Europe League, Farel."

"Aku menantikannya, Adam."

Sisa dua pertandingan lainnya berbuah hasil positif. Berhadapan dengan Spartak Moscow, Volendam meraih kemenangan 4-2. Sementara melawan Runner Up liga Portugal, hasil 1-1 merupakan pencapaian yang tidak buruk.

Di akhir masa tur di Amerika Serikat, klub berhasil merampungkan transfer pemain baru lainnya. Jesse Litmanen, wonderkid Finlandia yang berusia 20 tahun, didatangkan dari Valerenga (Liga Norwegia). Pemain seusia Adam itu sudah mendapatkan caps bersama timnas senior Finlandia. Bermain di posisi bek kanan, tentunya akan menjadi kompetitor Thom de Graaf di tempat utama.

Selama tiga pertandingan terakhir, Adam menyaksikan kehebatan rekan-rekan barunya yang berdampak signifikan dalam permainan tim.

Leon Canelo adalah gelandang serang yang bisa mengatur serangan dengan baik. Dia punya visi cemerlang. Satu gol Adam saat melawan Stuttgart datang dari assist-nya. Dia pun bisa memancing hingga dua pemain untuk mengejarnya agar rekan-rekannya mendapat space. Benar-benar jantung permainan tim. Skill yang melebihi pemain seusianya.

Neron Banda Pelayo, tampaknya menjadi pengganti yang tepat di posisi yang ditinggalkan Mitchell. pace dan dribelnya sangat luar biasa dan diharapkan mampu mengacak-acak pertahanan lawan.

Ozbey, jangan ditanya. Pemain satu ini punya kemampuan free kick luar biasa. Kelebihannya itu ditunjukkannya saat pertandingan melawan FC Porto kemarin. Satu-satunya gol yang tercipta untuk Volendam lahir dari tendangan bebasnya.

Nino van Schot, pemain veteran ini masih mampu mengeluarkan tajinya. Pengambilan posisi serta kekuatan tubuhnya adalah andalannya. Dia tidak perlu melakukan tekel keras untuk merebut bola dari lawan. Prediksinya di lapangan benar-benar menunjukkan kelasnya sebagai mantan pemain timnas.

Pelatih Julio tampak lega melihat pemain-pemain barunya bisa beradaptasi dengan baik. Tampaknya, target mereka menjuarai Eredivisie musim ini bukanlah impian kosong belaka.

WonderkidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang