[BOOK TWO] Private Acak
Boyfriend Goals Series
"Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...
Gara yang baru saja masuk kamar membawa dua susu coklat hangat pun menyahut, "Katanya tadi lagi ada urusan mendadak. Gak tau deh kemana."
"Urusan apa?" Kata Peter sambil membenahkan posisi duduknya.
"Gak tau juga gue."
"Dia pamit sama lo gak Dit?"
Didit yang sedari tadi hanya diam pun menoleh ke arah Peter yang lagi memandanginya. Didit mengeleng lemah lalu menerima susu coklat yang diberikan Gara.
Gara hanya menghembuskan nafas panjang. "Si abang galau mulu dah perasaan."
"Pasti gara- gara cewek kerudung waktu itu. Belom pacaran aja udah banyak khasus lo Dit. Gimana nanti kalau udah pacaran? Tiap hari pasti kerjaannya cuma cek- cok."
"Congor lo emang suka ngejeplak ya Pet." Tutur Gara sambil memelos kepalanya Peter.
Peter mengerang, "Sori deh. Cewek yang bikin masalah lepas aja lah. Kayak hidup itu cuma mikirin dia doang. Mereka itu ribet. Makanya gue males pacaran."
"Bukan males Pet, karena meraka itu gak ada yang mau sama lo."
Didit yang sedari tadi hanya diam pun menambahi, "Jomblo ngenes aja belagu."
"Lo itu emang gak ngaca kalau ngomong Dit."
Malam ini Didit putuskan untuk menginap saja dirumahnya Gara. Didit gak mau menghabiskan malam minggunya yang kelabu ini dengan dirumah sendirian. Apalagi di dalam kamarnya. Terlalu banyak kenangan manis di dalam kamarnya itu membuat Didit bergidik ngeri. Bisa- bisa dia bisa nangis sampai berdarah- darah mengingat kenangan manis bersama Ara itu. Ughh gak tau lagi deh harus gimana kalau ketemu sama Ara.
Deringan ponsel Gara terdengar begitu mengema diruang kamarnya. Laki- laki itu berdiri menuju ke arah meja belajarnya dimana ponselnya tergeletak sedang di carger. Gara mencabut kabel cargernya lalu menganggkat panggilan itu.
"Hallo?"
"Lo diluar? Iya bentar gue kesana. Mang Darman emang lagi keluar tadi. Bentar." Ucapnya lalu memutus panggilan itu lalu kembali mencarger ponselnya.
Gara bernajak dari tempatnya menuju pintu kamarnya.
"Siapa Gar?" Tanya Peter di sela- sela main PS nya bersama Didit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Didit dan Peter versi Indonesia. Abaikan kebonggsoran dari Didit gaes. Hayo tebak, itu paha manusia apa paha gajah? Ya lord 😂 )
"Arkan lagi di luar. Gerbangnya ditutup sama mang Darma. Gue keluar bentar."
Didit membeku ditempatnya. Andaikan Gara tau kalau sosok Arkan itu adalah sosok yang malam ini membuatnya dalam keadaan galau mode on pasti laki- laki itu tidak akan membiarkan Ara bebas berkeliaran menghantui Didit. Didit hanya bingung nanti harus bagaimana menanggapi Arkan. Hatinya saja masih sakit karena perempuan itu, apalagi di suruh ngobrol mesrah. Ya gak bakalan sanggup lah Didit.
"Lo kenapa?" Tanya Peter melihat Didit yang duduk dengan gelisah.
Peter berdecak kesal. Setelah nenekan tombol pause permainan PS nya laki- laki itu berdiri. "Buruan. Lo mah banci banget ya Dit jadi cowok." Peter mulai mengomel.
"Gak usah protes. Gue cuma bentar kok." Ucap Didit lalu memasuki toilet Gara.
Di dalam toilet Didit segera membasuh wajahnya. Mengatur kembali rambut jambriknya yang sudah mulai lepek. Rambutnya itu memang selalu seirama dengan suasana hatinya Didit. Kalau Didit lagi seneng rambutnya jabriknya bisa bertahan sampai seharian. Tapi kalau dia lagi galau gak butuh waktu lama pasti rambut jabriknya juga langsung lepek gak punya tenanga. Aneh memang. Semua yang ada di dalam diri Didit kan memang aneh.
Setelah semuanya beres Didit keluar dari toilet. Dapat dia lihat Arkan sudah duduk di sova dengan baju dan juga penampilan yang berbeda.
