09 c :: Her Smile

3.5K 192 5
                                    

Hampir dua jam ini Didit menghabiskan waktunya untuk beristirahat di kedai ice cream yang terletak di dekat taman kota. Dengan ditemani kelompok tim basketnya ia sudah menghabiskan dua ice cream dengan rasa yang berbeda. Sore tadi setelah acara separingan yang dimenangkan oleh timnya, Gara mengusulkan untuk merayakannya di kedai ice cream. Karena semua anggota setuju, maka Didit hanya menurut. Toh dia gak keluar duit juga. Lumayan lah uang jajannya juga jadi ngirit.

Ngirit sama pelit beda tipis ya guys.

"Lo tadi lihat gayanya Gara waktu mau syot tapi celananya malah sobek gak? Sumpah ngakak banget gue kalau keinget itu." Kata Satria menyela perbincangan antara Peter dengan Gara.

Gara mendegus malas, "Siyalan. Itu semua gara- gara Didit tau gak! Kalau tadi gak ada acara tukar menukar celana basket, gue gak bakalan menanggung hal memalukan kayak tadi."

"Lagian lo mau aja Gar. Lo kan tau sendiri bokong lo itu bongsor. Kalau pake celananya Didit gak bakalan muat lah." Ara menyahut ucapan Gara dengan wajah jenaka. Membuat Gara semakin terlihat sebal dibandingkan sebelumnya.

"Gue tadi di rayu sama setan Ar. Makanya gue nurut aja tadi."

"Setannya ya lo sendiri Gar." Kata Didit santai sambil menikmati ice creamnya untuk yang ketiga kali.

"Tai lu jaenap. Mana tadi banyak cewek cakep lagi. Turun deh pamor gue sebagi cowok terseksi tahun ini."

Didit memutar bola matanya, "Jijik!"

"Seksi itu kalau lo nyanyiin lagunya pillowtalk sambil telanjang Gar." Tambah Didit membuat semua orang yang ada di meja itu sontak tertawa geli.

"Gue mah mau- mau aja asal lo temenin gue Dit."

"Sori- sori nih Gar. Bahkan kalau diajak Gigi Hadid pun gue gak bakalan mau kok. Apalagi lo yang kek buntelan lontong gini. Gak balan sudi gue!"

Gara cemberut, "kalau Gigi Hadid maksa, lo tetep gak mau?"

"Ya mau lah. Dipaksa kok gak mau." Kata Didit santai hingga membuat Gara gemas untuk membelah mulut Didit menjadi sepuluh bagian.

"Kan anjing." Gerutu Gara.

"Duh. Udah dong. Perut gue udah mules dengerin ocahan lo berdua." Ara berujar sambil menggit bibirnya, menahan tawanya agar tidak meledak.

Didit yang ada di sebelahnya hanya bisa menahan nafasnya saat matanya tidak sengaja bertemu tatap dengan Ara. Bibir tipisnya melengkung indah membentuk bulan sabit membuat pemilik wajah itu terlihat berkali- kali lipat lebih manis. Gak tau kenapa melihat pahatan wajah bahagia dari Ara membuat Didit juga merasa bahagia.

Apalagi saat Ara tidak sengaja menaruh kepalanya di bahu kiri Didit. Memang Ara tidak sadar saat melakukannya, namun karena sang pemilik bahu sangat sadar akan hal kecil itu, gak tau kenapa malah membuat sang pemilik bahu merasa ada percikan rasa hangat yang menjalar dihatinya. Belum lagi bau parfum dari tubuh Ara yang menempel erat di indra penciumannya, membuat Didit ingin berlama- lama di dekat perempuan itu.

Bukan itu saja yang membuat Didit adem panas karena kedekatannya dengan Ara, hal yang sangat wajar seperti mencubit lengan Didit saat Ara tidak kuasa dengan tawanya pun berhasil membuat Didit merasakan sengatan listrik di seluruh tubuhnya.

Didit gak tau kenapa dia bisa menjadi selemah ini dengan sentuhan perempuan aneh mirip Ara itu. Didit takut kalau selama ini dia hanya kurang belaian karena terlalu lama menjomblo. Tapi selama ia dekat dengan Mira atau perempuan lainnya dia sama sekali belum merasakan panas yang luar biasa dahsyatnya hanya melihat senyum dari perempuan itu sendiri. Berbeda kalau dengan Ara. Ngelihat senyumnya yang gak jelas saja sudah membuat jantung Didit kemut- kemut. Apalagi kalau senyum itu terbentuk karena dirinya, rasa- rasanya banyak belalang kupu- kupu yang berterbangan dari perutnya.

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang