Pekan kedua kami sepertinya tidak akan buruk seperti pekan lalu saat menghadapi PSV.
Pada menit 57, Mitchell van Gameren mencetak gol pertama kami di Eredivisie melalui umpan silang yang dilepaskan Veselinovic. Mitchell berada pada posisi yang tepat dan menyontek bola hingga menggetarkan jaring gawang
Mitchell berlari ke tepi lapangan dan mengepalkan tangannya ke arah pendukung. Dia berteriak, "We can do it!" Pendukung berteriak dan kami semakin percaya diri melawan salah satu tim papan tengah Eredivisie, NAC Breda, sore itu.
NAC Breda bermain bukannya tanpa perlawanan. Selang lima menit kemudian, striker Timnas Congo, Loric Ngoy hampir saja mencetak gol jika tembakannya tidak dihalau Stuart.
Corner kick untuk NAC Breda.
Bola sepak pojok diambil Ben Holland. Tendangan dilepaskan. Kelumit di depan gawang. Pemain dari kedua kubu berebut bola. Boy Zimmerman berhasil menyundul bola ke luar kotak penalti. Bola jatuh ke kaki Ledion Shehu. Melihat pertahanan lawan keropos, aku melesat ke depan. Ledion tahu aku bisa menciptakan peluang. Dia memberikan umpan panjang padaku dan aku berlari menyongsong bola. Hanya ada dua orang yang mengejarku. Aku berlari secepat mungkin agar tidak tersusul mereka. Kini aku berhadapan langsung dengan kiper. Bola kuarahkan ke pojok gawang. Kiper mencoba menangkap tetapi usahanya sia-sia.
Aku menggandakan keunggulan sekaligus mencetak gol pertama di Eredivisie.
Teman-temanku berlari ke arahku dan memelukku.
Yang ada di pikiranku adalah ketidakpercayaan akan apa yang kucapai selama setahun belakang. Aku tidak menyangka di usiaku yang baru 19 tahun aku sudah bisa bermain dan mencetak gol di Eredivisie. Setahun yang lalu aku hanyalah orang baru yang bermain di kasta 2. Kami berjuang bersama-sama dan berhasil promosi ke Eredivisie. Aku berkenalan dan berjuang dengan orang-orang hebat di sini. Dan kini kami bersama-sama berjuang mencapai kompetisi Eropa.
"Seperti yang diharapkan dari seorang Adam Altarian," kata Patrick mengulurkan tangannya.
"Semua ini tidak akan bisa kulakukan tanpa kalian." Aku menangkap uluran tangannya.
Hingga peluit panjang berbunyi, kami berhasil mempertahankan keunggulan 2-0 di kandang. Semua orang bersuka cita, seakan ini pertandingan penentuan juara. Supporter bernyanyi semakin keras saat kami menghampiri pinggir lapangan.
Di ruang ganti, pelatih Julio bertepuk tangan dan berkata dengan suara lantang, "Kalian hebat! Kalian telah membuktikan bahwa aku tidak sia-sia mempercayai kalian."
Malam itu aku bisa beristirahat dengan tenang. Gol tadi sore terus terbayang di kepalaku. Gol pertamaku musim ini, dan aku ingin mencetak gol lebih banyak lagi.
Sebuah pesan masuk. Dari Jayden.
"Wah, gol-mu lumayan juga. Tapi kau baru mencetak 1 gol ya? Haha.. masih terlalu jauh jika ingin bersaing denganku. Hari ini aku mencetak 2 gol. Sudah ada 3 gol yang kumasukkan. Masih percaya diri mengalahkanku?"
Melihat pesan itu, aku tersenyum dan membalas, "Itu baru salam perkenalan. Masih ada banyak gol yang akan menyusul."
Malam ini aku bisa tidur nyenyak.
**
Hari ini seusai latihan, aku bersama Stuart Campion dan Naki Garmeen bermain playstation di apartemennya Stuart. Kami juga memesan makanan dan makan malam di sini.
"Ah, aku kalah," ucap Naki saat Stuart mengalahkannya bermain game sepakbola.
Seseorang membunyikan bel. Stuart membuka pintu. Kurir makanan mengantarkan pesanan kami. Waktunya makan.
Seusai makan, kami lanjut bercerita. Stuart memainkan gitarnya. Stuart adalah orang yang pendiam. Tidak terlalu banyak bicara. Saat bermain gitar, dia tampak sedang mengeluarkan kehangatan hatinya.