"Dit mau gak? Arkan bawain lo roti bakar coklat banyak nih." Ucap Peter sambil menunjuk bingkisan berwarn putih yang berisikan roti bakar.
"Gue udah kenyang." Singkat Didit lalu duduk di bawah karpet bersebelahan dengan Peter.
"Tumben. Bisanya lo kan paling suka Dit." Tanya Gara lalu ikut duduk di karpet.
Arkan masih duduk di atas sova di samping karpet dekat dengan Didit. Didit tahu betul bawa sedari tadi Ara ngelihatin dia terus tapi benar apa yang tadi dikatakan sama Peter. Dia gak mau ambil pusing sama masalahnya cewek. Terserah Ara mau nikah kek mau lahiran kek mau apa pun itu Didit gak mau mikirin masalah dia. Didit kan cuma sahabatnya. Kenapa dia harus ribet coba?
"Lo tadi ada urusan apa Ar? Tumben amat." Tanya Gara memulai pembicaraan dengan Arkan.
Arkan tertawa renyah, "Biasa lah acara keluarga." Jawbanya ringan.
Acara keluarga ya? Ah dia pasti mau nikah. Bodo amat dah. Batin Didit misuh- misuh pada dirinya sendiri. Dengan wajah lecek Didit meraih mineral yang ada disampingnya kemudian meneguknya banyak- banyak. Gak tau kenapa kalau keinget kejadian tadi tenggorokan Didit jadi panas. Bahkan panasnya menjalar sampai ke hati.
"Gue punya gosip baru lho Ar. Tau gak masa ya sahabat lo yang gak jelas itu tadi mau nangis gara- gara ngelihatin cewek yang dia suka jalan sama om- om ustad."
Arkan tersedak air mineralnya.
Didit mencibir, "GAK USAH LEMES BISA?"
"Alah Arkan kan juga sahabat kita Dit. Wajar lah dia tahu." Sahut peter.
Masalahnya itu ceweknya itu kan si Arkan combroooo. Huh Didit pengen lempar diri ke jurang rasanya. Sahabatnya emang pada lemes semua congornya. Minta di bacokin satu- satu.
"Kok gitu? Kalau gue jadi Didit gue bakal ngejar itu cewek supaya dia tahu kalau gue suka sama dia."
Didit membeku ditempatnya. Dia menolehkan pandangannya ke arah Arah yang ternyata juga lagi ngelihatin dia. Perempuan berpenamilan cowok itu tersenyum ke arah Didit.
"Gak semua yang lo lihat itu adalah kenyataan. Kalau lo bener suka sama dia kejar dia sampai dapat. Lo cowok. Lo pasti bisa Dit." Ucap Arkan lalu menepuk bahu kiri Didit.
Maksutnya perkataan Ara tadi apa coba? Kok Didit jadi pengen senyum ya? Inget Dit itu cuma kata- kata manis nan palsu. Jangan ketipu. Bukankah dia bilang kalau lo itu cuma sahabatnya? Separuh hati Didit setuju dengan apa yang barusa dibisikkan oleh setan- setan di sekelilingnya.
"Gue udah gak perduli lagi sama dia Kan. Bodo amat dia mau nikah sama itu Om- Om atau mau pergi dari negara ini gue gak perduli."
"Sadis men. Gue suka omongan lo Dit." Ucap Peter lalu tertawa.
"Helah kalau gue mah gak percaya." Sahut Gara.
"Bodo amat. Yang penting hari ini kita ps semalaman."
Ketiga laki- laki yang berada di karpet itu pun bersorak gembira lalu melanjutkan permainan PS nya yang tadi tertunda. Arkan yang sedari tadi duduk di sova sekarang juga ikut duduk di karpet. Disamping kiri Didit.
"Kalau ngantuk tidur gih." Ucap Didit saat melihat Ara menguap untuk yang ketiga kalinya.
Ara menggeleng, lalu berbisik, "Apa pun yang lagi lo pikirkan tentang gue karena kejadian ditoko tadi, semuanya salah Dit."
Didit tersenyum tipis, "Dan apapun yang lagi lo sembunyiin dari gue, gue udah gak perduli lagi Ra."
Dan malam itu Ara hanya bisa mengenggam tangannya kuat- kuat mencoba menekan rasa gemuruh yang berada di hatinya.