"Kau sangat hebat dalam bermain musik, Stuart," kataku.
"Tidak juga. Aku hanya menyukainya, makanya aku terus berlatih. Selain sepakbola, bermain musik adalah satu-satunya hobiku."
"Hei, teman-teman," tiba-tiba Naki bersuara. Aku dan Stuart melihat ke arahnya. Dia menyodorkan handphone yang dilayarnya menampilkan action figure gundam. "Bagaimana menurut kalian?"
"Bagus. Kau mengoleksi barang-barang seperti itu?" tanyaku.
"Koleksi? Apa maksudmu?" tanya dia heran. Aku pun ikut heran. Dia melirik handphonenya dan menepuk keningnya.
"Maaf, aku salah memperlihatkan foto. Maksudku ini." Kali ini dia menunjukkan foto seorang gadis.
"Wah, seleramu bagus. Pacarmu?" kataku.
"Ya, dan kami akan menikah juli tahun depan."
"Semoga pernikahan kalian lancar," Stuart menimpali. Dia masih bermain gitar.
"Hei, bagaimana dengan kalian? Sudah punya pacar. Setidaknya carilah di sini selama kalian masih di Belanda. Cewe Belanda tidak buruk-buruk amat, kan?"
"Tidak, aku ingin fokus ke karier," Stuart langsung menolak.
"Aku tidak memikirkan hal seperti itu. Lagi pula aku tidak punya teman wanita. Haha," jawabku.
Pulang dari sana, aku berpikir jika menjadi pemain sepakbola pasti akan mudah mencari teman wanita. Masalahnya, aku tidak terlalu baik dalam berhubungan dengan wanita.
Sebuah pesan masuk ke aplikasi chattingku. Ada sebuah nama di sana. Clara. Clara siapa? Aku berusaha mengingat-ingat. Ketika aku memeriksa foto profilnya, aku baru menyadari gadis ini adalah kenalan yang kudapat saat menonton piala dunia beberapa bulan lalu. Clara Hunter. Gadis cantik yang meminta kontakku saat itu. Aku tidak mengira dia akan menghubungiku. Kukira dia meminta kontak sekadar basa-basi.
"Kau payah. Aku menonton pertandinganmu melawan PSV. Kau tidak bisa berbuat apa-apa pada pertandingan itu."
Kemudian aku membalas,
"LOL. PSV itu bukan lawan gampang. Banyak pemain berpengalaman di sana. Aku bersyukur tidak dibantai mereka. Aku membayarnya di pertandingan kemarin. Kau lihat gol-ku? Btw, aku tidak menyangka kau akan menghubungiku."
"Ya, aku melihatnya. Itu keren. Lakukan lebih sering lagi dan aku akan sering menontonmu. Ya, sebenarnya aku ingin menghubungi sejak pertandingan pertamamu. Cuma aku tidak enak jika harus mengejekmu di pertandingan pertamamu yang payah itu :p"
"Minggu depan kau akan melihat gol-ku lagi. 90 menitmu menonton kami tidak akan sia-sia."
"1 gol untukku?"
"Ya, nanti kau bisa merayakannya :D"
Ya, begitulah percakapan kami. Ternyata Clara menonton pertandinganku. Setidaknya aku jadi tahu ada orang Inggris pertama yang mendukung dan menonton pertandingan kami.
Aku duduk di ruang TV. Melihat televisi yang menampilkan berita sepakbola. Aku jadi sadar kalau aku punya satu teman wanita. Clara. Tapi, ya, aku sama sekali tidak memikirkan hubungan lebih jauh dari itu. Lagipula kami baru kenal. Disebut teman pun belum layak.
Minggu depan kami akan menghadapi FC Twente. Lawan berat mengingat Twente adalah tim papan atas Eredivisie. Tapi kami tidak gentar. Aku yakin tim ini sangat mampu menghadapi mereka mengingat kami terus berkembang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderkids
FantasyMenceritakan perjalanan karir sepakbola pemain muda Indonesia yang terlahir dalam generasi emas Indonesia. Skuad U-20 Indonesia di tahun 2033 berhasil melaju ke quarterfinal U-20 World Cup, yang merupakan pencapaian tertinggi selama sejarah sepakbol...